Mohon tunggu...
Djasli Djosan
Djasli Djosan Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mantan redaktur dan reporter RRI, anggota Dewan Redaksi majalah Harmonis di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Untuk Apa Istilah Asing Itu?

8 November 2015   19:44 Diperbarui: 8 November 2015   19:58 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salah satu butir Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 berbunyi: Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Kata 'menjunjung' berarti memuliakan dan mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, sesuai dengan aturannya. Akhir-akhir ini banyak orang yang menggunakan bahasa Indonesia menyimpang dari aturan yang ada. Kata 'pertandingan' diganti dengan 'laga'. Begitu juga 'berkendaraan' diganti dengan 'berkendara'.Banyak lagi kata-kata lain yang penggunaannya sudah menyimpang dari yang seharusnya.

Yang lebih disayangkan kecendrungan banyak kalangan menyelipkan kata-kata bahasa Inggeris dalam percakapan, wawancara dan memberikan keterangan. Ini mengingatkan kita pada awal-awal Indonesia merdeka, banyak kaum cerdik pandai menyelipkan kata-kata bahasa Belanda. Tujuannya tidak lain untuk menunjukkan dirinya orang terpelajar.

Ment alitas seperti itu muncul lagi dalam bentuk menyelipkan kata-kata bahasa Inggeris. Seorang pembawa acara kuliah Subuh sebuah stasiun TV dengan bangga mengatakan, “Kita harus mengexplore, makna surah yang dibacakan tadi.” Padahal ada kata dalam bahasa Indonesianya yaitu 'menggali'. Seorang budayawan mengingatkan, bahwa kita harus 'aware' untuk tetap memelihara kebudayaan kita. Padahal dengan menggunakan kata “sadar' tidak akan mengurangi makna pesan yang disampaikan.

Tentu saja boleh menggunakan istilah asing kalau memang belum ada bahasa Indonesianya. Istilah-istilah asing masih banyak ditemukan dalam membicarakan masalah teknik, kedokteran dan hukum.

Kesimpulannya, selagi masih ada bahasa Indonesianya, gunkanlah itu. Jangan menggunakan istilah asing, hanya untuk menyuruh orang menganggap diri kita pandai dan terpelajar. Contohlah Bung Hatta yang sangat fasih berbahasa Belanda. Tetapi ketika berbahasa Indonesia, ia sepenuhnya menggunakan kata-kata Indonesia. Kecuali terpaksa, karena belum ada bahasa Indonesianya.

Kesadaran untuk kembali menggunakan bahasa Indonesia, khususnya istilah perlu dimiliki oleh pejabat-pejabat publik, penyelenggara-penyelenggaran siaran radio dan TV. Judul-judul acara sebaiknya dalam bahasa Indonesia. Kalau belum ada, carikan istilah Indonesianya. Misalnya, 'Melawak Sendiri Sambil Berdiri' untuk pengganti 'Stand Up Comedy'. Untuk lebih tepatnya kan bisa berkonsultasi dengan Pusat Pengembangan Bahasa. Kalau memang menjunjung bahasa persatuan, gunakanlah sepenuhnya, jangan dicampuraduk dengan istilah asing.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun