Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Money

Produk KITA, Strategi BULOG Mendekati Masyarakat

2 Juni 2018   13:18 Diperbarui: 2 Juni 2018   13:25 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah tiga hari seorang teman mendiamkan saya padahal biasanya tiap hari kami selalu saling menyapa via WA. Karena saya tidak ingin berlarut-larut maka akhirnya saya kirim video buatan sendiri dengan nyanyian:

"Ingin marah? Silahkan,

Ingin ngambek? Silahkan,

Asal jangan kau habiskan nasiku....Oooo Ye.

Aku sabar menanti, sampai marahmu terhenti

Asal jangan kau habiskan nasikuuuu."

Teman saya itu tidak bisa mempertahankan diamnya, dengan terbahak-bahak dia menyapa, "Gila lo ndro, moso ketakutan nasinya gue habisin."

Thank God, teman saya sudah tidak ngambek lagi mendengar lagu yang beberapa dekade lalu seiring dinyanyikan  oleh mentor di kampus jika melihat yunior-yuniornya cemberut kecapekan. Nasi jadi tolok ukur untuk batas kesabaran sang mentor. Sepanjang nasinya tidak disentuh oleh orang lain, sang mentor akan bersabar menghadapi yunior-yuniornya yang manjah. Kelihatannya kocak namun secara tersirat tercermin betapa pentingnya nasi dalam kehidupan manusia Indonesia. Bagi 250 juta penduduk Indonesia, nasi adalah sumber energinya tiap hari.  

Konsumsi nasi bersifat fleksibel tergantung kemampuan ekonomi  konsumennya. Tidak jarang kita menemukan kisah para pengkonsumi nasi dengan lauk minimalis semacam nasi ditaburi garam, nasi dengan tempe sepotong, nasi dengan seperempat telor dadar yang jadi menu keseharian wong-wong cilik. 

Cukup dengan makanan demikian tubuh mereka yang tipis kering menyimpan  energi untuk mengais rezeki. Banyak orang yang sudah makan roti atau mie namun menganggap itu bukan makanan utama karena belum mengkonsumsi nasi. Jadi nasi itu kunci, kumendan.

Makanya tidak heran 51 tahun lalu, Negara merasa perlu membuat suatu Badan yang menyangga ketersediaan nasi/ beras secara konsisten. Pernah Negara bisa perkasa berswasemba Beras,  Tahun berganti dan Badan yang bernama BULOG itu mengembangkan sayapnya, tidak hanya semata menjaga stabilitas ketersediaan beras untuk rakyat. Namun juga menjadikan beras sebagai komiditas yang layak diperdagangkan dengan grade premium dan layak melenggang  di  hotel, restaurant dan cafe. Berhasil !!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun