Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Melihat Alat Cetak Uang Kuno di Museum Nasional

26 Juli 2019   21:24 Diperbarui: 26 Juli 2019   21:30 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alat cetak uang kuno terbuat dari kayu (Dokpri)

Pagi itu, sekitar pukul 06.20 Pak Barus, begitulah saya dan teman-teman memanggil, mengirim pesan, "Nanti kami pengurus asosiasi numismatik mau silaturahmi ke Museum Nasional sambil melihat koleksi numismatik Museum Nasional. Siapa tahu bisa sambil penjajakan kerja sama dengan Museum Nasional buat bikin suatu acara." Sekitar pukul 09.00 saya meluncur ke sana. Jarak dari rumah saya ke sana memang sekitar satu jam.

Pak Barus cuma saya kenal lewat WA. Ia aktif mengelola Museum Uang Sumatera di Medan. Ia banyak berbagi pengetahuan tentang kenumismatikan di WAG.   

Begitu saya datang, Pak Barus segera menyambut saya. Di situlah pertama kali saya bertemu muka. Pak Barus datang bersama beberapa numismatis, seperti Pak Teddy, Pak Aldy, dan Pak Indra. Beberapa numismatis lain saya lupa namanya, hehehe...

Beberapa koleksi numismatik di Museum Nasional (Dokpri)
Beberapa koleksi numismatik di Museum Nasional (Dokpri)
Berswafoto

Untuk menunjukkan bahwa kami pernah ke Museum Nasional, kami berswafoto dulu. Gaya anak milenial dong. Di Museum Nasional kami disambut Ibu Nusi dan Ibu Dewi, juga beberapa staf lain. Setelah mengutarakan maksud dan tujuan, kami diajak ke ruang yang memamerkan koleksi numismatik. Mbak Nani, staf Museum Nasional, memandu kami. Mbak Nani sehari-hari menangani beberapa koleksi, satu di antaranya numismatik.

Mbak Nani mengajak kami ke lantai 3. Di beberapa lemari ada sejumlah koleksi. "Wah ini koleksi langka," kata seorang numismatis. Diskusi pun berjalan santai, antara numismatis dengan pengelola museum. Maklum, keduanya memang sama-sama berkenaan dengan koleksi uang.

Selanjutnya kami diajak ke lantai 2. Ada beberapa koleksi koin dan alat cetak uang kuno di tempat itu. Terbuat dari kayu agak panjang. Pak Barus terkagum-kagum, karena museumnya belum memiliki alat cetak uang seperti itu.

Berdiskusi santai tentang numismatik (Dokpri)
Berdiskusi santai tentang numismatik (Dokpri)
MNI

Cukup lama kami berada di ruang koleksi. Sesekali diselingi diskusi dan masukan dari para numismatis. Menurut mbak Nani, koleksi numismatik di ruang ini masih sedikit. Nanti di gedung baru koleksi numismatik lebih beraneka rupa.

Mereka usul agar koleksi numismatik dibuat secara kronologis. Dimulai dari yang namanya alat tukar atau alat barter, seperti manik-manik, cangkang kerang, dan batu. Setelah itu masuk ke zaman kerajaan kuno seperti Mataram, Sriwijaya, dan Majapahit. Kemudian zaman kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, Sambas, dan Gowa. Selanjutnya uang zaman pra-kemerdekaan dan setelah kemerdekaan.

Beberapa numismatis itu berjanji akan memberikan sumbangan kepada Museum Nasional. Terutama beberapa literatur yang diperlukan mbak Nani untuk menambah pengetahuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun