Mohon tunggu...
Don Zakiyamani
Don Zakiyamani Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi Senja

personal web https://www.donzakiyamani.co.id Wa: 081360360345

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

UMP (Upah Maksimum Pengusaha)

5 November 2017   06:36 Diperbarui: 5 November 2017   09:04 2357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: www.boombastis.com

Buruh menuntut kenaikan UMP DKI Jakarta 2018 sebesar Rp3,9 juta, Anies menandatangi Rp3,6 juta. Buruh tidak puas dengan keputusan gubernur, ada yang menganggap Anies tidak sesuai janji, ada pula yang berpendapat Anies tak seberani Ahok. Sementara pemprov DKI Jakarta menyatakan UMP 2018 sudah melalui tahapan dengar pendapat, baik pihak pengusaha maupun pekerja.

Perbedaan pandangan antara pekerja dan gubernur Jakarta merupakan hal yang wajar. Keduanya memiliki alasan dan argumen masing-masing, namun UMP juga bukan hanya soal mereka, ada kelompok lain yang berdampak atas kenaikan UMP. Para pengusaha yang selama ini menggaji karyawan/pekerja adalah kelompok yang paling terkena dampak. Ini bukan pembelaan atas pengusaha akan tetapi mari sejenak kita memposisikan diri sebagai mereka.

Memposisikan diri sebagai pengusaha yang memiliki pekerja dan berusaha memahami kesulitan mereka. Kita sering berasumsi menjadi bos dengan puluhan atau ratusan karyawan rasanya nikmat sekali. Memiliki keuntungan jutaan hingga milyaran, berlimpah harta dan penghormatan dari lingkungan sekitar. Saat itu yang kita asumsikan, biasanya kita akan menjadi pekerja yang dipenuhi hasrat kenaikan upah. Kita terus menuntut kenaikan UMP setiap tahun, tak peduli dampak bagi bos kita.

Namun bagaimana bila kita yang menjadi bos, dengan tuntutan kenaikan upah sementara laba perusahaan bahkan tak memadai untuk kenaikan upah. Ada pula bos perusahaan yang memiliki laba luar biasa namun kenaikan upah dianggap menyusahkan. Fenomena ini harus menjadi pertimbangan kepala daerah maupun pemerintah pusat dalam menetukan UMP, bukan hanya upah minimum provinsi akan tetapi upah minimum pengusaha.

Prinsip keadilan proporsional harus diterapkan, UMP bukan hanya berdasarkan kebutuhan dan harga barang serta faktor yang selama ini dijadikan pertimbangan UMP. Lebih dari itu, omset dan level perusahaan perlu dijadikan pertimbangan dalam menentukan UMP. Misalnya perusahaan dengan omset 700 milyar dan 1 triliun jangan disamakan UMP-nya. Selain itu, total karyawan harus pula dijadikan pertimbangan. Jika tidak, kenaikan UMP bisa jadi tak bermasalah bagi perusahaan besar, akan tetapi bagi perusahaan kecil terpaksa merumahkan pekerja.

Celakanya, kenaikan UMP selama ini terutama ketika Ahok melanggar PP No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan dianggap berani dan Anies dianggap pengecut karena sesuai dengan PP tersebut. Pendapat ini didasari angka persen kenaikan, tidak berdasarkan kondisi objektif hari ini. Gubernur Jakarta dalam menetapkan UMP juga memberikan subsidi di sektor transportasi dan bahan pokok pangan. Solusi ini menarik, sebuah inovasi dalam menjembatani debat tuntutan UMP antara pengusaha dan pekerja.

Pemerintah dan pekerja memang memiliki hitungan berbeda, demikian pula dengan pengusaha. Para Gubernur hanya menjalankan regulasi yang diterbitkan pemerintah pusat. Kita berharap ke-3 nya dapat berkompromi, negara didirikan atas dasar kompromi. Para pekerja harus melihat kondisi perusahaan dan ekonomi negara, sementara itu para pengusaha yang memiliki keuntungan pertahun diatas rata-rata harus pula memperhatikan kesejahteraan pekerja. Pengusaha jangan hanya mengeluh pada pemerintah atas tuntutan pekerja saat ekonomi lemah namun saat perusahaan laba besar, kesejahteraan karyawan dilupakan.

Para pengusaha harus sadar, itu upah terkecil sebagai kewajiban. Bila perusahaan bertambah omset, jangan ragu naikkan upah. Para pekerja juga harus memahami, tuntutan dengan angka yang mereka minta bisa mengakibatkan pengusaha lokal tutup usaha. Pekerja di Jakarta patut bersyukur ketika pemprov memberikan subsidi sektor transportasi dan bahan pokok pangan. Subsidi akses Transjakarta gratis dan potongan harga bahan pokok pangan di Jak Grosir Pasar Jaya sebesar 10 hingga 15 persen, bagi karyawan bergaji 0-3,6 juta.

Tentu saja ada yang tidak puas, memang menemukan sebuah keputusan yang menyenangkam semua pihak itu mustahil, yang pasti perbedaan pendapat diawali dari pendapatan yang berbeda.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun