Mohon tunggu...
Ucu Nur Arief Jauhar
Ucu Nur Arief Jauhar Mohon Tunggu... Aktor - Pengangguran Profesional

Tak seorang pun tahu kegelisahanku, kerna tak seorang pun dapat melihat apa yang aku lihat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apakah KI Banten Sudah Jadi Pelindung Pertama Koruptor di Banten?

28 Juli 2015   19:27 Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:09 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Legal Standing Pemohon Informasi Publik diatur oleh Peraturan Komisi Informasi (Perki) No 1 tahun 2013. Posisi peraturan ini jauh di bawah Undang-Undang yang berfungsi menjadi penjelas dan pelengkap dari UU No 14 Tahun 2008. Bukan jadi pemersulit dan hambatan bagi penerapan UU itu sendiri. 

Legal standing atau personae standi in judicio (repot amat bacanya) berfungsi agar hanya mereka yang mempunyak hak yang dapat mengajukan sengketa atau gugatan. 

Dalam konsideran Informasi Publik sudah dinyatakan "hak memperoleh informasi merupakan Hak Azasi Manusia". Artinya hak itu sudah melekat kepada manusia begitu brojol dari lahir, tanpa perlu keterangan ini-itu. 

Hal ini dipertegas di Pasal 2 ayat (3) UU No 14 tahun 2008 yang berbunyi: "Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana".

Penolakan sengketa Informasi Publik oleh KI Banten karena Legal Standing LSM tidak berbadan hukum/AD-ART nya tidak disahkan Kementerian Hukum dan HAM terlihat mengada-adakan. Karena proses permohonan Informasi Publik itu dapat diulang melalui Permohonan Informasi Publik perorangan. Legal Standing-nya cukup salinan KTP.  Sehingga pada hakekatnya, Informasi Publik itu tetap harus diberikan. 

Maka akan timbul prasangka buruk, KI Banten seolah mengulur-ngulur waktu dengan cara yang tidak sederhana. Tentu hal ini bertentangan dengan Pasal di atas.

 

Berlanjut pada prasangka buruk, tindakan KI Banten ini sepertinya menjauh dari tujuan yang dicantumkan dalam konsideran: "mengoptimalkan pengawasan Publik terhadap penyelenggaraan negara". Dan dipertegas dalam Pasal 3 huruf d: "mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggung-jawabkan".

Kesadaran manusia Indonesia akan hak perseorangan berpartisipasi aktif dalam mengawasi Penyelenggaraan Negara masih sangat rendah. Umumnya masyarakat berpikir hak itu hanya milik LSM/NGO/Ormas saja. Membatas Informasi Publik dengan dalih tidak mempunyai Legal Standing akan menggiringi prasangka buruk, ada apa dengan KI Banten? Apakah hal ini sengaja dicari-cari untuk membatasi Informasi Publik yang dapat menjadi dasar bentuk pengawasan Publik terhadap Penyelenggaraan Negara? 

Terlebih masih segar dalam ingatan, bagaimana Kabiro Humas terdahulu (Diskusi Publik KIP di Hotel Ratu) pernah mengatakan, "Kalau tujuan permohonan Informasi Publik itu digunakan untuk melengkap dasar kajian Dugaan Korupsi, akan ditolak KI Banten". Pernyataan Karo Humas ini diamini oleh Komisioner KI Banten terdahulu yang juga jadi narasumber acara itu. Padahal tidak ada satu aturan, bahkan hingga tingkat Peraturan Desa pun tidak mengatur untuk apa kajiannya.

Logikanya cukup sederhana. Jika kegiatan itu dilaksanakan dengan benar, kecuali persoalan pertahanan dan keamanan, apa yang dapat membahayakan negara? Membahayakan pejabat yang mengkorupsi kegiatan itu, ya pasti benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun