Mohon tunggu...
Diar Ronayu
Diar Ronayu Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger dan Youtuber

Video creator di Channel YouTube Mama Unakira, sesekali menulis di unakira.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merayakan Bulan Penuh Kasih Sayang dengan "Bancaan"

13 Maret 2018   14:16 Diperbarui: 13 Maret 2018   14:31 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bancaan nasi kuning/dok.pribadi

Mengungkapkan kasih sayang dalam keluarga memang bisa dilakukan kapan saja. Tapi melakukannya di momen yang tepat akan mengukir kenangan yang begitu mendalam dan berkesan di hati. Apalagi jika kita rutin melakukannya.

Merayakan bulan penuh kasih sayang dengan bancaan
Februari dan maret selalu jadi waktu yang ditunggu. Bukan hanya soal hari kasih sayang saja, tetapi ada 2 hari spesial lainnya yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Yaitu hari ulang tahun suami yang jatuh pada tanggal 5 Maret, dan ulang tahun si sulung Kirana pada tanggal 9 Maret.

3 momen yang jaraknya berdekatan itu membuat Februari - Maret selalu menjadi bulan penuh kasih sayang bagi keluarga kami. 

Biasanya kami merayakan 3 momen ini dengan berlibur ke luar kota, menginap di hotel, serta makan - makan di restoran. Kalau lagi pingin ngirit ya cukup berjalan - jalan ke tempat wisata yang ada di sekitar kota tempat tinggal kami saja, kota Bogor. Namun ada satu agenda yang wajib dilakukan dan tak boleh terlewat. Yaitu bancaan.

Merayakan bulan penuh kasih sayang dengan bancaan
Merayakan bulan penuh kasih sayang dengan bancaan
Dalam bahasa Jawa, bancaan  artinya selamatan atau kenduri. Bancaan ini merupakan semacam upacara sederhana dengan mengundang tetangga atau kerabat  dekat yang dilakukan masyarakat Jawa sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dalam memperingati hari lahir, sunatan, pernikahan, atau hari penting lainnya. Dalam bancaan selalu ada doa - doa dan harapan yang terpanjat, juga sajian khas dalam bentuk tumpengan dengan menu nasi kuning atau nasi uduk dengan lauk utama ayam ingkung. 

Kenapa dipilih menu utama ayam, bukan kambing atau sapi yang lebih prestisius? Karena dalam masyarakat Jawa kuno, ayam selalu hadir dan memberi beragam kebermanfaatan dalam kehidupan tradisional mereka. 

Seperti pemandangan yang selalu kuingat belasan tahun lalu ketika berlibur ke rumah simbah yang tinggal di desa Baye kota Kediri, dimana hampir setiap rumah memiliki kandang ayam. Setiap pagi ayam jantan berkokok, bersahut - sahutan membangunkan penduduk desa. Telur yang mereka makan, ayam yang mereka masak, semuanya berasal dari kandang sendiri. Kotoran ayam pun tak ketinggalan dimanfaatkan sebagai pupuk kandang untuk tanaman.

Ingkungkuali.com
Ingkungkuali.com
Ayam ingkung sendiri punya filosofi yang menarik. Ayam yang dibentuk meringkuk dan menunduk secara simbolik menggambarkan orang yang bersujud, sebagai bentuk kepasrahan diri kepada yang maha kuasa.

Dalam perjalanannya bancaan banyak mengalami modifikasi. Contohnya saja saat bancaan hari kelahiran (weton) simbah putri bertahun - tahun silam. Tidak ada lagi ritual - ritual khusus, tidak pula mengundang orang sekampung. Tapi cukup tumpengan saja kemudian membagi - bagikannya ke para tetangga dalam bentuk besek, atau yang dikenal dengan berkat. Harapannya orang - orang yang dikirimi berkat tetap memberikan doanya pada yang mengirim berkat. 

Meskipun masih ada yang melestarikan, namun jaman sekarang ini sepertinya  sudah tidak banyak lagi yang mengadakan bancaan seperti model jaman dahulu. Menyesuaikan dengan perkembangan jaman, bentuk perayaan atau selamatan di hari - hari spesial masa kini juga menjadi semakin modern. 

Aku sendiri masih 'agak' melestarikan budaya ini di keluargaku, dimana bancaan ala keluarga memang sedikit berbeda dengan bancaan yang otentik. Tidak sampai mengundang tetangga dan handai taulan, tapi cukup keluarga kecil kami saja. Tidak harus menu nasi kuning dengan ayam ingkung, tapi dengan menu yang juga menyesuaikan selera keluarga, dengan bentuk ala kadarnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun