Mohon tunggu...
Deni Mildan
Deni Mildan Mohon Tunggu... Lainnya - Geologist

Geologist | Open Source Software Enthusiast | Menulis yang ringan-ringan saja. Sesekali membahas topik serius seputar ilmu kebumian | deni.mildan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Tidak Gampang Menyimpulkan dari Dua Novel Ini

4 Juni 2017   08:02 Diperbarui: 4 Juni 2017   14:38 2625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sherlock Holmes, tidak semua orang menyukai kisah detektif satu ini. Bagi sebagian orang, kisah petualangan tokoh karangan Sir Arthur Conan Doyle ini terlalu berat untuk dinikmati. Di antara kisah-kisah detektif yang pernah saya baca pun, Sherlock Holmes adalah novel yang perlu dibaca dengan sangat teliti jika dibandingkan dengan novel dengan tema serupa, misalnya kisah detektif swasta Kinsey Millhone karangan Sue Grafton. Lagi pula agak sulit membayangkan kondisi Inggris era awal 1900-an yang jelas jauh berbeda dengan Inggris hari ini, apalagi dibandingkan dengan suasana Indonesia yang biasa kita temui sehari-hari. Meski begitu, petualangan Sherlock Holmes mampu membuat pada penyuka “buku serius” betah duduk berjam-jam membuka halaman demi halaman hingga mencapai bagian epilog.

Selain ceritanya yang unik, deduksi-deduksi tak terduganya di akhir cerita memberikan pelajaran bagi para pembacanya, bahwa kita tidak dapat mengambil sebuah kesimpulan secara serampangan tanpa menemukan terlebih dahulu fakta-faktanya. “Aku ingin mendapatkan beberapa fakta lagi sebelum menyusun teori . . .”, ujar Sherlock Holmes begitu menemukan tubuh John Douglas yang terbujur kaku dalam cerita The Valley of Fear. Tidak ada kesimpulan akhir tanpa fakta-fakta yang jelas. 

Salah menyimpulkan bisa berakibat fatal. Tindakan tergesa-gesa yang didasarkan pada fakta yang setengah-setengah dapat mengantarkan simpulan berada di jalur yang salah. Orang yang tidak bersalah dapat terjerat hukum sedangkan pelaku sebenarnya melenggang pergi. Contoh kasus ini benar-benar terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1988. Ronald Williamson dijatuhi hukuman mati atas tuduhan pembunuhan Debra Sue Carter yang tidak pernah ia lakukan. Kisah ini dituangkan dalam bentuk buku yang ditulis oleh John Grisham.

Ronald Williamson didakwa bersalah dalam kasus pembunuhan Debra Sue Carter karena beberapa bukti yang agak dilebih-lebihkan. Dugaan keterlibatan Ron Williamson didasarkan pada perilakunya yang sering dianggap “gila” dan kriminal. Perilaku negatifnya ini muncul akibat kegagalan berkarier di dunia bisbol profesional yang bermula dari cedera lengan yang dideritanya saat bermain di liga kecil.

Polisi pada saat itu menemukan bahwa rambut Ron Williamson ‘cocok secara mikroskopis’ dengan beberapa helai rambut yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Analisis kecocokan rambut yang masih bersifat spekulatif ini akhirnya dipatahkan oleh hasil analisis DNA – yang baru populer saat itu – pada tahun 1999. Hasil tes DNA menunjukkan ketidakcocokan dengan Ron Williamson. Ron akhirnya dibebaskan dari dakwaannya pada tahun yang sama.

Satu hal penting yang dapat dipetik dari kisah-kisah di atas adalah selalu mempelajari dan mencermati fakta sebelum membuat simpulan. Berpikir objektif dan terbuka atas segala kemungkinan yang ada adalah keharusan. Simpulan yang salah akan berujung pada pendakwaan yang salah dan opini publik yang juga salah. Agaknya masalah simpul-menyimpulkan ini perlu diperhatikan, terutama oleh masyarakat kita belakangan ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun