Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Jendela-jendela Tanpa Tirai

21 Juni 2019   21:15 Diperbarui: 21 Juni 2019   21:27 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apa yang akan kita sembunyikan di siang hari pun malam hari?" tanyaku pada Bapak, dahulu

Halaman rumah kita terlanjur membentang bersama dengan halaman milik para tetangga
Dan bau ikan asin yang digoreng dari tungku kayu akan selalu menari memenuhi langit dusun

Saat siang, burung-burung gagak mengintai dari dahan-dahan pohon waru
Saat malam, burung-burung hantu menatap tajam dari pohon kelapa

Dan begitulah, kami sepakat memasang kaca sewarna es

Supaya sinar luar menerangi dalam saat siang
Dan sinar dalam menerangi luar saat malam
Maka siang adalah malam, dan malam adalah siang

Kita juga bersepakat tidak ada tirai yang menggantung di jendela-jendela kaca sewarna es

Tidak ada yang disembunyikan, hanya tidak ditampakkan
Tidak ada yang dihilangkan, hanya tidak terlihat

"Kapan akan datang di teras tinggi?" tanyaku ketika kopi baru saja mengering dari bibirmu

"Nantilah aku datang ke sana," jawabmu dengan mata muram yang tergelak

Aku memang tidak pernah menunggumu datang
Bukankah kamu tidak pernah pergi?

| Posong | 21 Juni 2819 | 19.42 |

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun