Mohon tunggu...
Didno
Didno Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Youtuber

Guru yang suka ngeblog, jejaring sosial, nonton bola, jalan-jalan, hobi dengan gadget dan teknologi. Info lengkap didno76@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inilah Suka Duka Penulis Ijazah

9 Agustus 2015   07:54 Diperbarui: 9 Agustus 2015   07:54 3895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Penulisan Ijazah"][Ijazah]

Mungkin saat ini banyak orang yang mempermasalahkan lambatnya pemberian ijazah kepada para pelajar di berbagai jenjang pendidikan dari tingkat SD, SMP, atau SMA yang sederajat di seluruh Indonesia.   

Tetapi kalau dirunut alurnya memang panjang, mulai dari lambannya proses pencetakan dan distribusi pengiriman ijazah dari Dinas Pendidikan melalui sektor atau Dinas Pendidikan Kecamatan hingga sampai ke sekolah.

Belum lagi proses penulisan ijazah tidak seperti menulis lembar biasa yang kalau salah bisa dihapus menggunakan penghapus pulpen atau correction pens.

Pada kesempatan ini saya akan berbagi cerita suka dan dukanya menulis ijazah yang pernah saya alami selama bertahun-tahun. Saya akan berbagi sukanya dulu :

Sebagai penulis ijazah tentu akan mendapat imbalan untuk perlembar ijazahnya, saya merasakan dari mulai tiga ribu rupiah perlembar, kemudian naik menjadi lima ribu per lembar hingga sekarang menjadi enam ribu rupiah perlembar. Jika kebagian menulis 100 lembar berarti bisa dipastikan bisa mendapat 600 ribu rupiah, itu sama artinya dengan gaji guru honorer sebulan.

Sementara dukanya menulis ijazah adalah pulpen yang digunakan minimal dua macam ada yang besar untuk nama dan kecil untuk tulisan dan angka yang ada di ijazah, sehingga butuh konsentrasi ektra agar tulisan tidak salah, karena kalau salah tidak boleh ada correction pens atau penghapus pulpen. Sehingga kalau fatal harus membuat berita acara penggantian ijazah ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan menunggu penggantinya lumayan lama, maka salah satu triknya adalah menggunakan silet untuk mengerik tulisan yang salah dan menggunakan penghapus agar terlihat bersih. Pengerjaan ini pun harus ektra hati-hati agar tidak sobek dan bersih seperti semula.

Kedua, banyak para guru guru senior tidak mau menulis ijazah karena mengalami trauma mendalam dalam proses penulisan ijazah. Ada yang saat menulis ketumpahan kopi, ada yang saat menulis diganggu anaknya yang masih kecil, ada yang penglihatannya sudah tidak awas lagi dan masih banyak lagi kendala lainnya sehingga mereka rata-rata tidak mau menulis ijazah.

Ketiga, sebagai seorang yang sudah berkeluarga, tentu banyak kendala saat akan menulis ijazah seperti sering bantu isteri membeli kebutuhan dapur, mengantar dan menjemput anak, serta pekerjaan lainnya. Sehingga sehari hanya bisa menulis beberapa lembar saja sehingga waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama.

Itulah sebagian suka dan duka saya sebagai penulis ijazah. Jika Anda diberi tugas yang berat ini tentu akan sama merasakan. Sehingga jangan hanya menyalahkan seseorang atau instansi, kalau belum pernah merasakan. Saya pun kalau mau jujur tidak mau menulis ijazah mendingan menulis artikel berbayar satu halaman bisa dibayar ratusan ribu bahkan jutaan, tetapi karena tugas atasan dan ada kebanggaan tersendiri karena tulisan kita menjadi kenangan yang abadi untuk murid-murid kita,  maka saya lakukan dengan ikhlas dan penuh tanggungjawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun