Mohon tunggu...
DUDUNG NURULLAH KOSWARA
DUDUNG NURULLAH KOSWARA Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

History Teacher in SMANSA Sukabumi Leader PGRI Sukabumi City

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Segera Tinggalkan Politik Pola Lama

5 Juni 2018   09:03 Diperbarui: 5 Juni 2018   09:29 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Dr. Unifah Rosyidi mengatakan "Berkah politik hanya diberikan pada orang yang berkeringat dalam suksesi politik" Ungkapan ini seirama dengan pepatah bijak yang mengatakan "Upah hanya layak diberikan pada orang yang bekerja. Siapa yang berlelah-lelah dalam mengusahakan sesuatu maka Ia tak berhak dan tak pantas mendapatkan sesuatu". 

Begitupun  sebuah organisasi  terlahir dari kerja cerdas, upaya keras, selalu belajar dari kesalahan dan  ta'at kepada pimpinan sebagai pemberi komando. Tidak ada sebuah organisasi besar  hanya mengandalkan kemegahan prosesi pengukuhan pengurus.  Apalagi bila seterusnya  banyak faksi, privatisasi kekayaan organisasi,  infiltrasi dan memalingkan muka pada pimpinan. Peran para manajer dan seorang pimpinan dalam sebuah perusahaan atau organisasi sangatlah strategis  dan vital.  

Ekor  dan tubuh ular mengikuti kemana kepala bergerak, padahal mereka tak punya kaki. Namun mayoritas gerakan ular cepat dan gesit. Pimpinan dalam sebuah organisasi ibarat kepala, pengurus adalah tubuh dan ekor  ibarat anggota mengikuti kemana kepala dan tubuh bergerak.  Ekor dan tubuh harus mengikuti kepala (ketua)  organisasi maka gerakan akan cepat dan seirama dan tujuan  akan lebih mudah  tercapai.

PGRI sebagai organisasi  terbesar memiliki masalah yang sama  besar  dengan jumlah anggotanya terutama saat ini,  ditahun politik. Dalam hal bersikap atau bermain politik pola organisasi PGRI masih jauh dari cerdas dan strategis. Apa buktinya? Teriakan dan tuntutan PGRI begitu sulit diwujudkan. Baliho besar, ratusan ribu anggota PGRI dikerahkan berdemo masih belum cukup mewujudkan apa yang menjadi tuntutan organisasi PGRI. Nah mengapa derita demo dan teriak ini mandul?

Sampai detik ini bahkan sudah  puluhan tahun PGRI hadir memberi sumbangsih pada republik ini belum sekalipun mendapatkan "upah politik" dalam bentuk "mendapatkan" menteri pendidikan atau para pejabat tinggi di Kementerian pendidikan dari para pejuang hebat di tubuh PGRI. Ada yang salah dalam tubuh kita. Ada pola dan prinsip perjuangan yang perlu diubah.

Tidaklah penting berapa kali kita jatuh dan jatuh namun yang jauh lebih penting adalah terus bangkit dan bangkit.  Sejauh apapun kita tersesat segera kita putar haluan dan kembali ke jalan yang benar.  Begitupun PGRI segera mengubah pola dan arah perjuangan. Lakukan langkah-langkah cerdik, cantik dan bila perlu langkah yang atraktif. Mengapa tidak? Lakukan gerakan super cerdas dalam bepolitik.

Gunakan ungkapkan PGRI tidak kemana-mana dan ada dimana-mana pada publik sebagai kamuplase saja. Bukan pada tataran praktek. Dalam tataran praktik politik PGRI harus melakukan akrobatik  politik memukau, bermanuver yang indah membuat kolaborasi politik dengan pihak yang akan menang. Para "orangtua" atau pimpinan di organisasi harus memiliki kejelian berpolitik. Kajian politik yang cerdas, waras dan jelas harus dibedah dalam tubuh PGRI sehingga kesimpulan politik yang akan menjadi komitmen bersama secara tersembunyi selalu tepat memilih.

Selama dunia politik  dianggap kotor, bukan bagian dari dunia organisasi guru maka selama itupula demo, spanduk, baliho dan teriakan akan menjadi ritual melelahkan yang tak ada hasilnya. Maka gerakan yang harus dilakukan adalah ubah pola perjuangan politik guru dan PGRI.  Lakukan gerakan politik cerdik. Lakukan analisis politik efektif atas dasar  berbagai informasi valid dan terukur. Simpulkan dan buat keberpihakan pada kelompok politik yang akan menjadi pemenang.

Siapa yang berkeringat dan kerja keras layak mendapat upah. Tidak ada makan siang gratis. Selama prinsip kita tidak kemana-mana maka regulasipun tidak kemana-mana. Artinya tidak akan datang kepada kepentingan guru dan PGRI. Kita harus belajar banyak pada sahabat NU dan Muhammadiyah. Matang, kalem, merayap dan menangkap. Kita PGRI tidak ditangkap dan tidak menagkap.

Simpulan  tulisan ini mari kita jadikan tahun politik 2018 sampai 2019  sebagai tahun "berkeringat" dihadapan pemenang politik. Diaspora kemenangan politik di beberapa  pilkada  kota, kabupaten dan provinsi dan finalisasi di  pileg dan pilpres 2019 harus berbuah manis bagi PGRI dan ini hanya bisa didapatkan bila kita ikut berkeringat.  Para Ketua PGRI kabupaten dan kota wajib "berkeringat" memenangkan calon yang paling berpeluang menang di Pilbup Pilwalkot.

Para Ketua PGRI provinsi wajib "berkeringat" memenangkan calon yang berpeluang menang di Pilgub.  Dan  yang paling menentukan kebesaran serta kesuksesan masa depan PGRI adalah di Ketua Umum Pengurus Besar PGRI.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun