Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kisah Pewayangan itu Bikin Penasaran Sejak Kanak-kanak

17 Mei 2017   12:30 Diperbarui: 17 Mei 2017   12:51 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Buku Parikesit koleksi ayah yang masih kusimpan (dokpri, pernah kupublikasikan di dewipuspasari.net)"][/caption]

Menemukan buku favorit di sebuah rak obral itu pengalaman menyenangkan. Saat aku menemukan komik wayang yang bercerita tentang cucu Arjuna aku tersenyum cerah. Koleksi buku wayangku bertambah. Aku bakal punya bahan diskusi menarik bersama ayahku jika pulang ke kampung halaman.

Agak susah jika diminta menyebutkan buku favorit? Rasanya banyak buku yang kusuka, dari buku fantasi, komik, petualangan, buku fiksi sains dan sebagainya. Pengarang yang kusuka juga sejibun ada Michael Crichton yang buku-bukunya menambah pengetahuan seperti Jurassic Park, State of Fear dan Congo; Eva Ibbotson dengan dongeng-dongeng hantu dan penyihirnya yang kocak seperti Dracula Mencari Istri dan Peron 13; Kho Ping Ho dengan cerita silatnya; Kyoko Hikawa dengan Dunia Mimpi (From Far Away/ Kanata Kara): Yu Asagiri dengan manganya yang membuat tertawa terbahak-bahak seperti Min Min; Herge dengan serial petualangan Tintin; Joko Pinurbo dengan kumpulan puisinya yang menarik; para pujangga Balai Pustaka dengan karyanya seperti Belenggu dan Layar Terkembang ; RA Kosasih dengan kisah wayangnya; Karl May dengan Winnetou dan Old Shatterhand; dan tentunya James Gurney dengan buku bergambarnya tentang Dinotopia. Sebenarnya masih banyak lagi deretan pengarang dan buku yang kusuka.

Mengapa aku menyebutkan buku tentang pewayangan salah satu favoritku? Oleh karena isi dalam buku tersebut sangat berkesan. Aku membalik-balik halamannya sejak kecil, sebelum bisa membaca, bersama-sama dengan buku Tintin, Yo & Susi, serial petualangan Susi di Hutan, majalah Bobo, dan buku HC Anderson. Mungkin karena di rumah ada relief wayang di tembok yang menggambarkan Arjuna sedang berburu, dua lukisan besar tentang pertempuran Baratayuda, juga koleksi panah milik ayah, maka aku penasaran dengan buku tersebut, seperti apakah isinya.

Aku mulai membacanya dan memahami ceritanya ketika duduk di bangku sekolah dasar. Yang membuatku semakin antusias ingin menamatkan isinya, sebuah saluran televisi saat itu juga menayangkan kisah Ramayana dan Mahabharata.

Koleksi buku pewayangan milik ayah cukup lengkap. Ada buku tentang Leluhur Hastina, Mahabharata, Parikesit, Udrayana, Gugurnya Gatotkaca, Siwa dan Parwati, juga Shakuntala. Sayangnya buku Baratayuda, Pandawa Seda, dan Arjuna Sasrabahu lenyap karena dipinjam seseorang dan tidak dikembalikan. Saat dewasa syukurlah aku dapat melengkapi bacaanku dengan buku tentang Wayang Purwa sebelum era Mahabharata, Baratayuda, Ramayana juga kumpulan nasihat Kresna kepada Arjuna jelang perang di Kurusetra.

[caption caption="Komik Udrayana ini berbeda dengan Udrayana versi koleksi ayah (dokpri, pernah kupublikasikan di dewipuspasari.net)"]

[/caption]

Pemahamanku tentang kisah-kisah wayang itu bergeser seiring usia dan dari buku-buku yang semakin banyak kubaca. Dari yang semula mengagumi klan Bharata sejak era Pandu, Pandawa, hingga Parikesit dan Udrayana menjadi yang memandang mereka sebagai sosok manusia biasa, dimana tak luput dari kesalahan.

Ya, ada banyak hal yang membuatku bertanya-tanya dalam kisah pewayangan tersebut. Mengapa Yudistira seperti hilang akal ketika berjudi dan mengapa meskipun ia melakukan kesalahan fatal tersebut ia dianggap yang paling suci di antara saudara-saudaranya sehingga ia yang berhasil menaklukan Himalaya dalam Pandawa Seda. Seandainya Prabu Sentanu tidak tergoda dengan putri nelayan, Setyawati, dan bersikukuh Bisma menjadi putra mahkota apa yang akan terjadi kemudian?

Banyak dari bagian kisah pewayangan tersebut yang emosional. Aku berkaca-kaca dan merasa tak rela ketika membaca Gatotkaca gugur oleh Konta, senjata Karna. Aku bisa memahami mengapa Drupadi begitu marah ketika melihat Yudistira diam saja ketika ia diperlakukan sedemikian rupa oleh Dursasana. Aku bingung dengan sikap Shakuntala yang mudah terbujuk oleh rayuan Raja Dusyanta.
Aku juga merasa simpati dengan perjuangan Parwati agar Siwa bersedia meminangnya.

[caption caption="Dulu aku hampir menangis membaca Gatotkaca gugur (dokpri, pernah kupublikasikan di dewipuspasari.net)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun