Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora featured

Hari Raya Idul Fitri; Sebuah Renungan dan Cermin Diri

16 Juli 2015   17:55 Diperbarui: 26 Juni 2017   08:04 3052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: geekszine.com

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Laa ilaha illallah, wallahu akbar

Allahu akbar walillahi hamdu

Dulu, sampai sekarang, saya sudah merasakan gema takbir dua kali setahun. Mengagungkan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dibalik kalimat takbir tersebut, tersimpan puji dan syukur karena mempertemukan saya dengan hari dimana semua umat bergembira menyambut hari yang baru.

Ya, itulah hari raya!

Sebentar lagi, sudah sebulan bulan Ramadhan telah dilewati. Perpisahannya, terasa campur-aduk. Belum puas akan ibadah saya dan masih ada kekurangan di sana-sini. Walaupun demikian, pada malam itu, segala dosa umat telah diampuni Allah. Ups, bukan berarti sudah selesai sampai disini. Karena hubungan kita dengan Sang Pencipta, tidaklah lengkap kalau tidak menjalin hubungan antar sesama manusia. Istilah agamanya sih, habluminallah dan hambluminanaas.

Hari raya Idul Fitri yang tinggal menghitung jam ini, memang terkesan bersukacita. Berjabat tangan, itu sudah hal yang biasa. Namun, bagi yang mempunyai kenangan buruk dengan orang lain, itu saat yang tepat untuk memaafkan segala kesalahan. Kita harap, pada hari Raya Idul Fitri nanti, kita akan membuka lembaran baru dan melupakan segala kesalahan yang terjadi pada masa lalu. Sehingga, ketika telah menerima maaf secara ikhlas, kita tidak akan mengungkit aib di masa mendatang.

Jangan Malu untuk Mengakui Kelemahan, Walaupun Sedikit

Ketika saya berkomentar di salah satu artikel, saya mendapatkan balasan yang mengejutkan dari salah satu Kompasianer, isi komentarnya begini:

“Kita semuanya pernah mengulangi kesalahan yang sama mbak... Terima kasih sebuah pengakuan yang jujur. Saya sudah 73 tahun, tapi masih terus mengulangi kesalahan kesalahan. Yang penting senantiasa kita bangun niat baru, agar hari ini lebih baik daripada kemarin...
Jarang lho orang mau mengakui terbuka, salam salut saya kepada mbak Dewi, masih muda, namun telah memiliki kearifan hidup.”

Soal kelemahan saya, saya sudah pernah membahasnya disini. Namun, bukan kelemahan itu yang saya bahas kali ini. Ini berkaitan dengan maksud dan inti dari komentar di atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun