Mohon tunggu...
Dewi Masluchah
Dewi Masluchah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Opini Santri

19 September 2017   18:19 Diperbarui: 19 September 2017   18:30 2228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ghasab adalah budaya khas pesantren, ghasab sendiri diartikan dengan meminjam barang milik teman tapi tidak untuk memiliki. Dalam lingkungan pondok identik dengan ghasab, seolah-olah ghasab ini adalah kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan. Untuk penyelesaian agar tidak terjadi budaya ghasab dipesantren itu pun susah. Mungkin dikarenakan itu hal sepele sehingga ghasab terus di budidayakan.

Para fuqoha' (ulama ahli fiqih) sepakat, bahwa hukum ghasab adalah haram dan pelakunya tentunya berdosa. Hal ini didasarkan pada keumuman makna firman Allah Swt: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesame kalian dengan jalan yang batil....." (An-Nisa'; 29) dan "Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang batil...." (Al-Baqarah; 188). Juga berdasarkan makna sabda Rasulullah Saw: "Harta seorang muslim haram dipergunakan oleh muslim lainnya tanpa kerelaan hati pemiliknya" (H.R Ad-Daaruquthniy dari Anas bin Malik).

Menurut saya, kesadaran dan menyadari haramnya dan menyadari haramnya ghasab ini amat penting ditanamkan di kalangan santri agar mereka tidak meremehkan perilaku ghasab. Mengakui bahwa ghasab itu haram dan berdosa, itu teramat penting, walau kenyataan menunjukkan bahwa ghasab sudah menjadi semacam budaya dikalangan mereka. Lebih baik merasa berdoa dan minta maaf, dari pada mencari-cari dalil untuk menghalalkannya sehingga merasa tidak perlu minta maaf karena merasa tidak berdosa, padahal sesungguhnya berdosa karena ghasab itu haram.

Ungkapan umum yang dipercaya benar, padahal tidak jelas sumbernya yang menyatakan, bahwa ghasab itu boleh asal diyakini pemiliknya rela. Tetapi ini pendapat siapa, dari kitab apa, tidak jelas, saya tidak menemukannya. Ungkapan tersebut seharusnya tidak usah dipopulerkan, agar tidak memicu perilaku bahkan budaya ghasab yang berkepanjangan. 

Benar bahwa jika pemilik barang itu benar-benar rela maka pelaku ghasab tidak berdosa. Tetapi tahunya benar-benar rela itu bagaimana. Yang sering justru terpaksa bilang tidak apa-apa ( gak opo-opo) tetapi hatinya dongkol dan nggrundel, sehingga pelaku ghosob tetap berdosa, atau bahkan yang punya barang jadi berdosa karena bilang tidak apa-apa keran tidak enak mau terus terang padahal hatinya tidak rela. Dengan demikian, perilaku ghasab tetap tidak baik dan haram, sedang pelakunya tetap berdosa, kecuali pemilik barang yang dighasab bener-bener rela dan memaafkan.

Hukuman bagi pelaku ghasab adalah:

  • Berdosa dan harus meminta maaf kepada pemilik barang yang dighasab
  • Wajib mengembalikan barang yang dighasab kepada pemiliknya, jika barang tersebut masih utuh
  • Wajib mengganti barang yang dighasab, jika barang tersebut rusak atau berkurang, kecuali pemiliknya merelakan dan tidak minta ganti rugi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun