Mohon tunggu...
Pohon Kata
Pohon Kata Mohon Tunggu... Freelancer - Going where the wind blows

Ketika kau terjatuh segeralah berdiri, tak ada waktu untuk menangis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sama Baiknya

7 Juni 2017   14:52 Diperbarui: 8 Juni 2017   05:07 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada status di Instagram...

Perlakukan aku sebagai tulang rusukmu yaaaa,  Jangan kau jadikan aku tulang punggungmu...

Jelas pemilik akun ini adalah seorang perempuan. Entah sudah menikah atau belum. Yang jelas, ini adalah gambaran harapan dari setiap perempuan terhadap suami. Ketika sudah menikah, pilihan untuk bekerja atau fokus mengurus anak dan suami (menjadi ibu rumah tangga) adalah hal yang dialami perempuan. 

Seperti saya, kebetulan menjadi salah satu perempuan yang selain menjadi ibu rumah tangga juga bekerja. Seringkali terselip rasa iri dengan ibu-ibu lain yang sangat bisa mengatur waktu dengan baik, untuk secara penuh mengurus anak dan suami. Pagi mengantar anak-anak sekolah, sebentar meluangkan waktu bergurau dengan ibu-ibu lain yang juga mengantar anaknya,  berikutnya menjalankan aktifitas yang lain seperti belanja kebutuhan dapur, memasak, bersih-bersih rumah, dan semua itu pastinya dilakukan dengan ikhlas, senang dan penuh cinta. 

Tidak seperti saya. Sangat sulit bersikap idealis bahwa waktu sebagian besar harus untuk keluarga. Seringkali membawa kerjaan yang belum selesai ke rumah, tidak bisa mengantar dan menjemput anak-anak di sekolah, dan pastinya bertemu anak-anak dan suami di rumah pas waktu sudah sore. Bahkan untuk beberapa kejadian, bisa pulang kerja sudah malam.  

Suatu saat saya bertemu dengan teman lama, semasa SMP.  Bukan bertemu  dengan tatap muka. Tapi karena saya dimasukkan ke grup Alumni SMP, kemudian ada yang chat pribadi. Masing-masing teman saling mengucapkan selamat  karena pekerjaannya, karena capaian/prestasi anaknya, dan hal baik lainnya. Terutama teman perempuan. Saling bercerita yang intinya saling menilai bahwa si A lebih enak, si B lebih nyaman, dan banyak lagi. Ada yang bekerja di rumah membuka bisnis kursusan, buka katering, ada yang bekerja di perusahaan swasta, ada yang seperti saya sebagai PNS, ada juga yang tidak menjalankan usaha apapun dengan menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. 

Ternyata, sifat tidak pernah puas memang sifat dasar manusia. Sama seperti saya, yang sangat iri dengan perempuan yang bisa sempurna menjadi ibu rumah tangga, teman saya yang menjadi ibu rumah tangga juga iri dengan saya atau teman yang lainnya yang bisa bekerja membantu suami. Sebenarnya, semua adalah pilihan yang baik. Semua mulia. Dengan kadar pahala masing-masing. Perempuan, ibu adalah cahaya bagi anak-anak dan suaminya. Dengan profesi dan kesibukan apapun. Perempuan diciptakan kuat untuk mendampingi suami menjadi pribadi yang hebat, perempuan adalah ibu yang diharapkan dapat membimbing anak-anaknya menjadi manusia yang hebat kelak. 

Akhirnya saya yakin, dengan keterbatasan waktu dan tenaga yang saya miliki untuk anak-anak dan suami, tidak membuat anak-anak dan suami merasa kurang dengan perhatian dan kasih sayang saya. Mereka sangat mengerti bahwa mamanya, istrinya telah berjuang sebaik mungkin dengan menempatkan keluarga diurutan pertama, dalam hati, ingatan, dan doanya.  

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun