Mohon tunggu...
Dilla Zhafarina
Dilla Zhafarina Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Aku adalah riak rasa yang tak bersuara

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ironi Kekayaan Alam di Sumbawa Besar

29 Maret 2013   08:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:02 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Siapa yang tidak tahu dengan Revolusi Hijau, sebuah gagasan yang mengangkat Indonesia di mata dunia dan Pak Harto, Presiden Indonesia waktu itu, mendapatkan penghargaan PBB karena swasembada pangannya. Tetapi Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani. Dengan begitu Pembangunan yang selama ini bias darat tidak sesuai dengan dalil Pancasila yang menyebutkan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Lalu bagaimana dengan Revolusi Biru yang terabaikan di saat orang-orang menggaungkan Revolusi Hijau? Revolusi Biru harus menjadi perhatian khusus, karena jika hanya Revolusi Hijau yang menjadi perhatian, generasi mendatang kemungkinan besar takkan bisa menikmati hasil laut seperti kita sekarang ini dan nelayan takkan pernah hidup sejahtera. Semua bisa dimulai dari pembelajaran sejak dini pada pelajar secara lebih spesifik dan sosialisasi pada nelayan tentang cara mencari ikan yang baik kemudian adanya pengawasan lebih ketat seperti oprasi polisi pada daerah rawan pengeboman laut.

Kekayaan sumber daya alam kelautan Indonesia bisa dikatakan berlimpah. Sebagian wilayah perairan Indonesia adalah pertemuan dari arus Samudra Pasifik dan Samudra Atlantik sehingga menghasilkan laut yang subur dengan keanekaragaman hayati yang juga melimpah. Kekayaan ini terbukti dari hasil perikanan laut Indonesia.  Terutama di bagian Nusa Tenggara Barat khususnya Pulau Sumbawa. Perlu diketahui bahwa Sumbawa termasuk dalam wilayah “Coral Triangle” yang merupakan pusat Keanekaragaman hayati terumbu karang dunia dan 25% jenis ikan dari seluruh dunia ada di sini. Banyaknya spesies ikan di Pulau Sumbawa sangat dipengaruhi dengan banyaknya terumbu karang. Hal itu disebabkan karena karang adalah tempat tempat tinggal dari berbagai macam species ikan tersebut.

Secara umum karang adalah hewan tidak bertulang yang termasuk dalam kelas Coloenterata (hewan berongga). Satu individu karang berukuran mikroskopis disebut polip. Tiap satu polip karang bersimbiosis dengan alga bernama zooxanthelae yang tumbuh di dalamnya. Zooxanthelae yang dapat melakukan fotosintesis menyebabkan karang itu berwarna. Warna-warna inilah yang menyebabkan manusia mengagumi karang. Sedangkan terumbu adalah hasil dari metabolism ribuan hewan karang, yakni zat sisa berupa endapan zat kapur. Fungsi Terumbu karang bagi ikan adalah sebagai tempat hidup, tempat berlindung, juga tempat membersihkan diri. Ikan mengosok-gosokan badanya pada karang supaya kotoran yang terdapat pada tubuh ikan menghilang. Kotoran itu berupa lumut, ganggang atau fitoplankton yang merupakan makanan untuk polip (individual dari trumbu). Selain itu karang juga berfungsi sebagai tempat pemijahan ikan. Jadi, kehidupan ikan sangat bergantung pada keberadaan karang, demikian sebaliknya.

Namun kenyataan yang dapat di lihat sekarang sangatlah menyedihkan. Tak sedikit terumbu karang yang sudah rusak. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut terjadi. Diantaranya adalah perubahan iklim dan penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan potassium. Seperti yang diketahui, perubahan iklim yang telah terjadi dalam 2 tahun terakhir ini yang mengakibatkan memanasnya suhu air laut, itu akan berdampak pada terumbu karang dan pada akhirnya akan membuat jumlah ikan menyusut. Sedangkan penangkapan ikan dengan bom dan potassium yang sedang menjadi tren para nelayan tidak bertanggung jawab bisa mengakibatkan pemutihan karang. pemutihan karang itu terjadi karena polip tidak betah lagi hidup di celah-celah karang, bisa karena pencemaran air laut, intensitas cahaya kurang akibat sedimentasi, dan rusaknya karang tersebut. Seperti yang telah dijelaskan di atas, polip hidup bersimbiosis dengan alga (pemberi warna pada karang), maka jika tidak ada polip alga juga pergi lalu karang menjadi putih.

Jika terumbu karang sudah rusak, maka hal tersebut akan berdampak pada kehidupan nelayan khususnya di Sumbawa. Selama ini nelayan hanya bergantung pada kondisi alam. Semenjak dimulainya cuaca ekstrim,Frekuensi melaut nelayan tradisional dengan kapal berbobot mati di bawah 5 ton dari biasanya 240-300 hari menjadi hanya 160-180 hari per tahun Pendapatan nelayan tradisional turun 50-70 persen, hanya mendapatkan Rp 0-Rp 40.000. Selain itu banyak pula nelayan yang tidak pernah diketahui keberadaannya lagi akibat nekat melaut pada saat gelombang tinggi serta tak sedikit pula yang ditemukan tapi sudah tidak bernyawa lagi. Ditambah lagi dengan rusaknya terumbu karang yang mengakibatkan berkurangnya jumlah ikan di laut, maka nasib nelayan yang tidak bersalah akan sangat tragis.

Dengan semua bukti-bukti di atas, sudah jelas keadaan ekosistem laut harus segara menjadi perhatian khusus. Kabupaten Sumbawa adalah salah satu kabupaten yang dimiliki Provinsi Nusa Tenggara Barat yang menyimpan potensi sumberdaya pesisir dan kelautan, baik hayati ataupun non-hayati yang cukup besar dan sangat menjanjikan untuk di kelola. Namun semua menjadi percuma saat orientasi atau pola fikir yang lebih menonjol pada sumberdaya daratan (land based orientation) daripada orientasi pengembangan sumberdaya pesisir dan kelautan (ocean based orientation). Kerusak laut akan berdampak bagi kehidupan nelayan. Nelayan merupakan masyarakat marjinal yang amat subsisten. Tanpa intervensi yang memadai selama ini akibat paradigma pembangunan yang bias darat, nasib mereka tak beranjak ke atas.

Semuanya bisa dimulai dari pembelajaran sejak dini pada pelajar secara lebih spesifik dan sosialisasi pada nelayan tentang cara mencari ikan yang baik. Selama ini pelajar hanya belajar secara umum tentang biota laut, mungkin dengan pembelajaran secara khusus para pelajar bisa membagi ilmunya pada orang-orang disekitarnya tentang bahaya Bom dan potassium. Sosialisasi pada para nelayanan juga sangat perlu dilakukan. Dengan memberitahu dampak penggunaan bom dan potassium pada kehidupan yang akan datang mungkin bisa menumbuhkan kesadaran akan nasib anak cucu mereka jika mereka menggunakan bom dan potassium sebagai jalan pintas menangkap ikan. Kemudian adanya pengawasan lebih ketat seperti operasi polisi pada daerah rawan pengeboman laut. Selama ini para nelayan yang mengambil ikan dengan bom dan potassium tidak pernah mendapat hukuman. Jika terus begini maka akan banyak nelayan-nelayan lain yang mengikuti jejak kotor ini. Karena itu diperlukan pengawasan lebih ketat lagi di daerah-daerah rawan penggunaan bom dan potassium.

Saya berharap Revolusi Biru ini dapat terlaksanakan di Sumbawa. Mari kita mulai dari hal kecil seperti untuk teman-teman seumuran saya supaya jangan mengotori laut. Karena dari hal kecil itu hal-hal besar dapat terjadi.  Alam sudah menyediakan segala sesuatunya untuk semua makhluk di bumi termasuk Manusia, dan ketika manusia merusaknya bukankah sudah menjadi tanggung jawab untuk memperbaiki sebatas kemampuan yang telah diberi oleh Tuhan? Ayo kita mulai dari lingkungan sekitar kita. Berjayalah Revolusi Biru!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun