Ada yang masih ingat nama Pak Doo Ik? Bagi generasi milenial nama tersebut mungkin asing, bahkan bisa jadi baru dengar sekarang. Namun bagi generasi tua nama tersebut sempat mendunia, bukan karena K-Pop atau sejenisnya, tapi sensasinya menghempaskan Italia di Piala Dunia 1966 lah yang membuat namanya meroket, melebihi ketenaran Pele saat menjadi pemain termuda mengangkat Piala Dunia 1958, atau Geoff Hurst yang mencetak hattrick kontroversial di final Piala Dunia 1966.
Kemenangan heroik tersebut bagai cerita legenda David yang berhasil menang melawan Goliath yang jauh lebih kuat. Secara logika matematika, nyaris tak ada cerita tim dari benua yang baru merdeka berhasil mengalahkan tim besar negeri Eropa.
Sensasi Korea Utara nyaris berlanjut ketika melawan Portugal di perempat final. Di separuh waktu babak pertama mereka sudah unggul 3-0, sebelum perlahan tapi pasti Eusebio menipiskan kekalahan menjadi 2-3 saat wasit meniup peluit akhir, itupun satu gol melalui tendangan penalti. Untunglah Portugal punya bintang sekelas Eusebio yang berhasil membalikkan keadaan dengan mencetak dua gol lagi dan Joao Augusto menamatkan perlawanan tim kuda hitam tersebut.
Di samping itu, Korea Utara membuat sejarah menjadi tim Asia pertama yang sanggup melaju hingga perempat final, yang baru terulang 36 tahun kemudian oleh saudara sekandungnya Korea Selatan pada Piala Dunia 2002 di kandangnya sendiri hingga mencapai empat besar. Lagi-lagi Italia jadi korban keganasan Korea di 16 besar setelah kalah 1-2 di perpanjangan waktu lewat gol Ahn Jung Hwan.
Seandainya sepakbola mengikuti logika matematika, seharusnya Jerman menjadi juara dunia karena hingga Juni 2018 masih bertengger di nomor satu ranking FIFA. Nyatanya Korea Selatan malah mengajak Jerman pulang kampung duluan.Â
Baca juga: Kegagalan Jerman (Bukan) Karena Kutukan Juara Dunia
Swedia juga sebenarnya tak pantas jadi juara grup karena pernah kalah dengan Jerman yang menempati posisi buncit di grup. Tapi itulah sepakbola, olahraga penuh drama yang tak selalu sejalan dengan logika. Drama itulah yang justru membuat sepakbola lebih menarik dibanding cabang olahraga lainnya di muka bumi ini.