Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tingginya Nilai Komersial Kapal Kuno yang Tenggelam di Perairan Nusantara

30 Maret 2017   06:23 Diperbarui: 30 Maret 2017   20:00 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagai keramik temuan dari bawah air (Sumber: Dibalik Peradaban Keramik Natuna, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, 2015)

Sejarah Nusantara begitu panjang. Apalagi Nusantara dikenal sebagai negeri yang makmur. Sejak ratusan tahun lalu, bahkan lebih dari seribu tahun lalu, Nusantara sudah berdagang dengan negeri-negeri jauh. Paling tidak kala itu, jalur perdagangan internasional sudah melalui perairan Nusantara. Baik yang datang langsung ke Nusantara maupun sekadar singgah atau hanya lewat.

Hingga kini tercatat ratusan, bahkan ada yang menghitung ribuan kapal kuno tenggelam di perairan Nusantara. Mereka membawa barang dagangan atau kargo. Nilainya sangat fantastik. Karena itulah sering terjadi perburuan harta karun laut terhadap kapal kargo. Di luar itu, pada masa yang lebih muda, banyak terdapat kapal perang tenggelam. Laut kita memang sangat luas. Susah menjaga perairan itu dari tangan-tangan jahil.

Penjarahan harta karun laut sudah terjadi sejak lama. Umumnya dilakukan oleh nelayan atau penyelam amatiran. Upaya mereka kemudian didengar oleh orang-orang berduit. Jadilah bisnis yang menguntungkan banyak pihak. Apalagi kemudian muncul investor-investor besar.

Dengan dalih berada di perairan internasional, leluasalah mereka bergerak. Apalagi didukung kapal besar dan peralatan modern, dibandingkan perlengkapan  sejenis yang kita punya. Tenaga-tenaga mereka pun terlatih. Mampu mengidentifikasi lokasi-lokasi kapal tenggelam berdasarkan sumber-sumber kuno. Mampu menyelam dan menemukan harta-harta karun laut. Mampu menjual harta-harta karun laut itu di pasar internasional.

Harta-harta karun itu memang amat bernilai komersial tinggi. Ada keramik dan perhiasan. Ada benda logam, termasuk koin kuno. Pokoknya banyak barang berharga di dalamnya. 

Diperebutkan oleh tiga negara

Kita pernah terkaget-kaget karena ulah Michael Hatcher di perairan Riau pada 1986 lalu. Hatcher dikenal sebagai pencuri harta karun laut kelas kakap. Di perairan Riau itu, ia dan komplotannya menemukan kapal De Geldermalsen, kapal buatan 1746. Kapal itu milik perusahaan dagang Belanda VOC. Biasa mengarungi rute Guangdong - Belanda. Selain membawa teh, kapal itu juga memuat emas dan keramik berkualitas tinggi. Menurut literatur, pada 1752 kapal tersebut tenggelam.

Pada 1986 itu Hatcher berpesta pora. Bersama komplotannya, ia berhasil mengangkat ratusan batangan emas dari kapal tersebut. Juga sekitar 140.000 potong keramik yang teridentifikasi berasal dari masa Dinasti Ming dan Qing. Harta karun jarahan sindikat Hatcher itu kemudian dijual lewat Balai Lelang Cristie, Amsterdam. Hasil lelang sungguh mengejutkan, mencapai 15 juta dollar.  Sebuah penerbit Inggris memublikasikan kisah petualangan dan temuan Hatcher itu dalam The Nanking Cargo (1987). Ini karena transaksi perdagangan VOC berlangsung di Nanking, Tiongkok.

Karena hasilnya sungguh fantastis, maka barang dan hasil penjualan diperebutkan oleh tiga negara. Indonesia menganggap lokasi kapal tenggelam berada di perairan Bintan Timur, Riau. Tiongkok mengganggap benda-benda itu harta nenek moyang mereka. Sementara menurut Belanda, merekalah ahli waris kapal tersebut. Lagi pula lokasi temuan kapal berada di perairan internasional.  Karena Indonesia dan Tiongkok kurang bukti untuk mempertahankan argumennya, akhirnya kedua negara tidak mendapat satu sen pun. Hatcher sungguh beruntung.

Berulah lagi

Belum puas dengan De Geldermalsen, Hatcher berulah lagi. Pada 1999 Hatcher menyewa beberapa ahli arkeologi mancanegara untuk mempelajari arsip-arsip VOC. Salah satu catatan penting adalah informasi tentang kapal Tek Sing yang tenggelam pada 1822 di Selat Gelasa, Bangka-Belitung. Kapal Tek Sing merupakan sisa-sisa dari sebuah junk Tiongkok berukuran 50 meter x 10 meter dengan bobot sekitar 1.000 ton. Dikabarkan kapal itu berlayar dari Xiamen menuju Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun