Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hujan Deras dan Kucing yang Kedinginan

24 Februari 2020   23:56 Diperbarui: 25 Februari 2020   00:07 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak kucing itu membawa payung (gambar: pixabay/fendermama10)

Lagi-lagi hujan pada saat menjelang tengah malam. Dulu hujan pada malam hari ini adalah musik alami yang menemani tidurku. Rasanya kantukku dengan cepat hadir dan aku terbuai oleh derai hujan yang seperti musik yang meninabobokan. 

Ada rasa cemas yang sulit dijelaskan ketika hujan tiba. Rasa ini kualami baru ketika tinggal dan menetap di Jakarta. Rasanya hujan menjadi semacam ancaman, padahal ia sebenarnya adalah anugerah. 

Hujan. Kantukku malah lenyap. Aku malah waspada. Kutajamkan telinga, adakah suara bocor di sana-sini. Apakah aku perlu menaruh ember dan kain pel untuk berjaga-jaga. 

Malam ini waktunya beristirahat. Aku malah cemas membayangkan rapat keesokan pagi. Bagaimana jika jalanan menuju lokasi pertemuan tergenang dan aku sulit menggapainya. Mungkinkah rapat akan dibatalkan? 

Aku harus segera tidur. Besok paling lambat aku harus bangun pukul lima pagi dan bergegas berangkat pukul enam pagi. Aku pun memposisikan diriku di ranjang dan bergelung di balik selimut. Aku mulai menghitung anak domba. Tapi yang muncul malah gambaran anak kucing. Ya, sudahlah. 

Belum sampai hitungan 100, aku mendengar sesuatu. Awalnya suara itu pelan dan samar-samar. Lama-kelamaan suara itu pelan tapi konstan. Suara anak kucing. Oh adakah anak kucing di halaman? Apakah ia kehujanan? 

Sudah hampir tengah malam. Di luar hujan deras mengguyur. Halaman hanya disinari lampu teras yang temaram. Di manakah anak kucing malang itu berada? 

Aku akhirnya menemukan anak kucing itu. Ia ada di dekat pagar rumahku. Oh tunggu dulu ada yang terasa janggal. Anak kucing itu memegang payung. Hah? Aku melongo. 

Anak kucing itu sudah membawa payung tapi masih merengek. Oh payungnya kecil dan hujannya begitu deras sehingga bulunya basah. Ia menatapku dan dari matanya aku paham ia kedinginan. Ia seolah-olah berkata, bolehkah aku menumpang rumahmu sebentar hingga hujan mulai reda? 

Aku mengangguk. Anak kucing itu berwarna hitam putih seperti penguin. Ia nampak lucu dan pintar. Aku memberinya susu hangat dan beberapa potong tuna kalengan. Ia nampak begitu gembira. 

Aku menunjukkan boks kosong yang telah kualasi selimut. Ekornya bergerak-gerak. Ia begitu senang. Kutinggalkan ia di ruang depan yang hangat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun