Mohon tunggu...
Dimas Anggoro Saputro
Dimas Anggoro Saputro Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer | Content Creator

"Bisa apa saja", begitu orang berkata tentang saya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Terapkan Etika di Dunia Nyata ke Dunia Maya

2 Agustus 2017   08:50 Diperbarui: 2 Agustus 2017   10:59 1575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semua anggota keluarga hadir, namun (today.line.me)

Media sosial. Siapa yang tak mengenalnya? Bagi sebagian besar masyarakat, media sosial adalah kebutuhan khusus yang harus ada di sekitarnya. Media sosial sendiri adalah tempat yang di masa kini menjadi ajang masyarakat untuk bersosialisasi. Lalu, bagaimana jika tak mengenal bahkan tak memiliki akun media sosial? "Ndeso", mungkin kata itu yang akan terlontar di dalam sebuah lingkungan yang telah terpenetrasi media sosial.

Berapa akun media sosial yang Anda miliki? Satu? Dua? Tiga? Atau bahkan lebih? Pengguna internet di Indonesia mencapai 132 juta. Di tahun yang sama, jumlah penduduk Indonesia adalah 257.9 juta. Separuh lebih penduduk adalah pengguna internet. Dapat dipastikan hampir semuanya menggunakan internet untuk mengakses media sosial.

Di zaman teknologi yang serba maju seperti saat ini, bukanlah hal yang mahal untuk memiliki sebuah gawai. Bahkan untuk dapat mengakses internet, tak perlu mengeluarkan uang lebih untuk membeli paket internet data. Sudah banyak bertebaran lokasi yang menyediakan fasilitas akses internet gratis. Ada sebuah ungkapan mengatakan, "Ilmu dan teknologi semakin maju, tetapi peradabannya mundur". Teknologi itu ada, bukan untuk menjauhkan yang dekat tapi mendekatkan yang jauh.

Kita hidup bagaikan hewan amfibi, hidup di dua dunia (dunia nyata & dunia maya). Memiliki gawai hingga memiliki akun media sosial bukanlah hal yang sulit. Yang sulit adalah menerapkan etika di dunia nyata ke dalam dunia maya. Tata krama, sopan santun, guyub, rukun dan gotong royong adalah modal sosial yang sepatutnya kita terapkan ke dalam dunia maya (bermedia sosial). Dari sejak bangun tidur hingga akan tidur lagi, kita selalu bersentuhan dengan media sosial. Bahkan, di dalam rumah sekalipun. Sehingga yang tadinya teknologi untuk mendekatkan, justru menjauhkan yang dekat. Hal itu mungkin tidak akan pernah terjadi jika di dalam sebuah keluarga berlaku aturan tegas. Tak hanya aturan tegas dalam menggunakan gawai dan bermedia sosial, tapi di segala aspek.

Lalu, bagaimana caranya? Setiap orang, setiap keluarga pasti memiliki cara sendiri-sendiri. Semua tergantung kebutuhan dari keluarga tersebut. Keluarga satu dengan keluarga lainnya pasti memiliki perbedaan.

BAD WORDS

Secara sadar atau tidak sadar, kita sering menggunakan media sosial tidak pada tempatnya. Seperti, mengumbar masalah pribadi dan keluarga sendiri. Hasrat utamanya adalah ingin membuat suatu postingan, entah itu status maupun kicauan. Tetapi terkadang tanpa disadari maupun sadar, postingan dan kicauan tersebut merupakan curhatan si empunya akun media sosial. Salah satu fungsi media sosial memanglah untuk berbagi, namun bukan berarti mengumbar masalah pribadi dan keluarga sendiri. Berbagilah konten positif yang berisi informasi akurat dan utuh. Lewat postingan dan kicauan, terkadang kita justru berkata hal buruk. Menyindir orang lain melalui status media sosial. Lebih parah lagi adalah, berkomentar kasar.

Sosial Media Bukanlah Gudang Dokumentasi Pribadi

Kita pastinya tak ingin ketinggalan sebuah momen berharga. Yang pada hakekatnya momen tersebut hanya terjadi sekali dalam waktu tertentu dan tidak bisa diulang. Terlebih ketika sepasang suami-istri telah dianugerahi sebuah keturunan, anak. Seolah-olah kedua orang tuanya tak ingin ketinggalan tumbuh kembang si anak dan ingin berbagi kepada khalayak ramai di media sosial. Yang tadinya dokumentasi seharusnya menjadi konsumsi pribadi, kini menjadi konsumsi publik. Yang tadinya hanya ingin berbagi, dianggapnya pamer oleh khalayak ramai media sosial. Memposting foto secara berlebihan di media sosial bukanlah hal yang baik, bahkan berbahaya! Sudah banyak terjadi kasus perdagangan bayi di dunia maya, yang mana perdagangan itu dilakukan dengan cara mencomot foto dari akun media sosial orang lain. Penculikan, yang mana aksi tersebut dilakukan berdasar data yang didapatkan dari scan barcode unggahan foto tiket sebuah perjalanan seseorang. Di mana di dalam barcode tersebut berisikan data-data penting pemilik perjalanan. Bagaimana kalau itu terjadi pada Anda dan keluarga Anda?

Dahulukan Otak, Bukan Jempol

Di era digital ini berbagi sesuatu itu sangatlah mudah, cepat, bahkan melebihi kecepatan berkedip manusia. Itu semua ada karena internet dan media sosial. Ketika tombol 'berbagi' ditekan, tersebarlah informasi tersebut kepada teman-teman kita yang berada di seputaran kita. Namun, kecepatan menekan tombol 'berbagi' terkadang lebih cepat daripada kecepatan otak dalam berpikir dan menelusuri validitas informasi. Seakan-akan jempol telah memiliki otak sendiri. Menelusuri informasi untuk mengetahui informasi tersebut benar adanya atau hoaks bukanlah hal yang sulit, apalagi lama. Ingat, ini era digital, jadilah smart people dalam 'memainkan' smart phone (gawai) Anda. Alangkah lebih baik jika dalam berbagi, kita membagikan sesuatu yang positif. Membagikan informasi yang akurat, utuh dan kredibel. Selain bermanfaat bagi diri sendiri, hal itu juga bermanfaat bagi khalayak ramai.

"Apa yang kamu bagikan di akun media sosialmu, mencerminkan siapa kamu", anonim.

Berada di dunia maya itu sah-sah saja, boleh-boleh saja. Tapi jangan dilupakan bahwa kita itu hidup di dunia nyata. Berada di dunia maya terlebih di media sosial dapat membuat kita lupa akan segalanya, bahkan lupa dunia, dunia nyata. Kita lupa waktu, lupa kewajiban, lebih parahnya lupa dengan keluarga. Saking asiknya bermain media sosial, kita lupa bahwa memiliki keluarga yang harus diperhatikan. Nafkah secara lahir bisa jadi sudah terpenuhi, bahkan lebih.

Alasan pekerjaan terkadang menjadi senjata pamungkas menampik ajakan keluarga untuk bercengkrama. Masih nego sama klien lah, urusan kantor belum selesai lah, masih banyak lagi. Raganya ada, hadir. Namun entah dirinya berada di mana. Sesekali cobalah untuk meningalkan segala gawai yang kita miliki kemudian ajak sekeluarga untuk menikmati hari keluarga. Kalau perlu pergi ke tempat yang tidak terjangkau oleh sinyal telepon. Nikmati saat-saat bercengkrama dengan keluarga kita, selagi kita dan mereka masih ada. Jangan sampai dikemudian hari sesal menjadi jurang kematian bagi kita yang masih hidup. 

Mari kita renungi sejenak tentang media sosial dan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun