Mohon tunggu...
Dedy Helsyanto
Dedy Helsyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

@dedy_helsyanto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saracen vs Mafindo

29 Agustus 2017   16:11 Diperbarui: 29 Agustus 2017   17:54 1696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk memerangi kelompok penyebar berita bohong (hoax) dan mencemarkan nama baik seperti Saracen, diperlukan juga gerakan kelompok yang tersistem baik dan lebih massif dalam menyebarkan berita -- berita positif. Gerakan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang telah dideklrasikan beberapa waktu lalu pada beberapa kota besar di Indonesia mempunyai peluang untuk melakukan hal tersebut dengan dukungan seluruh banyak pihak tentunya.

Melihat dari pola kerja Saracen yang dibilang disokong pemesan, mempunyai ahli IT, mahir membuat konten dan memiliki 8.000 akun jejaring yang siap menyebarkan hoax, tidaklah mudah menumpas kelompok ini bak membalikan telapak tangan. Diperlukan juga dukungan yang lebih besar, tim IT yang lebih hebat, pembuat konten yang lebih kritis dan jaringan di media sosial serta media mainstream yang lebih banyak untuk Mafindo.

Produsen Konten Positif

Beberapa pihak telah bersama dengan Mafindo berkomitmen untuk memerangi hoax. Seperti Kemenkominfo berharap pada 2019, daftar internet positif yang kini berjumlah 250 ribu dapat mengalahkan yang black list dengan jumlah 800 ribu. Kemudian MUI yang juga telah mengeluarkan fatwa bagaimana bermedia sosial yang baik dengan mengharamkan perilaku -- perilaku tertentu yang diantaranya adalah hoax.

Mafindo yang telah membentuk group di media sosial, juga didukung oleh Masyarakat Telematika Indonesia yang telah membuat aplikasi khusus yakni turnbackhoax.id untuk mengklarifikasi suatu berita atau hoax. Namun dari langkah positif ini yang menjadi catatan adalah situs serupa seperti firstdraftnews.com di Eropa dan factcheck.org di Amerika Serikat yang merupakan negara maju mengalami kendala yakni sedikitnya jumlah pengunjung ke situs tersebut.

Selain aplikasi pengecek fakta, banyak pihak juga tengah mengkampanyekan gerakan literasi malalui berbagai media. Bahkan pemerintah melalui Kemendikbud telah membuat program Gerakan Literasi Nasional. Gerakan ini dimaksudkan untuk menghadang penyebaran hoax yang sangat mungkin dilakukan banyak rakyat Indonesia, dengan alasan diantaranya dari penelitian UNESCO pada 2012, bahwa minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001 atau hanya satu orang yang memiliki minat baca dari setiap seribu penduduk yang ada.

Di tengah minat baca yang rendah ini, tentu cukup sulit mengharapkan perilaku disiplin verifikasi informasi. Padahal untuk menangkal hoax ini dibutuhkan personal atau kelompok yang terlebih dahulu mapan dalam kemampuan literasi yang menurut Fisher (1993) adalah kegiatan membaca, berpikir dan menulis. Personal atau kelompok yang mapan dengan literasi ini tak dapat kita tentukan langsung ialah mereka pegiat media sosial atau pun juga jurnalis atau wartawan.

Guna mendapatkan personal atau kelompok mapan literasi ini, dibutuhkan metode seleksi melalui kompetisi yang dapat diadakan oleh pihak pemerintah atau non pemerintah. Dari pakar yang melakukan penilaian, diharapkan dapat ditemukan personal atau kelompok yang mempunyai pembendaharaan bacaan cukup banyak, kemudian metode berpikir dengan alur logika yang tertib dan kritis, serta cara menulis yang objektif dengan narasi -- narasi kecil atau plural.  

Dari personal dan kelompok yang mapan literasi inilah yang akan bekerja menjadi produsen konten positif di berbagai media guna mendukung gerakan Mafindo. Merekalah yang akan melawan manusia satu dimensi atau "One Dimensional Man" yang menurut Hebert Marcuse ialah masyarakat yang telah dicekoki oleh kemajuan teknologi seolah - olah melupakan apa yang sebenarnya penting bagi mereka, yakni sifat - sifat kemanusiaan dan luhurnya akal budi.

Posisi Objektif

Setelah membentuk produsen konten positif untuk Mafindo, yang perlu diwaspadai adalah posisi Mafindo sendiri terhadap bisnis serta politik atau kekuasaan. Terbaru misalnya, pada kasus Saracen disebut - sebut terdapat aktor intelektual atau pemesan yang berkepentingan dengan kekuasaan di Pilkada DKI Jakarta 2015. Dan disebutkan juga Saracen bermain dua kaki, di satu sisi bisa kontra terhadap pemerintah, namun di sisi lain dapat mendukung pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun