Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengurai Kejahatan dengan Perlindungan Saksi dan Korban

21 November 2018   12:03 Diperbarui: 22 November 2018   16:47 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangkan ketika kita menjadi seorang pegawai departemen keuangan, lalu salah satu atasan kita melakukan korupsi. Apa yang akan anda lakukan ketika menjadi orang yang mengetahui tindakan kriminal tersebut? Berani melaporkannya ke pihak berwajib dengan resiko terancamnya pekerjaan?

Barangkali saat kita tidak menjadi bagian dari kejahatan tersebut, untuk tutup mulut lalu berpura-pura seakan tidak mengetahui tindak kejahatan lebih mudah dilakukan. Tapi coba bayangkan ketika kita menjadi salah satu korban kejahatan, ambil contoh pelecehan seksual atau tindak kekerasan oleh orang yang dekat dengan kita. Untuk memenuhi rasa keadilan kita sendiri, mampukah kita melaporkan kejahatan itu kepada pihak berwajib?

Dalam banyak kasus, korban kejahatan bahkan lebih sulit untuk melaporkan kejahatan yang menimpanya, apalagi sampai harus bersaksi. Ada resiko besar melawan pelaku kejahatan yang memiliki kekuasaan, pengaruh, atau kemampuan keuangan, sehingga pelaku kejahatan tersebut mampu melakukan segala macam cara dalam upaya menghindari vonis hukuman.

Pada awalnya biasanya para pelaku kejahatan akan mencoba membujuk saksi atau korbannya dengan pemberian atau iming-iming uang, apalagi ketika korban atau saksi tersebut lemah secara ekonomi. Ketika mereka tidak berhasil dengan cara halus, mereka mulai menggunakan ancaman, cara-cara intimidasi, permusuhan, pelecehan, atau menggunakan kekerasan fisik melalui pihak ketiga. Tidak hanya terhadap korban atau saksi, tapi terhadap keluarga dan orang terdekat mereka.

Banyak kasus dimana saksi diperlakukan secara brutal sebagai intimidasi dari pelaku kejahatan, dan meninggalkan trauma fisik dan psikis. Ada juga kasus ketika saksi yang melaporkan kejahatan justru berbalik duduk di kursi terdakwa pengadilan, serta harus menjalani hukuman yang tidak sepantasnya dia terima. Paling minimal adalah terbuangnya waktu, energi dan biaya dari para saksi tadi untuk bolak-balik menghadiri jadwal sidang guna memberi keterangan di pengadilan. Maka kebanyakan orang selalu lebih suka menghindar dari kasus kejahatan apa pun dan tidak bersedia menjadi saksi.

Padahal selain bukti, saksi adalah unsur paling penting dalam sebuah proses hukum sejak periode peradilan kuno. Terutama dalam masalah-masalah kriminal, keberadaan saksi dengan keterangan yang jelas akan mempermudah petugas dalam mengungkap suatu tindak kejahatan. Artinya tanpa kehadiran seorang saksi, hukum tidak akan mampu menyentuh pelaku kejahatan dan mereka berpotensi besar untuk mengulangi kejahatannya.

Belum lagi semakin kompleksnya suatu kejahatan menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk penyelidikan dan penyidikan semakin panjang. Maka semakin panjang pula jeda antara peristiwa tindak kejahatan dengan putusan pengadilan. Jeda ini memungkinkan sebagian pelaku kejahatan untuk bebas dan berbaur di masyarakat dalam waktu lama, sebelum ia resmi menjalani hukumannya. Hal ini seolah-olah memberikan kebebasan kepada pelaku kejahatan untuk "berbuat sesuatu" guna memenangkan perkara, termasuk melakukan intimidasi terhadap korban dan saksi.

Karena itulah di era demokrasi dan standar perlindungan Hak Azasi Manusia yang semakin tinggi, kehadiran negara dalam melindungi saksi dan korban kejahatan menjadi semakin vital. Saksi dan korban semestinya menduduki posisi yang lebih terhormat, sebagai penghargaan atas andil besar mereka dalam proses hukum dan menegakkan keadilan di masyarakat.

Di tengah perubahan kondisi sosial ekonomi dan demografi masyarakat, dampak industrialisasi dan modernisasi, tingkat kejahatan di masyarakat juga meningkat, lebih terorganisir, dan ber-evolusi menjadi semakin kompleks. Berbagai dimensi dan permasalahan kriminalitas itu membutuhkan solusi-solusi integral dan sinergis antara berbagai lembaga penegakan hukum. Perangkat-perangkat hukum dan peradilan, seperti kepolisian, kejaksaan, penjara, dan lain sebagainya, ternyata belum cukup dalam menjalankan amanah pembukaan UUD 1945, yaitu: "melindungi segenap tumpah darah Indonesia", karena dinilai belum mampu memberi perlindungan maksimal bagi saksi dan korban kejahatan.

Melalui lahirnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006, Indonesia telah menancapkan tonggak bersejarah bagi upaya perlindungan saksi dan korban. UU tersebut menjadi fondasi hukum bagi berdirinya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK ), sekaligus memberi rasa aman kepada saksi dan korban kejahatan.

LPSK patut belajar dari sejarah Amerika Serikat pada era 1980-an. Saat itu seiring pertumbuhan ekonomi, budaya keluarga mafia dan godfather tumbuh begitu kuat setelah periode perang. Nama-nama Gambino, Genovesse, Bonano, Luchesse, dan Colombo bersemi di jantung ekonomi Amerika Serikat, New York. Jaringan Cosa Nostra ( nama lain untuk mafia ) berhasil mengendalikan 80% perputaran ekonomi AS, sehingga mereka mampu mengendalikan ekonomi negara. Presiden Richard Nixon mengambil langkah tegas dengan memerintahkan tindakan keras terhadap mafia Amerika. Ketika Federal Bureau Investigation ( FBI ) mengambil alih wewenang penyelidikan dari kepolisian lokal untuk melemahkan kekuatan mafia besar, masalah yang selalu menjadi batu sandungan adalah tidak adanya bukti yang cukup dan saksi-saksi untuk menjebloskan para anggota mafia itu ke penjara. Tidak ada seorang pun yang cukup bodoh mempertaruhkan hidup dan keluarganya untuk melawan mafia, menentang mafia bisa berarti hilangnya nyawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun