Mohon tunggu...
Dody Kasman
Dody Kasman Mohon Tunggu... Administrasi - Manusia Biasa

Wong Ndeso yang bukan siapa-siapa. Twitter : @Dody_Kasman

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Eksotika Bromo 2017, Ketika Kekayaan Seni Budaya Menyatu dengan Alam

8 Juli 2017   17:48 Diperbarui: 9 Juli 2017   06:19 1408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah 4 (empat) tahun lebih tak berkunjung ke Gunung Bromo, Jum'at (7/7/2017) siang kemarin saya kembali menyambangi salah satu gunung dengan view terindah di dunia itu. Lagi-lagi karena tuntutan tugaslah saya berangkat bersama beberapa rekan kerja dan awak media yang juga meliput acara tersebut.

Hanya butuh waktu 1 (jam) perjalanan dari Kota Probolinggo, akhirnya kami pun sampai lokasi di lautan pasir Gunung Bromo. Udara dingin dan kering langsung menyambut kedatangan kami, padahal hari masih siang tersiram terik sinar matahari.

Ada pemandangan berbeda di lautan pasir Gunung Bromo siang itu. Begitu turun dari kendaraan nampak berderet umbul-umbul dan tonggak kayu yang penempatannya diatur sedemikian rupa sebagai pembatas area kegiatan. Beberapa banner penanda kegiatan juga di pasang di beberapa titik. Sebelum memasuki lokasi acara kami melewati pintu masuk semacam gapura dari rangka besi bertuliskan "Eksotika Bromo" di bagian atasnya. Ya, siang Itu saya berkesempatan untuk menyaksikan pergelaran Eksotika Bromo yang dilaksanakan untuk menyambut dan memeriahkan perayaan Yadnya Kasada tahun ini. Event yang baru pertama kali diselenggarakan ini digelar di hamparan lautan pasir Gunung Bromo ini selama dua hari, Jum'at (7/7/2017) dan Sabtu (8/7/2017).

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Di lokasi pergelaran nampak berjejer tenda-tenda sponsor dan pendukung acara, sementara di area utama pergelaran disediakan tempat duduk khusus dari bambu untuk pengunjung yang sudah memesan tempat dan melakukan registrasi sebelumnya. Dengan posisi tempat duduk yang cukup srategis dan konsep pertunjukan di alam terbuka ini penonton dapat menikmati pergelaran sekaligus keindahan panorama alam Gunung Bromo sebagai latarnya.

Meski baru pertama kali diselenggarakan, pergelaran ini cukup menarik minat penikmat dan pemerhati seni budaya tradisional. Memang tak semua tempat duduk yang disediakan panitia terisi penuh, sebab banyak pengunjung lebih memilih untuk menyaksikan dari berbagai posisi strategis lainnya di sekitar arena pergelaran.

Banyak pengunjung yang memilih untuk menyaksikannya dengan berdiri sambil sesekali mengambil gambar dengan kamera konvensional maupun kamera HP yang mereka bawa. Namun tak sedikit yang memilih duduk santai beralaskan pasir dan rumput kering di sekitar arena pertunjukan. Tak hanya wisatawan domestik dan warga sekitar Gunung Bromo, cukup banyak juga wisatawan asing ikut menikmati pergelaran.

Kesenian lokal Jaranan Jetak dari Desa Jetak Kecamatan Sukapura menyambut kedatangan pengunjung Eksotika Bromo / dokumentasi pribadi
Kesenian lokal Jaranan Jetak dari Desa Jetak Kecamatan Sukapura menyambut kedatangan pengunjung Eksotika Bromo / dokumentasi pribadi
Atraksi seni musik Daul Sakera dari Pamekasan Madura / dokumentasi pribadi
Atraksi seni musik Daul Sakera dari Pamekasan Madura / dokumentasi pribadi
Diawali dengan pertunjukan kesenian lokal Jaranan Jetak menyambut kedatangan pengunjung yang akan masuk ke arena pergelaran. Kemudian dilanjutkan atraksi musik Daul Sakera dari Pamekasan Madura yang cukup interaktif mengajak tamu undangan menari bersama. Alhasil Kapolres Probolinggo AKBP Arman Asmara Syarifuddin dan Kasdim 0820 Probolinggo Mayor Inf. Teguh Hery Wignyono serta beberapa tamu undangan yang lain ikut menari mengikuti alunan musik yang dimainkan Daul Sakera.
Bupati Probolinggo Hj. Puput Tantriana Sari menjadi konduktor dadakan seni musik Jegog Suar Agung / dokumentasi pribadi
Bupati Probolinggo Hj. Puput Tantriana Sari menjadi konduktor dadakan seni musik Jegog Suar Agung / dokumentasi pribadi
Pertunjukan musik atraktif dan interaktif juga ditampilkan oleh musik Jegog Suar Agung dari Jembrana, Bali yang menggunakan alat musik tradisional dari bambu. Mereka menyebut musik yang hanya menggunakan empat nada itu sebagai musik petani. Bupati Probolinggo Hj. P. Tantriana Sari, SE berkesempatan untuk ikut serta dalam pertunjukan tersebut dan bertindak sebagai konduktor dadakan memandu nada-nada yang harus dimainkan oleh para pemusik. Daerah tetangga Probolinggo, Lumajang juga ikut menampilkan kesenian tradisionalnya yaitu tari Mahameru dan tari Jaranan Slining sebagai tari penyambutan. 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Pada kesempatan tersebut Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Wiratno, membacakan memori Raffles yang tertuang dalam buku The History of Java. Buku yang ditulis 200 tahun yang lalu ini mengisahkan kehidupan masyarakat suku Tengger pada masa itu yang hidup guyub rukun dan sangat melindungi alam sekitarnya.

Bupati Tantri pada sambutannya menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya Eksotika Bromo dan berharap event ini dapat terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Secara khusus Bupati Tantri menyampaikan terima kasih kepada warga Desa Jetak Kecamatan Sukapura yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Jetak yang telah berinisiatif melakukan sinergi dengan berbagai pihak demi terselenggaranya pergelaran seni budaya tersebut.

Eksotika Bromo ini terselenggara berkat kerja sama Pokdarwis Desa Jetak didukung stakeholder dan para pemerhati serta pegiat seni budaya nusantara. Di antaranya Heri Prasetyo alias Hery Lentho, sosok penting di balik kemegahan sendra tari kolosal Kidung Tengger yang juga ditampilkan pada event tersebut.

Para tamu undangan dan seluruh pengunjung bergandengan tangan saat menyanyikan lagu / dokumentasi pribadi
Para tamu undangan dan seluruh pengunjung bergandengan tangan saat menyanyikan lagu / dokumentasi pribadi
Suasana kaldera Bromo sore itu mendadak khidmat saat Prita Kartika tampil menyanyikan lagu "Tanah Air" dan mengajak seluruh penonton untuk ikut menyanyi bersama sambil bergandengan tangan. Kekuatan vokal kontenstan The Voice Indonesia itu sanggup menghipnotis semua pengunjung hingga terhanyut dalam tema lagu yang sangat nasionalis dan mengajak kita untuk selalu mensyukuri nikmat keindahan alam dan kekayaan seni budaya tanah air.

Udara dingin yang semakin terasa saat senja menjelang tak mengurangi minat para pengunjung untuk terus menyaksikan pergelaran hingga usai. Terlebih di bagian akhir disuguhkan sendra tari kolosal Kidung Tengger yang mengisahkan asal muasal Suku Tengger. Di bawah temaram senja dengan hiasan tata lampu nan apik, Sendra tari yang melibatkan ratusan penari ini nampak semakin menarik untuk disimak.

Salah satu adegan sendra tari kolosal Kidung Tengger me / dokumentasi pribadi
Salah satu adegan sendra tari kolosal Kidung Tengger me / dokumentasi pribadi
Penonton menikmati sendra tari Kidung Tengger saat senja menjelang / dokumentasi pribadi
Penonton menikmati sendra tari Kidung Tengger saat senja menjelang / dokumentasi pribadi
Pertunjukan terasa semakin istimewa dengan penampilan artis multitalenta Ayushita Widyartoeti Nugraha yang membacakan puisi Kidung Tengger. Kehadiran artis ibu kota personel grup vokal Bukan Bintang Biasa (BBB) ini memang menjadi salah satu daya tarik Eksotika Bromo, di samping Sha Ine Febriyanti yang tampil pada pergelaran hari berikutnya.
Ayushita saat membacakan puisi Kidung Tengger / dokumentasi pribadi
Ayushita saat membacakan puisi Kidung Tengger / dokumentasi pribadi
Pemeran Kardinah, adiik R. A. Kartini di film "Kartini" ini memang tampil sebentar saja, tetapi kehadirannya sanggup mencuri perhatian para penikmat seni dan pemerhati dunia hiburan tanah air yang datang sore itu. Tak sedikit pengunjung yang mengajaknya foto bersama usai sesi wawancara dengan media.

Seiring terbenamnya matahari ditambah semakin dinginnya suhu udara petang itu, pergelaran diakhiri dengan menari bersama seluruh kru dan pendukung acara serta para tamu undangan dan penonton yang masih bertahan di lokasI pergelaran. Dengan iringan musik Jegog Suar Agung mereka berbaur menjadi satu menari bersama. Sekira pukul 18.00 WIB pergelaran usai.

Diiringi musik Jegog Suar Agung, seluruh kru, tamu undangan dan pengunjung berbaur menari bersama / dokumentasi pribadi
Diiringi musik Jegog Suar Agung, seluruh kru, tamu undangan dan pengunjung berbaur menari bersama / dokumentasi pribadi
Eksotika Bromo berlanjut keesokan harinya, Sabtu (8/7/2017) sore. Masih dengan suguhan atraksi seni budaya dari beberapa daerah sebagaimana hari pertama yaitu Daul Sakera, Jegog Suar Agung dan Tari Topeng Gunungsari Tengger. Di hari kedua ini ada tambahan penampilan Reyog Ponorogo dan Tari Pepe' Pepe' Bainea Ri Gowa, Sulawesi Selatan. Sementara Puisi Kidung Tengger dibacakan oleh budayawati dan artis ibu kota, Sha Ine Febriyanti.

Sebagai event yang baru pertama kali digelar memang masih banyak pembenahan yang harus dilakukan untuk pergelaran sejenis berikutnya. Namun secara umum kehadiran Eksotika Bromo di lautan pasir Gunung Bromo jelang Yadnya Kasada itu bisa dibilang sukses. Setidaknya Eksotika Bromo semakin memperkaya khazanah seni budaya Kabupaten Probolinggo pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Yang jelas, semakin banyak suguhan atraksi seni budaya yang bisa disuguhkan pada wisatawan yang datang ke Gunung Bromo.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun