Mohon tunggu...
Diandra Shafa
Diandra Shafa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kasus Pelanggaran HAM Makin Melebar

26 Juli 2017   20:28 Diperbarui: 27 Juli 2017   08:12 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam kehidupan saat ini, yang namanya kebebasan, kebahagiaan pada diri manusia sering diabaikan oleh manusia itu sendiri atau bahkan oknum lain yang secara sengaja melakukannya untuk kepentingan pribadi. Padahal, sebagaimana yang ditegaskan di dalam Pasal 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Berikut ada beberapa kasus yang termasuk ke pelanggaran HAM.

Kasus yang pertama yaitu tentang WNI yang diduga mendapat penyiksaan. Menurut Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS, Almuzzammil Yusuf mendesak agar Kapolri dan Komnas HAM segera menyelidiki kebenaran video dugaan penyiksaan warga negara Indonesia yang tersebar di media sosial. "Itu video penyiksaan sadis dan biadab jelas melanggar HAM. Kapolri bersama Komnas HAM Indonesia harus segera menyelidiki siapa pelaku dan korban, dimana, mengapa dan kapan peristiwa penyiksaan sadis seperti ini terjadi," kata Muzzammil di Gedung DPP PKS Jakarta, Senin (7/3/2016). Menurut Muzzammil, patut diduga penyiksaan sadis tersebut korbannya adalah warga negara Indonesia. Karena ketidakjelasan motif dan latar belakang kejadian penyiksaan tersebut, Muzzammil menuntut agar Kapolri dan Komnas HAM segera melakukan penyelidikan untuk mengungkap kebenaran dari video tersebut. Muzzammil menambahkan, penyiksaan atau kekerasan yang tidak manusiawi seperti itu tidak boleh dilakukan oleh siapapun dan kepada siapapun dengan alasan hukuman karena kesalahan.

Kasus kedua yaitu mengenai penyiksaan yang terjadi disebuat rutan tahanan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan 3 pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi di Rumah Tahanan Kelas II-B Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Riau. Perlakuan tidak manusiawi yang diterima para tahanan dan narapidana tersebut akibat dampak dari jumlah penghuni rumah tahanan yang melebihi kapasitas. Rutan Sialang Bungkuk sewajarnya dapat menampung 561 orang tahanan, namun pada faktanya rumah tahanan itu dipaksakan untuk 1.870 orang. Selain itu, sikap arogansi yang berujung pada penganiayaan dan kekerasan terhadap narapidana menjadi temuan Komnas HAM. Belum lagi adanya pemerasan dan pungutan liar dilakukan petugas terhadap keluarga napi yang hendak membesuk. Berbagai modus pungutan terjadi di rutan tersebut, seperti pindah kamar yang dikenakan tarif hingga jutaan rupiah, tarif menelepon dan tarif berkunjung untuk keluarga. Sementara itu, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi memastikan pemerintah telah berbenah agar peristiwa seperti di Pekanbaru tidak terulang. Pemerintah terus berupaya memenuhi hak-hak warga binaan di dalam rutan. "Kita harus memikirkan standar minimum karena perlindangan HAM menjadi kewajiban pemerintah," ucapnya.

Kasus ketiga yaitu yang terjadi diluar negeri, yang sudah berlangsung sejak lama. Dan akan di selidiki oleh PBB. Panglima militer Myanmar bereaksi atas pernyataan Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang menyatakan akan menyelidiki dugaan pelanggaran HAM terhadap warga muslim Rohingya di negara bagian Rakhine. Ia tegaskan akan melawan intervensi PBB di negaranya.Laporan yang dimuat media Australia, Sydney Morning Herald dan dikutip Asian Correspondent, Selasa, (28/3/2017) menyebutkan, Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan, keputusan Dewan HAM PBB untuk mengirim tim pencari fakta internasional mengancam keamanan nasional negaranya. Bertepatan di peringatan Hari Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Min menekankan, pihaknya akan "mengucilkan" misi PBB dan tetap pada pendirian bahwa Rohingya bukan warga negara itu. Sebuah laporan PBB yang didasarkan pada wawancara terhadap 220 warga Rohingya di antara 75.000 yang telah melarikan diri ke Bangladesh sejak Oktober lalu menyebut, militer Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan. Peristiwa kekerasan terhadap kelompok minoritas tersebut bahkan disebut mengarah pada kejahatan kemanusiaan dan pembersihan etnis. Sekitar 1,1 juta warga Rohingya tidak diakui kewarganegaraannya di Myanmar. Ini diikuti dengan pembatasan kebebasan bergerak, perlakuan diskriminatif terkait akses pendidikan dan sebagainya, serta penyitaan properti sewenang-wenang.

Banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi diluar sana tanpa kita ketahui. Kita patut bersyukur karena kita tidak pernah mengalami hal tersebut. Artikel pertama memberi gambaran akan manis pahit nya seorang WNI yang bekerja di negeri orang. Memang tidak semua WNI mengalami hal tersebut, tetapi jika kita memiliki orang terdekat yang bekerja diluar negeri, sebaiknya memberi dukungan positif dan selalu berkomunikasi agar hal tersebut tidak akan terjadi. Dan orang-orang yang akan bekerja di negeri orang wajib menyiapkan mental, juga lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa.

Artikel kedua memberi gambaran bahwa tidak selamanya tinggal di penjara itu enak. Karena sebagian orang berpikiran bahwa tinggal di penjara itu enak disebabkan hidup kita terjamin, tidak perlu memikirkan "nanti makan bagaimana?" karena makan sudah disiapkan, ingin tidur tinggal tidur tanpa ada yang melarang. Itu adalah sebuah pemikiran yang salah. Polisi selaku penjaga keamanan seharusnya tidak memanfaatkan jabatannya, juga tidak mengabaikan tanggung jawabnya. Hal yang dilakukan oleh polisi atau oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab bukan hanya menyiksa fisik tetapi juga batin para narapidana. Dan membuat masyarakat tidak percaya dengan polisi, walaupun memang tidak semua polisi seperti itu tetapi masyarakat akan lebih waspada.

Artkel ketiga menggambarkan bahwa tidak di setiap negara muslim dapat diterima. Seharusnya muslim rohingya tidak diperlakukan sesadis itu walaupun bukan etnis asli. Seharusnya kita sebagai sesama warga negara harus saling bertoleransi dan saling peuli maupun tolong menolong. Perlakuan tersebut tidak hanya menyakiti muslim rohingya tetapi menyakiti hati setiap muslim yang ada di dunia. (Shafa dan Diandra)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun