Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Menunggu Ramadan

22 Juni 2017   16:20 Diperbarui: 6 Mei 2020   01:53 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pic: robcartwrightphotography.files.wordpress.com

Ini Minggu kedua aku membantu Sarmin berjualan kopi di warung miliknya. Upahku memang tak seberapa, paling tidak bisa menambah uang saku sebelum kembali ke kampung. Orang-orang menyebutnya mudik, tapi bagiku, pulang adalah sesuatu yang memalukan. Aku belum juga menjadi bos seperti yang Emak mau.

Sarmin tak mengizinkanku meracik kopi. Meski bubuk kopinya murahan, namun di tangan Sarmin kopi-kopi itu mampu membuat banyak lidah ketagihan. Bayangkan, segelas kopi miliknya dihargai tiga ribu rupiah, sedangkan pembelinya dalam sehari hampir seratus orang. Makanya dia tak menolak ketika aku mengajukan diri sebagai pencuci gelas di warungnya. Lokasinya yang berada di depan terminal memang sangat menguntungkan.

Yang membuatku heran bukanlah berapa banyak uang yang mampu Sarmin kantongi, namun seorang wanita tua berkebaya biru yang sedari pagi duduk di seberang sana. Beberapa kali wanita tua itu mengusap dahinya, sepertinya berkeringat. Aku juga tak melihatnya makan atau minum, barangkali puasa.

Selama aku bekerja di warung Sarmin, selama itu pula aku melihat wanita tua itu. Aku pikir ia sedang berdagang, namun tak satu pun barang ia pasarkan. Atau mungkin sedang menunggu bus yang akan membawanya pulang dari kota, tapi nyatanya masih kembali juga di tempat itu keesokan harinya. Aku mencegah pikiranku yang mengatai dia gila, yang akhirnya kuputuskan bertanya pada Sarmin.

“Min, siapa wanita tua di seberang sana?”

“Yang mana?”

“Itu, yang duduk di bawah pohon.”

“Berbaju biru?”

“Betul.”

“Mbok Surti.”

“Sehat?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun