Mohon tunggu...
Dani Wijaya
Dani Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pekerja Keras

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sesat Pikir Salamudin Daeng Mengenai Hutang Pemerintah Kepada Pertamina

12 September 2017   10:17 Diperbarui: 12 September 2017   10:33 5365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di era sosial media ini, kita harus kritis dan jeli dalam melihat setiap informasi yang masuk dalam perangkat canggih kita. Karena tanpa sadar, banyak informasi yang berusaha menggiring opini kita dengan tulisan yang terlihat meyakinkan, tapi sebenarnya menggunakan data yang tidak valid dan pengambilan kesimpulan yang tidak tepat.

Hal itu seperti dalam artikel yang ditulis oleh Salamudin Daeng yang berjudul "Pertamina Bangkrut Gara-Gara Pemerintahan Jokowi Pinjam Uang ke Pertamina" yang bertebaran di lini masa akhir-akhir ini. Artikel ini secara khusus menyoroti dua hal, yaitu utang pemerintah pada Pertamina yang besar dan terancam tidak dibayar, kedua, kebijakan BBM satu harga adalah usaha pencitraan Jokowi. Tapi benarkah? Mari kita periksa.

Salamudin Daeng (SD) mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah pusat memiliki utang pada Pertamina sebesar 40 Trilyun. Ia tak menyebutkan data tersebut diambil dari mana. Kemudian dibumbui dengan situasi bahwa ada indikasi pemerintah enggan membayar itu.

Bila kita periksa data dalam laporan resmi pemerintah di "Profil  Utang dan Penjaminan Pemerintah Pusat" yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan, hingga Januari 2017 utang pemerintah Indonesia yang berasal dari pinjaman dalam negeri Indonesia adalah 5,31 trilyun atau 0,1 persen dari total utang secara keseluruhan.  Menurut keterangan Kemenkeu, pinjaman dalam negeri itu berasal dari BUMN, Pemda atau Perusahaan daerah.

Dengan melihat data itu saja, argumen SD menjadi tidak masuk akal (make sense). Pinjaman dalam negeri kita secara total adalah 5 trilyun, tapi disebutkan oleh SD di atas bahwa pemerintah pusat punya utang 40 trilyun ke pertamina. Selain itu, juga tak ada dalam laporan Kemenkeu terkait utang hingga 40 trilyun itu dalam kerangka pinjaman dalam negeri. Kita tidak tahu itu data dari mana yang digunakan oleh SD.

Kemudian, niat baik dan kerja keras memperbaiki keadaan kadang memang tidak selalu mendapat sambutan yang baik bagi sebagian orang. Itu yang saat ini terjadi pada usaha Joko Widodo dalam memerangi kesenjangan antar wilayah saat ini. Usahanya menjadikan BBM satu harga antara di Indonesia Wilayah Barat dan Timur terus dicerca, termasuk oleh SD melalui artikel yang beredar tersebut.

Padahal itu adalah kewajiban pemerintah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah-pemerintah sebelumnya. Kesenjangan antar wilayah ini yang sedang dikurangi Jokowi melalui salah satunya dengan BBM satu harga. Selama ini saudara kita di Wilayah Timur mendapatkan harga BBM yang beberapakali lipat dibanding Wilayah Barat. Ini tentu tidak adil.

Keputusan menjadikan BBM satu harga memang akan membuat negara sedikit merugi. Karena negara melalui BUMN, dalam hal ini Pertamina, akan dipaksa menanggung biaya operasional yang besar. Meskipun demikian, dampaknya akan membuat wilayah yang selama ini tertinggal, akan sedikit demi sedikit mengejar ketertinggalannya. Pemerintah pasti akan sedikit merugi, tapi itu demi mengurangi kesenjangan wilayah. Bukankah itu menjadi kewajiban negara untuk mengupayakan kesejahteraan rakyatnya?

Kita tidak bisa menilai Pertamina dengan cara pandang untung rugi saja untuk kasus BBM satu harga ini. Kita harus ingat bahwa Pertamina adalah perusahaan negara yang salah satu tugasnya yaitu melayani kebutuhan warga negara.

Kondisi Pertamina sendiri saat ini sangat sehat. Tidak seperti yang disebutkan oleh SD dalam artikelnya yang menilai Pertamina akan kolaps. Kementerian BUMN pada Mei 2017 lalu merilis daftar perusahaan BUMN yang sehat, salah satunya adalah Pertamina. Bahkan, Pertamina menjadi pemenang kategori "best of the best" dari perusahaan BUMN terbaik tahun 2017.

Dengan melihat berbagai pemaparan fakta di atas, sangat disayangkan ternyata artikel yang terlihat meyakinkan dari SD ternyata memiliki data yang tidak valid, sehingga memiliki kesimpulan yang meleset. Itulah gunanya memeriksa setiap informasi agar kita tidak terjebak dalam permainan penggiringan opini akhir-akhir ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun