Ingat Keluarga Bush, Ingat Irak (Reuter)
Berita tentang Timur Tengah akhir-akhir ini sangat mengejutkan. Tiada hari tanpa konflik. Setelah Irak jatuh ke tangan Amerika Serikat dan Presiden sah negeri itu Saddam Hussein dihukum gantung, situasi di kawasan semakin tak menentu.
Tidak hanya di Irak, begitu pula tetangga dekat Irak, Suriah. Ketika pasukan Amerika Serikat (AS) dan Rusia masuk ke Suriah untuk menghancurkan ISIS (The Islamic State in Iraq and Ash-Sham), juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), tiba-tiba muncul berita mengejutkan pada Minggu, 1 November 2015 bahwa ISIS berhasil merebut kota Maheen, Provinsi Homs dan memperluas wilayah kontrolnya di Suriah.
Keheranan masyarakat internasional mulai muncul. Siapa sebenarnya ISIS itu? Mengapa bertambah kuat saat dihancurkan? Apakah benar anggapan selama ini bahwa AS dan sekutunya berada di balik lahirnya ISIS? Saat-saat kekuatiran dan beragam pertanyaan muncul, terlihat di media elektronik, pasukan ISIS hilir-mudik menggunakan kendaraan buatan Asia?
Memang sulit menebak dengan pasti siapa yang berada di balik kelahiran ISIS. Tetapi perkembangan di Suriah ini menjadikan mata dunia internasional semakin terbuka, meskipun akhirnya muncul rasa tidak puas karena sudah memasuki wilayah abu-abu. Wilayah intelijen.
Pada saat terjadinya pergolakan di Suriah, Al-Qaeda telah mendukung oposisi dengan membentuk Front Al-Nusra untuk melawan pemerintahan Suriah pimpinan Bashar Al-Assad. Front Al-Nusra inilah kemudian bergabung dengan Negara Islam Irak yang pada 9 April 2013, dideklarasikan oleh Abu Bakar Al-Baghdadi menjadi ISIS. Situasi di Suriah semakin tak menentu ketika Rusia dengan jelinya mendukung Suriah, Irak dan Iran. Sekarang ketiga-tiga negara itu didominir Muslim Syi’ah. Rusia sangat cerdas melihat situasi di kawasan Timur Tengah. Ia tak lagi mendukung Muslim Sunni karena sudah didukung oleh AS. Dukungan Rusia beralih ke Muslim Shi’ah.
[caption caption="B.M.Diah dan Harian Merdekanya, mendukung Irak (Tempo.com)"]
Awal mulanya, ISIS ini lahir di Irak setelah Presiden Irak Saddam Hussein jatuh dan seluruh Irak diduduki oleh AS. Bermula dari semangat mengusir AS, Al-Qaeda dari Afghanistan yang dipimpin Abu Mush’ab Al-Zarqawi masuk ke Irak dan membentuk jama’ah At-Tauhid Wal-Jihad. Selanjutnya mereka bergabung dengan Dewan Syuro Mujahidin Irak yang terdiri dari 8 kelompok milisi bersenjata Irak.
Pada tahun 2006 Abu Mush’ab Al-Zarqawi tewas dan digantikan oleh Abu Umar Al-Baghdadi, selanjutnya Abu Umar mendirikan Negara Islam Irak atau disebut juga The Islamic State of Iraq (ISI) yang berpusat di Baquba, Provinsi Diyala. Tahun 2010 Abu Umar juga tewas dan digantikan oleh Abu Bakar Al-Baghdadi.
Abu Bakar Al-Baghdadi memperluas wilayahnya ke Suriah dan kemudian nama Negara Islam Irak diubah menjadi Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Dalam kenyataannya, ISIS ini terus berkembang. Di Irak mengambil tempat di barat sedangkan di Suriah di sebelah timur. Tak dapat disangkal perjuangan ISIS ini disertai berbagai teror. Sebagai contoh pada tanggal 7 Juni 2014, sebagian ISIS yang masih berada di Provinsi Anbar telah menyerbu sebuah universitas di Kota Ramadi.
Di tempat ini mereka telah menyandera ratusan mahasiswa, namun kemudian para sandera tersebut dibebaskan hanya untuk memperoleh simpati dari orang-orang Sunni di tempat tersebut. Pada dasarnya pengikut Presiden Saddam Hussein (Sunni) yang terguling bergabung di antara kelompok-kelompok yang melawan AS dan sekutunya. Hanya suatu keberuntungan, jika Sunni semasa Saddam bisa memerintah penduduk Irak yang mayoritas beraliran Muslim Syi’ah, yang diperkirakan 60 persen dari jumlah penduduk Irak, sedang Sunni hanya mewakili 40 persen.