Mohon tunggu...
David I. Nainggolan
David I. Nainggolan Mohon Tunggu... -

Cinta Agama, Budaya, Sastra, Sains, Metafisika, Filsafat, Psikologi, dan semuanya.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Atheis Di Indonesia : Sebuah Dilema

19 April 2013   16:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:56 1421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Topik tentang atheisme ini menarik perhatian saya akhir-akhir ini, karena saya perhatikan gerakan ini muncul cukup sporadis, di jejaring sosial atau media-media dunia maya lainnya. Topik yang mereka angkat cukup “tabu” jika kita menggunakan kacamata agama, mereka menanyakan keberadaan Tuhan, bahkan tidak jarang saya temui di situs atau forum lain di dunia maya, mereka cukup intens menyerang agama dengan bahasa yang juga cukup sarkastik.

Hal ini membuat saya tertarik untuk mencari tau, akan mereka. Yang sering ditemui, mereka memiliki ciri khas dalam melakukan “olah logika” atau yang sering disebut dengan Fallacy, dan memiliki pemikiran yang berlatar belakang sains, dengan mengutip pemikiran Richard Dawkins, Hitchens, dan tokoh atheis internasional lainnya.

Namun, terlepas dari kontroversi yang ada tentang mereka, hal yang memicu pertanyaan di benak saya adalah, apakah atheisme memang “legal” di Indonesia? Yang berazaskan Pancasila dengan sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila pertama

Hal yang sering saya dapati dari mereka adalah jawaban sebagai berikut:

1. 1. Kata Ketuhanan di “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Pancasila menunjukkan suatu “sifat” bukan “sosok”, jadi tidak menyatakan bahwa warga Indonesia harus mengakui keberadaan Tuhan atau agama yang diakui di Indonesia.

--- Jawaban ini terus terang membuat saya heran, karena di sila berikutnya juga disebutkan “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”, dan “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat”. Dengan premis yang sama apakah manusia dan rakyat di sila itu juga bisa dianggap sebagai “sifat” semata, namun tidak menunjuk kepada suatu “sosok”. Menurut saya itu cukup absurd, bagaimana mungkin dalam sebuah Negara manusia dan rakyat tidak dianggap sebagai sosok. Maka menurut saya dalam Ketuhanan Yang Maha Esa di sila itu, Ketuhanan juga dinyatakan sebagai “sifat” dan juga “sosok”

2.2.Menurut Pak Mahfud MD ateis itu diperbolehkan http://nasional.kompas.com/read/2012/07/10/22113452/Ketua.MK.Ateis.dan.Komunis.Diperbolehkan

--- Setelah saya telusuri pernyataan Pak Mahfud di sana sayangnya tidak disertai dengan ketetapan,UU atau apapun yang mendukung peryataan beliau itu, yang disampaikan beliau dalam kapasitas sebagai seorang ketua Mahkamah Konstitusi. Karena kalau tidak maka boleh jadi pernyataan beliau adalah sebagai seorang individu, bukan ketua dari suatu organisasi.

3.3.Pengosongan Kolom Agama boleh dilakukan

--- Hal tersebut juga benar,..namun sayangnya hal tersebut dilakukan untuk mengakomodasi pengikut kepercayaan yang kesulitan mengisi Kolom agama di KTP nya. Jadi bukan untuk atheis, namun justru untuk memudahkan pemeluk agama kepercayaan yang tidak dapat digolongkan apakah masuk jenis aliran agama yang diakui Negara atau tidak. Dan hal ini sesuai dengan isi UU no 23 pasal 61 ayat 2.

Sebenarnya kalau kita telusuri lebih lanjut, banyak hal, yang justru menunjukkan bahwa Indonesia (secara konstitusi) adalah Negara yang relijius, seperti contohnya

Dalam pembukaan UUD 45 terdapat kalimat “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”

Sering ditemui dalam banyak surat keputusan tercantum kalimat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lho, terus apa masalahnya jika ada warga Indonesia yang menyatakan diri atheis?

Masalahnya adalah bahwa ternyata Negara Indonesia dalam praktiknya juga mendasarkan peraturan dan kebijakannya dengan dasar agama. Seperti contohnya sebagai berikut:

- UU RI no 23 Thn 1992 tentang kesehatan dan aborsi
Pasal 15
Ayat (1).

Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma AGAMA, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan
atau janin yang dikandungnya dapat diambil medis tertentu.

- Peraturan TENTANG PROSTITUSI dari BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU

Menimbang :


  • bahwa Prostitusi adalah merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan Norma AGAMA dan Kesusilaan yang berdampak Negatif terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat;

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN

Menimbang:

a.bahwa perjudian pada hakekatnya bertentangan dengan AGAMA, Kesusilaan dan Moral Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dankehidupan masyarakat, Bangsa dan Negara;



Mari sejenak kita pikirkan, karena atheisme adalah paham yang tidak percaya pada Tuhan (dan dalam praktiknya di Indonesia juga berarti tidak percaya pada agama), atheisme juga tidak memiliki landasan moral dan etika yang jelas (dalam artian, landasan moral etika yang disepakati oleh seluruh kaum atheis).

Maka secara teknis hal itu akan berpengaruh pada haknya dalam bersuara dan menyatakan pendapat, karena Negara kita adalah Negara demokrasi, dimana suaraberkaitan dengan keputusan.Dan keputusan adalah dasar acuan dalam menetapkan suatu aturan.

Maka disinilah letak dilemanya, bagaimana mungkin seseorang yang telah menyatakan diri lepas dari agama, memiliki kewenangan dalam mengatur sesuatu, yang justru dilarang, karena (salah satunya) berdasarkan azas agama? Karena agama, sebagaimana kita ketahui adalah falsafah negara, yang secara implisit juga merupakan  dasar dari perundang-undangan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun