Mohon tunggu...
DONY PURNOMO
DONY PURNOMO Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan Penulis

Aktivitas sehari-hari sebagai guru, suka berwirausaha, dan suka menuliskan buah pikiran dalam coretan-coretan sederhana. kunjungi pula tulisan saya yang lain di http://pinterdw.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilema Ujian Nasional

21 Maret 2019   14:05 Diperbarui: 21 Maret 2019   14:29 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustasi UNBK (sumber: www.cnnindonesia.com)

Ujian nasional kembali menjadi buah bibir setelah debat cawapres minggu lalu. Cawapres 02 Sandiaga Uno memprogramkan akan menghapus ujian nasional. Berbagai kalangan mengutarakan pendapatnya baik yang pro maupun kontra. Bagi yang pro hal itu merupakan langkah yang pas untuk merevolusi proses pendidikan di Indonesia. Bagi yang kontra dikawatirkan tidak ada standar penilaian pendidikan secara nasional.

Ujian nasional sebenarnya sudah bukan barang baru di Indonesia. Seolah sudah menjadi tradisi yang mengakar kuat di pendidikan Indonesia jika sudah ditingkat akhir harus ada ujian nasional. Dalam perjalanannya ujian nasional sebenarnya sudah mengalami beberapa fase mulai dari UN sebagai standar kelulusan dengan nilai tertentu hingga kini UN bukan lagi menjadi syarat kelulusan.

Jika melihat dari tujuan utama ujian nasional adalah mengetahui nilai peserta didik secara kognitif. Mulai dari kompetensi dasar pada tingkat awal hingga tingkat akhir yang terbagi ke dalam soal. Peserta didik mengulang kembali materi-materi ditingkat awal kemudian berharap untuk memperoleh nilai kognitif yang tinggi untuk menghiasi ijazahnya.

Proses UN yang ada saat ini cenderung pada mengetahui kemampuan peserta didik dari segi kognitif, padahal dalam pendidikan dikenal dengan tiga model penilian yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. UN yang dilakukan saat ini mengabaikan dua penialaian lainnya yaitu afektif dan psikomotorik. Apakah dua peniaaian itu tidak penting? Justru dua penilaian itu penting karena afektif akan memberikan gambaran karakter peserta didik dari segi sikap sedangkan psikomotor untuk mengetahu keterampilan peserta didik dalam berbagai aspek.

Dalam permendikbud no 23 tahun 2016 menjelaskan penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian dalam UNBK maupun PBT yang dilakukan saat ini berupa soal pilihan ganda. Pilihan ganda yang digunakan dalam UN sejatinya untuk mengukur kemampuan kognitif saja. Jika penilaian yang dilakuak hanya satu aspek maka penialaian yang dilakukan tidak dapat menggambarkan hasil belajar yang seutuhnya.

Di era milenial ini kemampuan kognitif mulai diabaikan karena kemampuan kognitif yang tinggi bukan jaminan keterampilan seseorang. Hal itu sudah diawali oleh  perusahaan google yang menerima pegawai tanpa memperhatikan latar belakang akademiknya. Mereka menganggap keterampilan lebih dibutuhkan daripada kemampuan kognitif. Keterampilan ini menjadi syarat mutlak untuk dapat bersaing di era milenial yang kian berkembang pesat.

Di era milenial ini sudah saat merubah paradigma ujian nasional yang hanya menilai dari segi kemampuan kognitif saja. Jika alasannya ujian nasional untuk pemetaan kualitas pendidikan menurut hemat saya bukan hal tepat. Karena ada 8 standar pendidikan yang dapat dipakai untuk melihat kualitas sekolah. Sekolah yang memiliki nilai UN yang rendah belum tentu kualitas sekolahnya kurang bagus, sebaliknya sekolah yang memiliki nilai UN yang bagus juga belum tentu memiliki kualitas 8 standar pendidikan yang bagus.

Ujian nasional yang ada saat ini belum ideal dalam menyikapi perkembangan zaman yang kian berkembang pesat. Kini yang dibutuhkan adalah keterampilan yang selalu up to date dengan perkembangan zaman. Jika tidak mampu mengikuti perkembangan zaman maka bersiaplah untuk terlidas oleh perkembagan zaman. Di era yang akan datang seseorang harus mampu untuk bersaing secara global dengan keterampilan yang dimiliki.

Ke depan apakah UN menjadi kewajiban dalam dunia pendidikan? Jika iya, maka maka harus ada revolusi dalam proses UN yang dapat mengukur kemampuan secara kognitif, afektif dan psikomotorik. Sehingga UN tidak hanya sekedar memperoleh nilai kognitif yang baik untuk menghiasi ijazah dan akhirnya hanya sebatas kenangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun