Mohon tunggu...
Dimas Jhawadiningrat
Dimas Jhawadiningrat Mohon Tunggu... -

full time artist

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Stay True

20 Desember 2014   23:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:51 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14190660491455139686

Pukul 18.48, tutup pintu mobil, lalu bersiap pulang kerumah. Karena batre henpon yang udah tiris, jadi terpaksa saya harus nyalain radio buat menemani perjalanan 45 menit kedepan. Di salah satu radio swasta kebetulan ada pembahasan menarik tentang teknologi. “apa teknologi bikin kita bodoh?.” Ummmm... Kalo menurut saya enggak juga ya. Mau bagaimanapun teknologi hanya alat bantu. Kalaupun iya mungkin lebih tepat malas daripada bodoh. Kalo dalam industri kreatif khususnya film animasi, teknologi jadi supporting tools yang penting sekali. Yaaah maklumlah kalo udah masuk ranah industri semua-muanya minta cepet, tapi hasilnya juga harus bagus (BM banget enggak tuh?). Naah disinilah peran teknologi dalam industri kreatif, teknologi jadi semacam cara buat ngakalin BMnya industri, mencapai hasil yang efektif, efisien tapi sekaligus menawan.  Dalam beberapa artikel yang saya tulis ataupun dalam sehari-hari, saya sendiri sering berucap “god bless technology.” Karena saya sendiri adalah orang yang sangat mengambil manfaat (baik & buruknya) dari kemajuan teknologi sekarang ini.

Jadi inget beberapa hari yang lalu saya nonton di Youtube tentang sebuah acara interview denganThe LegendaryJackie Chan. Saya berterima kasih sama Youtube sudah diingatkan, kadang lupa betapa hebatnya Jackie Chan. Jackie Chan adalah seorang aktor, seniman bela diri, sutradara dan produser film asal Tiongkok yang menurut saya adalah salah satu yang terbaik dalam genre aksi komedi.Police Story, Dragon Forever, The Legens of Drunken Masterbuat para fans Jackie Chan judul-judul film tadi pasti udah enggak asing lagi.

Kalo diperhatiin film Hollywood jaman sekarang yang ber-genre komedi-aksi, keliatan hanya sekedar menggabungkan antarascene komedi denganscene aksi dalam satu film. Artinya di beberapascene film ada konten yg berisi komedi dan ada scene yang berkonten aksi. Jadi komedi dan aksi terpisah scene walapun ada dalam satu film. Naaaaah..kenapa Jackie Chan disebut salah satu yang terbaik? Karena the action is comedy itself.Jadi artinyascenekomedi danscene aksi melebur dalam satuscene, dan kalo dipikir-pikir yaa bikinscene aksi sekaligus komedi itu susah lhoo. Menurut saya yang bisa menggabungkan komedi dengan aksi dengan sempurna yaaa cuma si Jackie Chan.

Kenapa Jackie Chan bisa bikin sesuatu yghilarious seperti di film-film nya? Mungkin salah satu kelebihannya karena Jackie Chan sendiri adalah seorang seniman beladiri yang hebat. Setelah berlalunya masa keemasan Bruce Lee, dunia seakan terjangkit semacam sindrom Bruce Lee. Entah karena rindu apa enggak bisamove onyang pasti pada saat itu banyak orang yang meniru gaya orisinal“WATAAAAAA!”nya Bruce Lee, lalu bermunculanlah Bruce Long, Bruce Wei, John Brice, Bruce Lay, dan Bruce2 yang lain. Tapi beda sama para seniman beladiri lain yang mentah-mentah mengadopsi gaya Bruce Lee, Jackie Chan yang sebenarnya jugafans berat nya Bruce Lee enggak mau jadi Bruce Lee. Iyap! Jackie ingin tetap jadi Jackie.

Manusia itu makhluk yang sangat menarik. Banyangin kalo ada beberapa orang yang berbeda, misalnya si A, si B, dan si C. Masing2 dikasihtools yang sama, katakanlah sebuah pensil dan kertas. Kemudian ketiga orang tersebut dapat instruksi yang sama, misalnya “gambarlah seorang wanita!”. Uniknya walaupun mendapat petunjuk yang sama gambar masing-masing peserta akan berbeda satu sama lain, ada yang menggambar wanita dengan hidung mancung, mata bulat, kaki pendek, dada besar, mungkin ada lagi yang menggambar wanita bertato, gigi mancung, rambut keriting, kaki panjang, bibir tebal. Jadi gambar wanita dari masing-masing peserta punya “personality” yang berbeda sesuai dengan pengalaman,logika dandictionary yang ada dalam otak mereka masing-masing. Jadi poinnya adalah tiap manusia adalah unik.

Baik Jackie Chan, Bruce wong, Bruce wei, Bruce lay sama2 punyatools yang sama yaitu seni bela diri. Bedanya Jackie Chan hanya ingin hebih jujur, being honest. Karena beberapa kali pernah main film bareng, kejujuran inilah yang Jackie Chan pelajari dari Bruce Lee. Baik dalam keseharian ataupun dalam film, Bruce Lee enggak ada bedanya. Ya begitulah Bruce Lee, agak tenggil, sedikit arogan, filosofis, berani dan tentunya benar2 seorang seniman beladiri yg hebat. Jadi ternyata rahasianya ya sangat sederhana, baik Bruce Lee ataupun Jackie Chan, mereka lebih jujur.

Karena saya adalah salah satufans nya Jackie Chan, jadi saya seringkepo-in Jackie Chan di Youtube. Dari beberapa sesi wawancara, ternyata karakteristik seorang Jackie Chan memang enggak beda jauh sama hasil karya filmnya. Orangnya ya memang lucu, fun, bersemangat, penuh energi dan sangat gampang membuat audience ketawa dengan cerita-cerita lucunya. Jadi dibilang Jackie Chan adalah seorang komedian secara alamiah. Sekarang jadi masuk akal kenapa Jakie Chan bisa dengan mudahnya bikin scene aksi-komedi. Karena memang begitulah dia. Enggak dibuat-buat.

Nah apa hubungannya teknologi sama Jackie Chan? Jaman sekarang akan lebih sulit buat jadi orisinal/unik. Teknologi sekarang saya lihat jadi godaan yang dasyat. Dengan segala kecanggihan dan kepraktisannya kebanyakan orang jadi manja dan bergantung sama teknologi (enggak mau repot). Manusia jadi terlena dan lama kelamaan menggantungkan banyak hal pada teknologi, dalam hal ini pembuatan film. Lama-lama kok sisi-sisipersonality dan keunikan-keunikan yang bikin Bruce Lee dan Jacie Chan jadi orang besar, kayanya serasa agak ditinggalkan ya? Bisa dihilat dari film Hollywood sekarang yang berlomba-lomba menghasilkan film dengan teknologi yang wah dan terkadang berlebihan (sekarng populer dengan istilah filmComputer Generated Imagery (CGI) atauvisual effect FVX)). Agak bosen sih ngeliatnya apalagi dengan sekarang DC comic vs Marvel yang berlomba-lomba mengeruk uang dengan bikin film-film dengan FVX yang berlebihan. Memang menghibur sih, saya sendiri enggak keberatan kok mengeluarkan 25-50k buat nonton film-film jaman sekarang, tapi lama-lama kok membosankan ya? Atau lebih tepatnya “capek mata gw ngeliat visual efek yang lebay!”

Saya bukannya enggak suka sm FVX ataupun CGI? Enggak mungkin karena saya sendiri adalah bagian dari industri tersebut. Cuma agak ngeri aja sih, seperti yang saya bilang teknologi jadi godaan dasyat banget. Orang jadi berorientasi sm teknologi. Khawatirnya originalitas, keunikan dan personality yang kerasa di film-filmnya Bruce Lee ataupun Jackie Chan udah enggak ada lagi, Jadi semacam inhuman gitu. Memang mereka itu adalah orang dari era lama dan sekarang adalah era baru digitalisasi yang enggak bisa kita hindari, tapi ya jangan segitunyalaaaah. Hal-hal baik dari era dulu kan enggak mesti harus ditinggalkan, malah harus dijaga dan dikasih porsi yang adil di era digital kaya sekarang ini. Kita mesti hati-hati juga karena industri bisa bikin kita jadi enggak kaya orang, tapi kaya mesin. Terjebak sama keseragaman.Everybody can do technology. Enggak gampang sih,but not too hard to learn about technology, apalagi dengan akses informasi yg tanpa batas seperti sekarang. Semua orang bisa belajar dengan mudahnya menggunakan teknologi. Nah terus apa yg membedakan kita sama yang lain kalo semua orang bisa memakai teknologi? Ngambil quotenya karakter The Syndrome di film kartun The Incredibles (2004) “When everyone is super hero..NO ONE will be.” Jadi kalo enggak hati-hati teknologi bisa menghapus sisi-sisi yang menarik dan unik dari manusia.

Mungkin tanpa sadar kita udah beberapa kali diingatkan sama orang-orang dari era dulu, agar jangan terlalu bergantung sama teknologi. Mau bagaimanapun teknologi hanya sebatas perpanjangan tangan dari manusia.Core nya ya manusia itu sendiri. Mau secanggih-canggihnya sosmed jaman sekarang, kontak langsung dengan pelanggan akan tetap jauh lebih efektif, karena akan menumbuhkan keintiman antara penjual dan pelanggannya, yang mungkin akan berlanjut pada loyalitas pelanggan. Sekeren-kerennya tablet yang dikeluarin Wacom, tetep aja enggak ada yang mengalahkan teknologinya Tuhan yang disebut tangan, belum ada yang bisa mengalahkan keluwesan dan kelenturan curve dari tangan kita sendiri, sensasi dari ujung pensil tajam dan tumpul, sensasi ketika ujung pensil bergesekan dengan kasarnya permukaan kertas. Haha terlalu puistis ya? Hahaha..tapi kalo dipikir-pikir bener juga. Kadang detail-detail semacem itu ngasihvalue kecil nan besar manfaatnya buat kita, yang enggak bisa dikasih sama teknologi.

Semoga bermanfaat!Stay true and be human guys!! haha!

Cheeers!!

feel free to visit my personal sites at http://pulaujhawa.wix.com/dimaswysa

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun