Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ditakut-takuti Polisi Rahasia Belanda, Bahder Djohan Dibilang "Orang Komunis"

22 Mei 2019   10:45 Diperbarui: 22 Mei 2019   10:49 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi Tokoh Bahder Djohan (Dokpri)

Saya cuma tahu Bahder Djohan pernah menjabat Rektor Universitas Indonesia. Tapi ternyata beliau aktif semasa muda dalam berbagai organisasi. Hal ini saya ketahui setelah mengikuti acara Diskusi Tokoh Bahder Djohan di Museum Sumpah Pemuda, Selasa, 21 Mei 2019. Banyak hal lagi tentang tokoh tersebut terungkap dari narasumber Pak Asvi Warman Adam dan Pak Rushdy Husein. Kegiatan diskusi dimoderatori oleh Pak Bondan Kanumoyoso dari Departemen Sejarah FIB UI.

Bahder Djohan adalah teman sekolah Moh. Hatta semasa di Padang. Keduanya lahir pada 1902 dan sama-sama menjadi anggota Jong Sumatranen Bond pada 1918. Mereka kemudian merantau ke Jakarta. Bahder belajar di Sekolah Dokter STOVIA mulai 1919, sedangkan Hatta di Sekolah Dagang Prins Hendrik School. Namun setiap Sabtu sore dengan bersepeda, Hatta hampir selalu datang ke Asrama STOVIA menemui Bahder. Dalam pertemuan itu mereka membicarakan banyak hal terutama menyangkut organisasi dan masa depannya.

"Mereka sudah berpikir seandainya Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Sekar Rukun, dll itu bergabung menjadi Jong Indie. Keduanya juga berencana membuat majalah Malaya agar bahasa Melayu dapat menjadi alat komunikasi sesama anak bangsa, walaupun ini tidak tercapai. Waktu itu Jong Sumatranen Bond sudah menerbitkan majalah Jong Sumatra tetapi berbahasa Belanda," kata Pak Asvi.

Dari kiri Pak Rushdy, Pak Bondan, dan Pak Asvi (Dokpri)
Dari kiri Pak Rushdy, Pak Bondan, dan Pak Asvi (Dokpri)
Kongres Pemuda

Masih menurut Pak Asvi, Bahder menjadi wakil ketua Kongres Pemuda pertama 1926. Pada kesempatan itu ia menyampaikan makalah dalam bahasa Belanda yang diterjemahkan menjadi "Kedudukan Wanita di Tengah Masyarakat". Bahder juga menghadiri Kongres Pemuda kedua 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda.

Bahder lulus menjadi dokter pada 1927 lalu bekerja di CBZ, sekarang RSCM. Ia cukup sering menulis tentang masalah kedokteran di jurnal ilmiah. Bahkan kemudian ia peduli dengan istilah bahasa Indonesia untuk bidang kedokteran.

Pada 1930 ia menikah. Namun para undangan ditakut-takuti polisi rahasia Belanda bahwa yang menikah itu "orang komunis". Lagu Indonesia Raya dikumandangkan pada pesta pernikahan itu. Demikian cerita Pak Asvi.

Pak Bahder Djohan (Dokpri)
Pak Bahder Djohan (Dokpri)
STOVIA

Cerita lain datang dari Pak Rushdy. Pada 9 Desember 1917 di Gedung STOVIA berdiri Jong Sumatranen Bond. Dalam kongres 1919 terpilih Amir (ketua), Bahder (sekretaris), dan Hatta (bendahara).

Bahder, kata Pak Rushdy, pernah menjadi ketua PMI cabang Jakarta. Pernah juga menjadi anggota KNIP 1949-1954. Bahkan pernah ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Kabinet Natsir (1950-1951) dan Kabinet Wilopo (1952-1953).

Jabatan lain yang pernah beliau pegang Direktur CBZ yang sekarang menjadi RSCM. Presiden (Rektor) Universiteit Indonesia ia jabat pada 1954-1958.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun