Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[LombaPK] Restorasi Film Bukan Sekedar Upaya Pemulihan

21 Agustus 2016   16:11 Diperbarui: 21 Agustus 2016   16:25 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Adegan di film Tiga Dara (sumber: Bintang.com)"

Festival Film Indonesia tahun ini memang bertemakan restorasi film. Dan sebagai ajang pembuka rangkaian FFI maka diputarlah Tiga Dara yang diproduksi tahun 1956 dan berhasil direstorasi, termasuk diselenggarakan juga Konser Tiga Dara yang menampilkan lagu-lagu yang dinyanyikan dalam film tersebut dalam balutan orkestra. Namun setelah menilik film Tiga Dara, saya berpendapat restorasi film bukan sekedar menyelamatkan film lawas, ada berbagai manfaat lainnya yang tak kalah penting.

Berita yang marak tentang restorasi film Tiga Dara yang memakan waktu selama 17 bulan membuat saya penasaran untuk menontonnya. Apalagi bulan September akan dirilis film Ini Kisah Tiga Dara yang dibintangi Shanty Paredes, Tara Basro dan Tantyana Akman, yang terinspirasi dari kisah Tiga Dara. Rasanya kurang afdol jika menonton film yang disutradarai Nia Dinata apabila tidak menyimak film pendahulunya

Akhirnya Jumat lalu, 12 Agustus, saya pun menonton sendirian di Taman Ismail Marzuki, salah satu bioskop yang ditunjuk memutar Tiga Dara. Eh tidak sendirian ding, ada beberapa penonton yang bisa dihitung dengan jari, menemani saya menonton film yang dibintangi Chitra Dewi, Mike Wijaya dan Indriati Iskak ini. Jumlah penonton yang minim membuat bioskop terasa milik pribadi.

Tidak ada ekspektasi apapun ketika menonton film yang bergenre drama ini. Akan tetali, seusai menontonnya saya merasa begitu puas dan terhibur. Saya kenyang tertawa melihat adegannya yang mengguncang tawa secara natural.

Rupanya adegan yang bisa membuat penonton tertawa itu abadi, tidak terbatasi oleh waktu. Alhasil secara keseluruhan untuk Tiga Dara yang disutradarai oleh Usmar Ismail ini dari segi akting, alur cerita, musik, dan sinematografi saya memberinya skor 8/10. Skornya tidak kalah dengan 3 Srikandi yang baru tayang beberapa waktu lalu.

"Poster Tiga Dara hasil restorasi (sumber: Bernyanyi.com)"
"Poster Tiga Dara hasil restorasi (sumber: Bernyanyi.com)"
Oh ya bagi yang belum menonton, Tiga Dara berkisah tentang perjodohan di sebuah keluarga, dengan komplotannya yang terdiri atas si nenek (Fifi Young) dan si ayah, Pak Sukandar (Hassan Sanusi) serta si bungsu, Nenny (Indriati Iskak). Si putri sulung, Nunung (Chitra Dewi), telah berusia 29 tahun dan belum ada tanda-tanda dekat dengan lawan jenis, bahkan sering bersikap sinis terhadap para pria.

Si sulung ini berdandan konservatif dan anggun dengan kebaya bersanggul serta tipe ibu rumah tangga sejati, berbeda dengan kedua adiknya, Nana (Mieke Wijaya) dan Nenny yang modis dan tergolong remaja gaul dan modern masa itu.

Pasca menyaksikan Tiga Dara, saya paham mengapa restorasi itu penting. Bukan hanya pecinta film yang diuntungkan dengan menonton film-film jaman dulu yang legendaris, melainkan juga sejahrawan, pengamat budaya, juga mereka yang bergelut dengan dunia tulis-menulis seperti peneliti dan kalangan akademisi.

Dari film Tiga Dara, saya bisa mengamati suasana Jakarta dan Bandung pada pertengahan tahun 1950-an yang jalan-jalannya masih banyak yang lengang dan tidak banyak kendaraan yang berlalu lalang. Salah satu adegan rupanya berlokasi di kawasan Blok M, yang tentunya sangat jauh berbeda dengan Blok M masa kini.

Alat transportasi yang umum masa itu adalah sepeda dan becak. Ada juga mobil dan skuter namun jumlahnya terbatas dan hanya mereka yang menengah ke atas memilikinya.

"Adegan Nunung Tertabrak (sumber: hangoutindo.com)"
"Adegan Nunung Tertabrak (sumber: hangoutindo.com)"
Dari segi pergaulan anak mudanya, anak-anak perkotaan tidak jauh berbeda dengan anak muda masa kini dengan pakaian anak perkotaan yang modis, wanitanya mengenakan celana panjang dan suka berkunjung untuk nonton bioskop, berpiknik rame-rame dan ke tempat dansa-dansa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun