Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Penulis - Hanya orang biasa

Hidup ini indah kalau kita bisa menikmatinya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tangisan Bintang 19:Pisangku Branded, Pisangmu?

25 September 2011   06:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:38 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kuketuk pinturumah yang alamatnya kudapat dari Delfi. Agak lama baru dibukakan oleh seorang pria yang belum mandi padahal sudah jam 10 pagi. Insan perfileman memang sering bangunnya siang, tapi gak ada yang sekacauorang ini.

“ Ali Sentana ?” sapaku.

“ Betul. Siapa ya? Perasaannya kita belum pernah berkenalan ...”

Alsen memandangku dari ujung kaki sampai ujung rambut. Heran melihat penampilanku yang keren.

“ Aku.... panggil aku DC saja. Aku ada perlu dengan kamu, “ Tiba tiba aku gak ingin mengenalkan diriku sebagai siapa siapa. Alsen menyilahkan aku masuk. Rumahnya luar biasa berantakan, berlawanan dengan sifat Delfi yang rapi. Kursinya terbuat dari bambu. Pasti keras sekali tanpa alasnya. Duh, kalau Delfi sempat kesini, pasti dicoretnya pria ini dari daftar pria yang dipertimbangkan untuk dijadikan suami.

“ Ada perlu apa, ya ? “ tanya Alsen setelahmembereskan koran dan majalah dari kursi sehingga aku bisa duduk lebih lega.

“ Aku mau tanya, berapa kamu digaji Delfi waktu kamu masih jadi manajernya ?”

“ Untuk apa kamu tanya hal begituan ?”

“ Aku sedang mempertimbangkan menjadikan kamu sebagai manajer anakku, “ kataku boong.

“ Anakmu siapa ?“

“ Yang putri namanya Mayputri, dan yang putra namanya Janovan,”

“ Mayputri, Janovan ?kayaknya gak pernah denger ada artis yang namanya demikian. Yang kutahu itu Putri Titian,”

“ Ohya, anakku belum tenar, makanya perlu manajer. Berapa kamu minta buat memanajeri anakku sampai tenar ?”

“ Yah, dulu Delfi membayarku sebulan 5 juta, total biaya ditanggungnya...”

“ Setelah putus kerja dengan Delfi, sampai sekarang kamu belum memanajeri siapa siapa?”

Alsen menggeleng. Pantas hidupnya luntang lantung seperti sekarang.

“ Oke deh, saya pertimbangkan dulu apakah mau memakai kamu atau engga, nanti kukabari.” Aku menyalaminya dan permisi. Bahkan dia terlihat belum gosok gigi. Duh, menjijikkan. Heran, kok bisa sih Delfi mengatakan menyukai pria seperti ini?

Aku menyetir sambil berpikir. Duh, benar deh aku harus nyari Wandi. Alsen ini terlalu mengecewakan. Wandi...Wandi ! Dimana bisa kudapatkan informasi tentang Wandi? Perkebunan pisang di IDT itu pasti besar sekali. Pisang apa ya?

Hari ini hari sabtu. Aku pulang ke rumah buat makan siang bersama istri dan anak anak. Siap makan aku ingin makan buah buahan. Cherina menyediakan apel, jeruk dan pisang. Inilah enaknya makan di rumah. Ada pencuci mulutnya. Akumemilih pisang. Eh, pisang ! Bukankah Wandi bisnis di perkebunan pisang? Kutelusuri pisang yang kupegang. Kuukur panjangnya. Hampir 20 CM ! Kubandingkan dengan punyaku. Sunprice...eh, ada logonya! Wah, pisangku gak ada logonya !

Biasanya pisang berlogo berasal dari Piliphina. Apa ini pisang Piliphina? Mulus banget ! Gak ada cacat celanya. Kuning memakau !Piliphina? Bukankah IBT dekat dengan Filiphina? Apa ini pisang hasil produksi IBT kita ?

Buru buru aku menelpon ke restoran Korea.

“ Selamat Siang, bisa bicara dengan Park Yun Dong alias Tomo Korea?”

“ Ade ape Dewa nak cari Tomo ?” aksen melayu ini kusuka. Pemilik wajahnya juga kusuka. Orangnya manis dan cantik, ramah pula, setia setengah mati. Dari dulu pasangan ini tetap setia dengan bahasa melayu Riau meski sudah tinggal belasan tahun di Jakarta. (aksen melayu hurup a diujung kata berubah jadi e)

“ Aku nak tanye sesuatulah, Ru. Tomo ade ke ?”aku balas berbahasa Melayu.

“ Ade ! sekejap ye.Ru panggilkan dulu. Abang Tomo ! Nih dicari Dewa !”

Semenit kemudian kudengar suara Tomo. Ini belasteran Korea dan Melayu. Bapaknya korea ibunya melayu. “ Ha, ade ape nih, Dewa ?”

“ Takde ape apelah, cuman nak menyape aje. Tom, Ape restoran awak tu menyediekan pisang sunprice buat tamu tamu awak ?”

“ Nape pula Dewa tanye soal pisang sunprice ? Pisang awak tu tak cukupke ?”

“ Alah, jangan berseloroh pulaklah Tom, serius ni !”

“ Okelah. Orang Korea tak suke makan pisang la. Tak ade sesajian pisang direstoran saye.”

“ Cemane dengan restoran Melayu yang Ru kelole ?”

‘ Kalau restoran Melayu memang ade, dan die memang pakai sunprice.”

“ Boleh minta tolong tanye kat Ru, pisang sunprice tu asalnya darimane?

“ Tunggu sekejap ye...”

Aku bertelekan dagu ke atas meja menunggu jawaban Tomo. ( Buat yang penasaran dengan Tomo Korea ini, nanti ada kisahnya di Legenda Putri Tujuh). 3 menit kemudian sudah kudapat jawabannya.

“ Maluku, Dewa. “

“ Tom, bisa carikan alamat pemasoknya,atau pengedarnya, agau agennya, atau distributornya, atau perkebunannya?”

“ Okelah, nanti saye chek dulu agennya. Dewa nak distributornyaatau perkebunannye?”

“ Semuenye lah...”

“ Oke, nanti saye carikan, “

“ Thank, Tom !” Aku menutup telpon dan pergi tidur. Tidur siang merupakan hobbiku.

Seminggu kemudian pagi pagi Delfi menelponku. Katanya ada yang mau dibicarakan. Aku agak heran. Kasusnya sudah kuanggap selesai. Wandi ditemukan atau engga tidak terlalu masalah lagi. Sekarang kan dia sudah bebas dan bisa mencari lelaki mana saja. Ngapain lagi dia nyari aku? Lebih herannya lagi kali ini dia mau datang ke rumahku. Aku memberitahu Cherina. Cherina cepat cepat masuk ke kamar. Heran deh, wanita kalau mau ketemu wanita yang lebih cantik kok pasti dandanan dulu...

Jam 10 Delfi nongol. Gayanya santai banget. Pakaiannya juga santai banget. Pake celana pendek ketat plus baju yang modelnya bisa terbang ditiup angin. Sana sini kayak gak dijahit. Di dalamnya pake kutang engga ya ? Dia mengambil tangan Cherina dan menciumnya kayak gaya salaman anakku. Duh, sopan banget sih...

“ Pagi, Tan...”

“ Pagi, Fi..”

“ Mau main ke kebun engga, Tan ?” tanya Delfi sambil menatapku dan Cherina.

“ Emang kamu punya kebun, Fi? “ Tanyaku gak percaya.

“ Kebun apa? Dimana ?” tanya Cherina.

“ Bukan kebunku, tapi kebun temanku. Letaknya di Bogor. Kebunnya campur aduk, tapi sekarang lagi musim durian. Dia ngajak aku makan durian ke kebunnya. Ya sekalian aku ngajak keluarga Dewa biar rame.”

Aku dan Cherina saling berpandangan, kemudian kami berteriak barengan:

“ Jano ! Mau makan durian engga !” ini suaraku.

“ Mai ! Mau main ke Bogor engga !” ini suara Cherina.

Kedua anakku berlarian turun dari lantai dua.

“ Durian, mana ? mana ?” tanya Janno.

“ Yah,TPI, kena tipu lagiii...” Omel May.

“ Duriannya ada dikebun temannya kak Chati. Kalau mau ikut, bawa jaket, bawa autan, bawa mainan yang kalian suka supaya jangan mengeluh BT diperjalanan.” Kata Cherina.

Jano langsung pergi, sedangkan May mengambil tangan Chatiana dan mengelusnya baru pergi. Aku ketawa melihat ulah anak anakku.

“ Temanmu berapa orang, Fi ?” tanyaku.

“ Cuman satu !”

“ Kalau begitu kita pake mobil satu aja.” Kataku. Delfi menganggukkan kepala. Mobil Delfi kecil, jadi kukeluarkan Nissan Terano yang jarang kupakai. Cherina pergi menyiapkan bekal buat dibawa.

Jam 11 kami berangkat. Delfi menyuruhku menjemput temannya. Aku disuruh masuk ke jalan Bandengan, terus masuk gang lagi. Samar samar aku ingat. Ini kayaknya jalan menuju ke rumah Alsen. Apa Alsen yang dimaksudnya ?

Ternyata benar benar Alsen yang dimaksud Delfi. Alsen punya kebun durian? Wah, mantap juga nih... Berkurang beberapa penilaian minusku terhadap Alsen. Kalau Delfi suka suasana sepi, alami, gak bising, kelihatan Alsen yang jadi pilihannya.

Ketika Delfi ingin mengenalkan aku dengan Alsen, kubilang aku sudah kenal. Delfi kaget. Alsen ketawa. Ternyata kalo lagi rapi Alsen keren juga. Gak ganteng ganteng amat sih, paling engga lebih mending dari Aming atau Komeng.

Alsen dan Delfi kontan duduk dibagian tengah bersama May dan Janno. Cherina duduk di sebelahku.Kusetir mobil menuju Bogor. Sepanjang jalan kami bercerita tentang dunia artis. Delfi mencertikan suka dukanya selamamenjalani kehidupan sebagai artis. Katanya jadi artis sibuk banget. Jadwal syuting padat. Makan gak teratur. Kalo lokasi syutingnya di kebun atau hutan, mau nyari tempat pipis aja susah. Kami ketawa mendengarnya.

Hampir 2 jam baru kami tiba di kebun Alsen. Alsen mengenalkan kami pada kedua orang tuanya. Kedua ortu Alsen ndeso banget. Masuk suka munduk munduk menghadapi orang kota.Alsen membawa kami ke kebunnya. Ortunya mengantar tikar untuk tempat duduk kami. Ternyata duriannya sudah disiapkan, bukan mencariatau harus memungutnya.

Ternyata duriannya banyak yang kecil, gak mirip durian montong yang dijual kiloan yang gedenya lebih besar dari semangka. Yang ini mirip melon berduri. Kecil begini susah membukanya. Untuk menghindari terkena duri, Alsen pergi mencari kertas koran. Kami menutupi duri itu dengan koran, baru dipegang dengan tangan, memasukkan pisau ke ulir kulit durian. Ulir ini bagian yang gampang dibelah.

Setelah makan beberapa buah,Jano dan May berlarian masuk ke kebun. Alsen mengejar mereka takut mereka nyasar.Delfi ngerumpi bersama Cherina, sementara aku memandang sana sini tanpa kerjaan.

Karena gak ada kerjaan, kubuka koran yang dibawa Alsen tadi yang belum terpakai. Iseng iseng kubaca. Koran ini WK, bukan koran favoritku karena kadang kadang lebih banyak menyangkut gosip daripada fakta. Salah satu halamannya membuatku kaget. Judulnya kesil saja : Manajer Perkebunan Sunprice Terserang Malaria Saat Meninjau Penanaman Buah Merah di Papua. Beritanya singkat saja, hanya 2 kolom kecil gak sampai 10 cm, tapi nama yang tertulis disitu membuatku kaget : Chandara Handi Iswandi !

Di dunia ini banyak orang yang tidak percaya faktor keberuntungan. Aku paling percaya. Faktor keberuntungan berhubungan dengan kebetulan, dan butuh ketelitian untuk menemukannya.Kutatap Delfi. Delfi sedang asyik ngobrol dengan Cherina. Kusela sedikit obrolan mereka.

“ Fi, selama ini kamu selalu menyebut nama Wandi. Apa nama panjangnya Chandra Handi Iswandi ?”

“ Eh, betul. Darimana Dewa tau ?” tanya Delfi heran.

“ Gak, nanya aja. Oke, terusin obrolannya...”

Kusiapkan membaca beritanya, kemudian melihat ke headline untuk mencari tanggal terbitnya. Ternyata ini koran dua hari yang lalu. Kucari rumah sakit tempat manajer sunprice ini dirawat. Ternyata gak ada nama rumah sakitnya. Kutelpon ke redaksi koran WKmenanyakan keabsahan berita di halaman 3. Mereka membenarkan hal itu sebagai fakta. Kuminta alamat rumah sakit yang merawat Iswandi. Mereka mengatakan Chandra masih berada di Papua dan rencananya akan diterbangkan ke Jakarta sore ini.

Sore ini ???

Aku bertanya Chandra akan dimasukkan ke RS mana. Mereka mengatakan gak tau karena pasien belum tiba di jakarta. Mungkin pihak keluarga yang tahu. Aku mengucapkan terima kasih dan menutup hape. Tau tau aku sudah dipandangi oleh Cherina dan Delfi. Keduanya mungkin sudah lama berhenti ngobrol dan menyimak omonganku.

“ Wandi sakit ? “tanya Delfi dengan wajah kaget.

Aku mengangguk pelan.

“ Wandiku sakit?”ulang Delfi.

Aku mengangguk lagi.

“ Parah ?”

Aku berpikir sejenak. Malaria memang penyakit yang menakutkan. Kalau lambat diobati bisa merenggut nyawa. Aku mengangguk lagi.

‘ Kena sakit apa, Dewa?”

Aku mantap Delfi dan Cherina bergantian. Keduanya ama sama pengen tau.

“ Malarindu, “ kataku pengen bercanda, tapi gak ada yang ketawa.

Bersambung...

Thrillercuplikan dariRahasia Malam Pengantin serial DC.

Mereka tidak bisa berpikir lama. Karena besok jam 10 pagi sebuah panggilan telpon membuyarkan harapan mereka.

“ Betul ini nomor telponnya orang yang bernama Dewa Cinta ?” tanya orang di seberang. Telpon ini diterima oleh Santi.

“ Ya, betul. Ada apa ya...” tanya Santi.

“ Tolong datang ke Jalan Mayasari ! Ke Tower hape ! Fira naik ke atas Tower dan mau bunuh diri! Dia menyebut nyebut nama Dewa Cinta. Tolong cepat kemari sebelum dia melompat !!!” kata penelpon itu.

Thrillercuplikan dariRahasia Malam Pengantin serial DC.

“ Dewa pembohong !!!! Fira gak percaya lagi sama Dewa!! Dewa ngebo’ongi Fira !!! Fira mau mati sajaaaa !!!!!” Fira balas berteriak sambil menangis. Fira sedang memeluk salah satu tiang besar disisi tower. Itu tiang yang besar. Ketinggian Fira kira kira 15 meter dari permukaan tanah. Cukup untuk meremukkan kepalaandai tergelincir dari pegangannya.

Thrillercuplikan dariRahasia Malam Pengantin serial DC.

“ Jangan percaya omongan Dimas, Fira, percayalah padaku ! Kami sedang mencarikan jalan keluar. Jangan melompat, Fira ! Aku akan menolongmu !!!”

“ Jangan, Dewa ! Jangan mendekat ! Kalau Dewa mendekat Fira akan melompat !!! Jalan hidup Fira sudah buntu ! Lebih baik Fira mati saja daripada malu !!!”

Bersambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun