Mohon tunggu...
Daniel Setiawan
Daniel Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang karyawan swasta

Segala Sesuatu Ada Masanya, Ikhlas dalam Menjalaninya disertai dengan Pengucapan Syukur.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Permainan Jokowi-Ahok

1 Agustus 2013   14:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:44 3864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tipe Ahok yang temperamental sudah dikenal orang banyak. Bicaranya yang ceplas-ceplos tak sedikit yang membuat sebagian orang tersinggung. Seperti baru-baru ini statemen Ahok tentang PKL di Tanah Abang membuat sebagian masyarakat Jakarta tersinggung dengan ucapannya.

Sosok Jokowi yang jawani. Bicaranya yang santun, selalu tersenyum dan lebih mengutamakan dialog juga sudah diketahui orang banyak. Seperti baru-baru ini, Jokowi sidak di Pasar Minggu yang mendapati PKL kembali berjualan di tepi-tepi jalan. Tapi, Jokowi tidak mencak-mencak kepada PKL yang jualan, dan juga kepada anggota satpol PP yang hanya duduk-duduk melihat para PKL berjualan. Dengan kalem Jokowi hanya mengatakan,”saya kecewa.”  tanpa turun dari mobilnya.

Dua karakter yang berbeda. Yang satu panas, emosian. Yang satu kalem, menenangkan. Kenapa mereka bisa klop berpasangan menjadi DKI1 dan DKI2? Bukankah secara karakter mereka berbeda? Tapi banyak orang mengatakan bahwa inilah pasangan gubernur dan wakil gubernur yang paling cocok dan serasi. Saling melengkapi.

Tapi menurut saya, apa yang dilakukan oleh Ahok selama ini bukanlah sesuatu yang tidak direncanakan. Gaya Ahok yang bicara blak-blakan, bukanlah malah menjatuhkan pamor sang gubernur. Dan bukan pula tidak ada keserasian antara gubernur dan wakil gubernur. Malah mereka saling melengkapi. Kenapa?

Ahok selalu mengatakan, Dia adalah polisi jahatnya gubernur. Mengapa Ahok berkata demikian, saya kira itu memang peran Ahok dalam pemerintahan DKI Jakarta ini. Ahok selalu berperan menjadi bad guy, mengeluarkan statemen-statemen yang memerahkan telinga. Membuat orang-orang yang disentilnya menjadi uring-uringan. Tersinggung dan marah kepada Ahok. Kalau sudah demikian, maka tugas Jokowilah yang akan menyelesaikannya. Jokowi bertindak sebagai good guy, yang melakukan pendekatan kepada mereka yang tersinggung. Mereka mengadukan segala keluh kesah mereka kepada Jokowi. Jokowi pun mendengarkan mereka, apa yang mereka inginkan didengarkan oleh Jokowi. Jokowi pun merangkul mereka. Karena mereka menganggap Jokowi lebih peduli kepada mereka, maka apa yang dikatakan oleh Jokowi pun mereka turuti.

Artinya, Ibarat permainan sepak bola. Ahok melakukan umpan yang cantik dan Jokowi menyelesaikannya dengan sempurna. Mari kita telaah Kasus PKL Tanah Abang. Ahok mengeluarkan statemen yang menyinggung PKL Tanah Abang sehingga berujung Ahok didemo oleh Rajjam Ahok. Ahok telah membangunkan macan tidur di Tanah Abang. Macan-macannya yang selama ini bersembunyi dengan tenang akhirnya turun gunung. Mereka menyerang Ahok. Ketika mereka menyerang Ahok, Jokowi pun menyerang langsung ke Tanah Abang berdialog dengan PKL di sana. Hasilnya, banyak PKL yang akhirnya mau direlokasi ke blok G Tanah Abang. Kenapa para PKL mau direlokasi ke blok G? Karena mereka menganggap Jokowi lebih perhatian kepada mereka, lebih mengayomi mereka daripada Ahok. Coba seandainya Ahok diam seribu basa, dan menyerahkan semuanya kepada Jokowi. Apakah Jokowi akan mendapatkan hasil yang maksimal? Saya kira, Jokowi akan tetap mendapat tentangan dari para PKL Tanah Abang.

Dengan bermain sebagai bad guy dan good guy, maka kemenangan pun diraih mereka berdua.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun