Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pedagang, Hargailah Konsumen Anak Kecil

11 September 2018   09:38 Diperbarui: 11 September 2018   09:51 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemarin, saya minta tolong anak saya untuk membelikan buah mangga sekilo mumpung lagi diskon di warung tetangga. Pas pulang, alangkah kagetnya saya karena ternyata mangga diskonan tersebut sudah terlalu matang untuk tidak mengatakan nyaris busuk. "Tolong kembalikan dan kasih tahu ya, jangan mentang-mentang anak kecil seenaknya dikasih buah busuk begini," saya titip pesan ke anak untuk mengembalikan buah tersebut.

Untunglah, pedagang tersebut mau mengembalikan uangnya, sambil tetap mencoba menawarkan harga yang lebih mahal untuk produk mangga yang masih segar. Tapi karena sudah telanjur BT, anak saya minta uangnya saja dikembalikan, lagipula memang tak saya bekali uang tambahan lagi. Kalau mau tukar dengan yang lebih bagus atau kembalikan uangnya, jangan ditawarkan barang yang lebih mahal, itu namanya pembodohan publik karena menawarkan barang busuk dengan harga diskon.

Lain waktu, anak saya beli martabak dan saya parkir tak jauh dari warung martabak. Lama menunggu anak saya tak kunjung kembali, lalu saya perhatikan ternyata tukang martabak tersebut seperti hanya melayani orang dewasa, karena orang yang datang belakangan tersebut justru tampak sudah selesai pesanannya. Sementara anak saya dari tadi hanya duduk termenung saja melihat orang lalu lalang memesan martabak.

Sayapun meradang dan turun dari mobil mendekati tukang martabak. "Mas, anak saya ini mau beli martabak, koq ga dilayani? Itu orang baru datang koq langsung dibuatkan martabak? Emang anak saya ga bawa duit?" mulut saya langsung meledak tak peduli lagi melihat pemesan lain jadi merasa tak enak hati. Tukang martabak hanya bisa tertunduk malu dan minta maaf. "Enak aja minta maaf, sekarang tolong buatkan atau saya tinggal? Pilih mana?" saya ancam lagi tukang martabak tersebut. "Baik pak, ini lagi saya buatkan," buru-buru tukang martabak menyelesaikan pesanan saya.

Pernah pula anak saya darang ke warung buat beli kerupuk. Sudah berkali-kali kulo nuwun tapi tak satupun batang hidung penjaga warung nongol. Setelah saya samper baru si pedagang keluar dari rumahnya di belakang warung. "Mas, anak saya mau beli, bukan alien," sindir saya. Emang sih cuma beli kerupuk yang nilainya 'cuma' dua ribu Rupiah saja. Tapi yang namanya pembeli ya seharusnya tetap dilayani. Kalau ga mau jual barang murah ya ga usah jualan kerupuk saja. Untung bukan maling yang datang, pasti sudah habis setengah isi warung kalau didiamkan begitu saja.

Kadang juga pedagang memberi kembalian kurang dari yang seharusnya. Mentang-mentang anak kecil yang beli belum mengerti uang, ada saja yang asal ngasih kembalian. Misalnya harusnya kembali sembilan ribu, cuma dikasih tujuh ribu, jadi kurang dua ribu Rupiah. Sampai saya datangi si pedagang dan bertanya langsung harga per item barang. Akhirnya pedagangnya mengaku dan minta maaf kalau kurang kembaliannya.

* * * *

Dua hal tersebut merupakan contoh kecil dimana konsumen anak kecil seringkali diremehkan oleh pedagang, apalagi kalau sedang ramai pembeli. Pedagang mengira anak ini mungkin main-main, atau bisa ditipu karena tidak tahu bentuk produk yang bagus. Padahal modal utama pedagang adalah kepercayaan pembeli. Tanpa kepercayaan bubarlah usaha yang dibangun bertahun-tahun tersebut. Sekali nama rusak seterusnya bakal melekat menjadi stigma di masyarakat kalau si pedagang itu kurang jujur atau buruk pelayanannya.

Bisa jadi, mungkin banyak anak kecil iseng mengerjai pedagang, sehingga ketika ada yang memang hendak membeli beneran, mereka malas-malasan melayaninya. Bisa juga aji mumpung, ada barang nyaris busuk jual saja ke anak kecil, toh dia tidak bisa membedakan mana yang bagus mana yang busuk. Kita juga perlu introspeksi diri untuk mendidik anak bersikap jujur pada pedagang, jangan mempermainkan mereka juga. Selain itu anak juga perlu dibekali sedikit pengetahuan mengenai barang bagus atau barang busuk agar tidak terjadi lagi penipuan oleh pedagang.

Buat pedagang, biasakanlah menghargai konsumen walau anak kecil sekalipun, selama tampak memegang uang berarti memang ingin membli, bukan sekedar iseng mengganggu aktivitas jual beli. Jangan memanfaatkan kesempatan membuang barang busuk pada anak kecil karena mereka pasti akan lapor orang tuanya. Tanpa konsumen, dagangan Anda akan mati membusuk di gudang tak ada yang beli.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun