Mohon tunggu...
Dedy Iswanto
Dedy Iswanto Mohon Tunggu... Guru - Guru SMK Diponegoro Lebaksiu Kab. Tegal

Seorang guru matematika di SMK Diponegoro Lebaksiu Kab. Tegal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penguatan Sinergitas Publik dalam Revitalisasi SMK

21 April 2018   12:53 Diperbarui: 21 April 2018   19:03 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sesuai dengan nawacita ke-6, sepertinya perlu segera diwujudkan. Untuk mencapai amanah tersebut, pemerintah Indonesia dipandang perlu berpikir matang sehingga dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi dalam bentuk tenaga kerja terampil. Apalagi setelah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak awal tahun 2016 lalu sehingga banyak tenaga kerja asing yang masuk ke wilayah Indonesia.

Peran Kemdikbud dianggap sebagai penentu kebijakan dalam rangka mewujudkan tenaga kerja terampil melalui pendidikan kejuruan dalam bentuk Sekolah Menegah Kejuruan (SMK). SMK sebagai lembaga penyelenggara program pendidikan kejuruan tentunya berkaitan erat dengan ketenagakerjaan. Dimana tujuan utama penyelenggaraan pendidikan SMK adalah menciptakan lulusannya sebagai tenaga kerja terampil sesuai dengan bidang keahlian. Disamping itu, lulusan SMK juga diharapkan dapat terserap oleh pasar kerja, dalam hal ini Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI).

Sejatinya dengan kian berkembangnya SMK selama ini, semestinya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang terjadi di Indonesia harus semakin berkurang. Namun ironisnya, justru sampai saat ini masih banyak lulusan SMK yang belum terserap oleh pasar kerja sehingga hanya menambah angka TPT saja. Realita permasalahan yang terjadi dalam dua tahun terakhir ini, angka TPT dari lulusan SMK tidak hanya semakin meningkat, tetapi juga tertinggi jika dibandingkan dari lulusan lain.

Menurut data dari BPS Pusat, jumlah angkatan kerja pada bulan Agustus 2017 meningkat sebesar 2,62 juta orang sehingga menjadi 128,06 juta orang dibandingkan pada bulan Agustus 2016 lalu. Sementara jumlah pengangguran bertambah sebesar 10 ribu orang sehingga menjadi 7,04 juta orang atau 5,5% dari jumlah angkatan kerja. Berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) ternyata dari lulusan SMK. Pada bulan Agustus 2017, pengangguran dari lulusan SMK mencapai 11,41%.

Faktor penyebab tidak terserapnya lulusan SMK oleh pasar kerja yaitu masih banyak lulusan SMK yang dinilai ‘kurang berkualitas’, dalam arti rendahnya keahlian dan keterampilan yang dimiliki lulusan SMK. Apalagi tidak adanya sertifikasi bagi lulusan SMK sebagai bukti kelayakan tenaga kerja terampil.

Faktor penyebab lain tidak terserapnya lulusan SMK oleh pasar kerja yaitu antara kompetensi yang ditawarkan oleh pemerintah dengan kebutuhan tenaga kerja yang diminta pasar kerja dinilai ‘belum relevan’. Hal ini berdampak pada terjadinya kesenjangan antara jumlah lulusan SMK dengan jumlah peluang kerja yang tersedia.

Fenomena paradoks di atas merupakan tantangan besar bagi Kemdikbud yang kini berupaya menambah jumlah SMK di Indonesia. SMK sebagai lembaga penyelenggara pendidikan kejuruan, semestinya dapat memfasilitasi lulusannya untuk siap kerja. Namun ironisnya, banyak lulusan SMK yang belum terserap oleh pasar kerja. Inilah anomali yang terjadi pada sistem pendidikan kejuruan di SMK sehingga perlu adanya revitalisasi.

AKREDITASI, STANDARISASI, DAN SERTIFIKASI

Program akreditasi merupakan bentuk penilaian kelayakan SMK yang sangat menentukan tinggi rendahnya kualitas SMK. Namun sampai saat ini, kualitas SMK di Indonesia masih dikatakan memprihatinkan. Masih banyak SMK yang belum dikatakan layak sebagai penyelenggara program pendidikan kejuruan, terutama bagi SMK yang belum terakreditasi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas SMK masih perlu ditingkatkan sehingga lulusan yang dihasilkan dapat menjadi tenaga kerja yang berkualitas pula.

Dalam proses akreditasi SMK saat ini perlu ada pembenahan. Dimana instrumen-instrumen yang tertuang dalam penilaian akreditasi SMK dinilai ‘belum relevan’ dengan kebutuhan DU/DI. Dalam proses perumusan instrumen akreditasi dan penilaian akreditasi, tidak ada keterlibatan DU/DI. Bisa jadi, SMK yang memperoleh akreditasi A belum tentu dianggap layak sesuai dengan kebutuhan DU/DI.

Sementara, belum optimalnya sistem standarisasi yang ditetapkan oleh Kemdikbud sehingga membuat kurang relevannya antara penerapan pendidikan kejuruan di SMK dengan kebutuhan DU/DI. Baik dari segi kurikulum dan sistem pembelajaran, maupun fasilitas praktik di SMK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun