Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

[Jelajah Tiongkok] Menggapai Cinta di Tembok Cina

30 April 2017   09:42 Diperbarui: 30 April 2017   13:15 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bertandang ke Tiongkok tak lengkap rasanya bila melewatkan Tembok Cina begitu saja. Namun demikian, yang namanya Tembok Cina alias Great Wall itu terdiri dari ratusan segmen, beberapa diantaranya seperti Badaling, Mutianyu, Jinshanling, Simatai, dan Huanghuacheng. Saya sendiri memilih Simatai karena masih relatif jarang dikunjungi dan katanya masih alami, belum ada sentuhan renovasi atau pemugaran seperti di Badaling yang ramai turis.

Sisa Penampakan Tembok yang Masih Alami (Dokpri)
Sisa Penampakan Tembok yang Masih Alami (Dokpri)
Mengingat perjalanan bisa memakan waktu lebih dari tiga jam sesuai petunjuk mbak Google, pagi-pagi sekali di tengah dinginnya cuaca (sekitar 8 derajat Celcius) saya berangkat menuju terminal bis Dongzhimen menggunakan Subway. Dari terminal ini kita naik bis 980 (biasa atau express) menuju kota Miyun, lalu dilanjutkan naik bis Mi 51 ke Gubei Water Town. Sempat bingung juga karena susah menjelaskan ke supir untuk bayar kas, akhirnya pakai kartu Yikatong yang ditap, walau agak was-was karena saldonya tinggal 19 Yuan, padahal ongkos bis 17 Yuan.

Kota Kecil Miyun yang Tampak Modern (Dokpri)
Kota Kecil Miyun yang Tampak Modern (Dokpri)
Setelah satu jam lebih sepuluh menit bis tiba di kota Miyun, namun saya sempat bingung karena tidak ada petunjuk dalam bahasa Inggris untuk turun dan nyambung ke bis Mi 51. Akhirnya saya diam saja sampai ke terminal terakhir kita disuruh turun sama supir bus. Begitu turun saya langsung dikerubungi calo-calo menawarkan entah kemana karena tidak mengerti bahasanya. Saya diamkan saja dan melangkah ke tepi jalan sambil tetap bingung. Sambil menunjukkan kartu Yikatong, saya ditunjukkan satpam untuk menuju ke sebuah gedung di samping terminal untuk isi ulang. Rupanya masih tersisa saldo 11 Yuan, jadi ongkos tadi dikorting 50%, sehingga saya tinggal isi 20 Yuan lagi.

Gedung Terminal Miyun tempat Mengisi Yikatong (Dokpri)
Gedung Terminal Miyun tempat Mengisi Yikatong (Dokpri)
Kebingungan muncul lagi saat menunggu bis Mi51, tak ada yang bisa menjelaskan dalam bahasa Inggris. Saya cuma bisa melihat bus-bus seperti nangkring di pool dan ada nomor 51. Segera saja saya menyeberang dan berusaha naik bus itu, tapi ditolak supirnya sambil menunjuk ke arah luar. Saya yang bingung akhirnya masuk ke pool dan bertanya dimana tempat menunggu. Dengan bahasa tarzan, ibu di dalam pool menunjuk ke arah halte di luar pool, sayapun segera berlari keluar menanti bis datang.

Pemandangan Perkampungan Pedalaman TIongkok (Dokpri)
Pemandangan Perkampungan Pedalaman TIongkok (Dokpri)
Tak berapa lama bis Mi51 datang dan hanya terlihat angka 51 saja, sisanya huruf Mandarin semua. Saya katakan pada supir hendak ke Simatai, dan sepertinya supir paham kalau kita hendak ke Great Wall. Perjalanan memakan waktu satu seperempat jam melalui jalan desa yang sunyi namun bersih dan asri, disertai pemandangan musim semi dimana tanaman mulai tumbuh. Sampai di depan pintu masuk Gubei Water Town, supir memberi tanda untuk turun, dan sayapun mengikuti petunjuknya untuk berjalan ke arah bawah.

Kanal Membelah Gubei Water Town (Dokpri)
Kanal Membelah Gubei Water Town (Dokpri)
Untuk masuk ke Simatai Great Wall, kita harus melalui Gubei Water Town dan masing-masing punya tarif tersendiri maupun combo. Saya sendiri memilih combo karena tanggung kalau hanya sekedar menikmati Great Wall saja. Gubei Water Town sendiri merupakan kota buatan di tepi aliran sungai yang didesain seperti di Venesia, namun hanya satu aliran sungai saja yang melalui kota tersebut. Desain bangunannya sangat kental aroma tradisional Tiongkok, hampir tidak tampak bangunan modern di kota kecil tersebut. Di tengah kota membelah prit kecil yang bersih.

Gerbang Masuk Gubei Water Town (Dokpri)
Gerbang Masuk Gubei Water Town (Dokpri)
Untuk menuju Great Wall lumayan jauh bila berjalan kaki, sehingga saya naik shuttle bus yang berbentuk seperti angkot untuk menuju kaki bukit. Dari situ kita diberi pilihan mau berjalan kaki selama 45 menit, atau naik kereta gantung selama 7 menit saja, tentunya dengan tarif lumayan mahal 160 Yuan untuk pulang pergi. Saya memilih naik kereta gantung mengingat waktu terbatas dan tiba di sana sudah menjelang Zhuhur. Benar seperti kata google, segmen Simatai benar-benar sepi, hanya ada sekitar 10 orang saja saat saya tiba di atas. Itupun satu persatu turun sehingga bisa bebas mengambil gambar tanpa latar manusia.

Pintu Masuk Tangga Menuju Great Wall (Dokpri)
Pintu Masuk Tangga Menuju Great Wall (Dokpri)
Ratusan Gembok Cinta Tergantung di Pagar (Dokpri)
Ratusan Gembok Cinta Tergantung di Pagar (Dokpri)
Menjelang tiba di puncak, ratusan gembok cinta terpasang di pagar jalan menuju tembok. Warnanya sebagian besar merah dan beberapa berbentuk pink, hampir semua dalam bahasa Mandarin sehingga sulit dimengerti apa isinya. Rupanya ada kios khusus yang menjual gembok tersebut dan penjaga kios menjelaskan bahwa tulisan tersebut merupakan bentuk pernyataan cinta sepasang kekasih yang mendaki tembok. Jadi buat para jomblo yang ingin menyatakan cinta, disinilah tempat yang tepat untuk mengabadikannya. Ibaratnya, berjuang mendapatkan cinta setara sulit dan lelahnya mendaki Tembok Cina alias Great Wall.

Menara Pengawas Great Wall (Dokpri)
Menara Pengawas Great Wall (Dokpri)
Daleman Menara Pengawas (Dokpri)
Daleman Menara Pengawas (Dokpri)
Setiba di puncak, tampak sekali bagian tembok yang masih tersisa dan belum tersentuh perbaikan sama sekali. Benar-benar alami peninggalan masa silam. Hanya ada seorang penjaga yang mengamati gerak gerik turis untuk tidak melakukan pelanggaran seperti mencorat coret atau membawa batu tembok. Pemandangan bervariasi antara pegunungan dan lembah yang dihiasi rerumputan di musim semi. Sejauh mata memandang tampak bentangan tembok hingga batas cakrawala, menandakan betapa panjangnya tembok tersebut melindungi Tiongkok dari serangan asing.

Bentangan Tembok Cina (Great Wall) (Dokpri)
Bentangan Tembok Cina (Great Wall) (Dokpri)
Hampir satu jam saya menikmati puncak Great Wall sebelum kembali turun menuju Gubei Water Town. Setiba di bawah, saya berkeliling kota kecil tersebut sambil beberapa kali mengambil foto sebelum naik shuttle bus kembali ke depan. Kotanya lebih banyak berisi kafe dan restoran tempat nangkring, serta guesthouse yang harganya relatif mahal. Uniknya disini, ada waktu kunjungan malam ke Great Wall dari Gubei, padahal di segmen yang lain tidak diperbolehkan berkunjung di malam hari.

Suasana Gubei Water Town (Dokpri)
Suasana Gubei Water Town (Dokpri)
Suasana Gubei Water Town (Dokpri)
Suasana Gubei Water Town (Dokpri)
Sampai di depan saya menunggu bis turis yang mengantar langsung ke Dongzhimen, tidak harus estafet seperti pagi hari. Hanya waktunya terbatas, cuma tiga kali sehari, pagi, sore, dan malam hari sehingga kalau ketinggalan harus menunggu lama. Harganyapun 3 kali lipat dari kita estafet di pagi hari, dan berhentinya di luar stasiun Dongzhimen. Tak sampai setengah jam bus tiba dan para penumpangpun berhamburan naik ke dalam. Beda dengan rute tadi, bus ini langsung masuk tol menuju Beijing tidak mampir ke Miyun lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun