Mohon tunggu...
Dhi Chah
Dhi Chah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Kupatan", Tradisi dan Kearifan Lokal

2 Juli 2017   14:46 Diperbarui: 2 Juli 2017   18:03 1576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sumonggo ibuk-ibuk lan bapak-bapak makempal teng musholla amargi sekedap malih, kupatan badhe dimulai". (Mari ibu-ibu dan bapak-bapak untuk segera berkumpul di musholla karena sebentar lagi acara kupatan akan segera dimulai). Sayup suara yang semakna dengan kata-kata itu saling bersahutan terdengar, yang sumbernya berasal dari seantero musholla dan masjid yang ada dihampir seluruh pelosok negeri ini.

Para penduduk berbondong-bondong menuju ke musholla/surau,masjid atau tempat umum lainnya untuk berkumpul dengan membawa "ketupat"dan "lepet". Tak hanya dua makanan khas tersebut, dibeberapa daerah para penduduk juga membawa sayur opor, sayur bening dan buah-buahan. Tradisi kupatan merupakan tradisi khas masyarakat Indonesia khususnya masayarakat jawa. Tradisi ini, tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim saja, akan tetapi masyarakat non muslim pun juga ada yang ikut merayakannya.

Sepeti halnya budaya yang telah mengakar dikabupaten Jepara, tradisi "Kupatan" yang diselenggarakan tepat pada hari ke-7 dibulan Syawwal ini, menjadi sebuah tradisi "wajib" bagi masayarakat setempat. Tradisi ini, dimaknai sebagai ungkapan saling memberi maaf terhadap sesama. "Kupatan", biasanya dilakukan di pagi hari setelah matahari terlihat naik atau sekitar pukul 6.15 WIB.

Setelah tokoh masyarakat setempat sedikit memberi tausiah atau ceramah kepada warga yang hadir, kemudian dilanjutkan dengan doa dan diakhiri dengan makan bersama. Hal inilah, yang menjadi suatu moment tersendiri yang dapat dijadikan sebagai jembatan penghubung tali silaturrahim antar warga.

Dalam sejarahnya, tradisi kupatan pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga. Ketupat sendiri terbuat dari beras yang dimasukkan kedalam janur yang telah dianyam membentuk ketupat, lalu dimasak hingga matang. Dalam filosofi jawa, ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat merupakan singkatan dari kata "Ngaku lepat" yang dalam bahasa Indonesia berarti mengakui kesalahan. Dalam falsafah jawa, mengakui kesalahan merupakan salah satu perbuatan positif yang dapat melahirkan perbuatan positif lainnya.

Selain itu, dalam makna kata lainnya, ketupat juga diartikan sebagai laku papat... Lhoh,, apa maksud? Laku papat merupakan jabaran dari kata lebaran, luberan leburan dan laburan. Eits,, jangan bingung dulu. Empat kata tersebut memiliki makna yang berbeda dan menggambarkan suatu ciri khas adiluhung masayarakat jawa. Lebaran memiliki arti "telah usai", yang artinya memberi sebuah pertanda bahwa waktu puasa telah berakhir. Bukan hanya puasa Ramadhan yang dimaksud, akan tetapi juga puasa sunnah 6 hari setelah hari raya idul fitri. 

Tradisi ini, juga disebut sebagai "Bodo kupat" atau "Lebaran ketupat", dan menandakan sebuah kemenangan bagi orang-orang yang telah berhasil menjalankan ibadah puasa dibulan suci Ramadhan dan puasa pada 6 hari setelah hari raya. Maksud laku papat yang selanjutnya yaitu, Luberan. Luberan berarti meluber atau melimpah. Apa lagi tuh?? Hehe.. Artinya adalah dengan melimpahnya harta, kita diajak untuk bersedekah sebagai salah satu cara untuk membantu kaum fakir dan miskin. Yang ketiga yaitu, leburan. Leburanberarti saling melebur kesalahan satu sama lain dan yang terakhir adalah laburan. Laburan berasal dari labur yang berarti menabur. Kata ini, disamakan artinya dengan kapur yang dapat digunakan sebagai bahan penjernih air. Maknanya adalah agar manusia selalu menjaga kemurnian dan kesucian lahir dan batinnya.

Selain ketupat, ada pula "lepet" yang selalu ada mendampingi ketupat sebagai dishert atau makanan penutup. Lepet ini terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan kelapa adapula disebagian daerah dicampur dengan kacang merah kemudian dibungkus dengan janur. Mengapa dengan janur?. Menurut filosofinya, janur berasal dari bahasa arab "ja a nur" yang artinya telah datang sebuah cahaya. Diharapkan cahaya kebenaran akan selalu datang mengiringi tingkah laku manusia. Berbicara tentang lepet, maka ketika kita memakannya yang ada adalah rasa gurih yang membuat siapapun yang memakannya menjadi ketagihan. Lepet sendiri berarti silep kang rapet. Maksudnya, mengubur dalam-dalam sifat tercela dan memendam perbuatan buruk orang lain yang telah meminta maaf.

Wah,, indah sekali bukan? Ternyata ada segudang khazanah dan hikmah yang dapat kita ambil dan kita jadikan sebagai landasan kepribadian yang berasal dari filosofi jawa. Kini, kita juga tahu maknanya bukan hanya sekedar merasakan nikmatnya melahap ketupat dan lepet ya...

Share it! Semoga bermanfaat...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun