Mohon tunggu...
Don Zakiyamani
Don Zakiyamani Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi Senja

personal web https://www.donzakiyamani.co.id Wa: 081360360345

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menuju Bangsa Pemarah

26 Agustus 2019   08:21 Diperbarui: 26 Agustus 2019   08:42 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto:faithdefense.com

Dalam buku-buku teks pelajaran sekolah, kita sering membaca bahwa Indonesia negeri yang ramah. Itulah mengapa wisatawan mancanegara senang datang ke Indonesia. Saya percaya itu, setidaknya di Aceh ada ungkapan peumulia jamee (memuliakan tamu).

Seiring perjalanan waktu dan perkembangan zaman, bangsa ini mulai kehilangan keramahan. Cepat emosional ditambah caci maki. Bahkan terhadap artikel/esai bangsa ini sering marah tanpa mencoba memahami substansi tulisan.

Kemarahan dibalas kemarahan, terjadi saling mencaci dan menghina. Begitulah fenomena yang sedang terjadi. Akibatnya, keramahan terkikis dan intelektual entah ke mana. Barangkali makhluk berpikir makin langka.

Makhluk pemarah yang kini lebih banyak ketimbang makhluk pengasih. Manusia memang diciptakan bersuku dan bangsa yang berbeda. Bukan untuk saling menghina atau saling memarahi.

Keragaman kita merupakan takdir yang tidak mampu diubah siapa pun. Kita mesti hidup dengan keragaman itu atau silakan cari planet. Saling mengenal dan mengasihi adalah modal kita berkomunal. 

Dalam interaksi majemuk, kita mesti memahami satu sama lainnya. Sikap memahami itu yang sering kita abaikan. Manusia terkadang hanya ingin dipahami, namun sukar sekali memahami orang lain.

Lalu marah datang. Mereka tidak sesuai dengan keinginannya. Bukankah pada saat itu ia juga tak mau tahu keinginan mereka? Kemarahan terus disimpan, suatu hari kemarahan itu malah menyerang dirinya sendiri.

Serangan marah pada diri sendiri dapat mendatangkan depresi. Bagi orang lain melahirkan dendam. Keputusan-keputusan yang diterbitkan saat marah bukan hanya merugikan orang lain, akan tetapi pada diri sendiri.

Ya, Indonesia menuju bangsa pemarah. Bukan tak boleh marah pada perilaku-perilaku koruptor, pada kejahatan, namun jangan sampai kemarahan itu malah menambah daftar kejahatan baru.

Kemarahan yang tidak produktif malah bersifat destruktif. Marah produktif menghasilkan karya dan prestasi. Kita boleh marah melihat kemajuan yang diraih barat. Lalu kita bercita-cita mengalahkan mereka dengan karya dan prestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun