Mohon tunggu...
Dadan  Rizwan Fauzi
Dadan Rizwan Fauzi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana (Megister) PKn UPI Ketua Umum Aliansi Pemberdayaan Pemuda Nusantara (ASPENTARA)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ironi Perundungan (Bullying) dalam Lingkungan Pendidikan

21 Juli 2017   01:13 Diperbarui: 21 Juli 2017   10:23 1872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akir ini kasus akibat kekerasan di sekolah makin sering ditemui baik melalui informasi di media cetak, media sosial, maupun yang dapat kita saksikan di layar televisi. Selain tawuran antar pelajar sebenarnya ada bentuk-bentuk perilaku agresif atau kekerasan yang mungkin sudah lama terjadi di lingkungan pendidikan, namun tidak mendapat perhatian, bahkan mungkin tidak dianggap sesuatu hal yang serius. Misalnya bentuk intimidasi, pemalakan, pengucilan diri dari temanya, sehingga anak jadi malas pergi ke sekolah karena merasa terancam dan takut, bahkan bisa menjadi depresi tahap ringan yang dapat mempengaruhi semangat belajar anak di ruang kelas

Sebagaimana yang kita ketahui, baru-baru ini dunia pendidikan kita digemparkan dengan dua video singkat yang viral di dunia maya. Video pertama soal aksi bully seorang mahasiswa terhadap rekannya yang menderita kebutuhan khusus (autis). Aksi yang terjadi di dalam kampus Universitas Gunadarma Depok ini sontak membuat geram para netizen.

Dalam video berdurasi 15 detik yang diunggah oleh akun instagram @thenewbikingregetan, terlihat bagaimana seorang mahasiswa ditarik-tarik tas nya oleh temannya hingga ia tidak bisa berjalan. Sementara banyak mahasiswa yang menyaksikannya pun mentertawai tidak ada yang berani menolong. Apalagi, korban dalam aksi bully itu adalah mahasiswa kebutuhan khusus dan dilakukan di hadapan mahasiswa lain tanpa ada satu pun yang membela.

Belum selesai kasus di Universitas Gunadarma, video bullying kembali beredar, kali ini menimpa seorang pelajar perempuan di pusat perbelanjaan Thamrin City. Sebagaimana ditampilkan dalam video berdurasi satu menit 25 detik yang diupload facebookers dengan nama akun Mak Lambe Turah. Dalam video tersebut tampak seorang remaja perempuan dijambak rambutnya secara keji berulang kali oleh beberapa pelaku seusianya. Sementara korban tak berdaya dan hanya pasrah. Dia juga disuruh menyalami dan mencium kaki pelaku. Lalu aksi itu dipotret dan divideokan.

Berkembangnya isu mengenai disabilitas di dalam masyarakat akhir-akhir ini semakin membuka mata kita akan betapa masih dianggap tabunya disabilitas itu sendiri. Disabilitas yang dalam pehamaman masyarakat awam adalah suatu bentuk ketidakmampuan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan dikarenakan keterbatasan fisik, mental maupun keduanya, telah menimbulkan berbagai pemahaman yang tak lagi bisa dirasakan relevan bahwa setiap orang dengan suatu keadaan disabilitas hanya membutuhkan adanya sarana prasana guna menunjang kebutuhan fisik secara khusus tanpa dibarengi dengan adanya pengertian bahwa justru yang dibutuhkan dalam keadaan tersebut adalah adanya penyetaraan sosial serta "perlakuan" yang sama.

Penyandang Disabilitas Belum Mendapatkan Perlakukan Secara Layak

Jika kita amati lebih lanjut, adanya isu mengenai keadilan bagi penyandang disabilitas di zaman kemajuan teknologi dan pemikiran individu-individu yang semakin berkembang ini, telah memasuki suatu fase yang ironisnya justru semakin menggerus ke dalam suatu bentuk dimensi kedisabilitasan secara sosial. Kedisabilitasan sosial yang dimaksudkan di sini bukan menyorot mengenai semakin berkurangnya tingkat kepekaan masyarakat terhadap isu sosial di sekitar mereka, namun justru mengenai pemahaman terhadap kepedulian akan disabilitas yang telah didasari dengan konsep serta pemikiran yang salah yang akan mengarah kepada jurang pembeda yang justru nantinya muncul diantara kepedulian tersebut.

Konsep serta pemahaman dasar inilah yang selayaknya perlu diubah untuk memperbarui sistem yang telah lama mengakar dalam kehidupan masyarakat. Tujuannya adalah tak lain untuk mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang berbasis keadilan, kesetaraan, dan tidak lagi memandang adanya pengucilan "perlakuan" dalam suatu taraf pengertian dan pemahaman sosial. Hal ini juga sepatutnya dilihat pada segi atau bagian di mana seorang penyandang disabilitas memang perlu diberikan bantuan atau sarana prasarana khusus guna menunjang kemandirian, efektifitas, peningkatan kepercayaan diri serta untuk meningkatkan kesejahteraan dan penyataraan sebagai seorang warga negara dalam berbagai aspek kehidupan.

Dalam kehidupan masyarakat luas, dunia pendidikan bagi masyarakat disabilitas baru sebatas SLB (Sekolah Luar Biasa) yang selama ini pun telah dikategorikan menurut kemampuan mereka. Tiap-tiap dari mereka sebenarnya menempuh pendidikan tersebut sebagaimana orang-orang non-difabel pada umunya, hanya saja yang menjadi masalah adalah jika orang-orang non-difabel setelah menamatkan pendidikan mereka di tahap SMA banyak tingkat pendidikan tinggi yang mau dan bisa mereka pilih untuk meneruskan pembelajaran untuk bekal kehidupan mereka, namun untuk para penyandang disabilitas masih kesulitan apabila mereka ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi lagi.

Hal ini dikarenakan, masih banyaknya perguruan tinggi meskipun tidak semua selalu berpikir ulang untuk mengambil tanggung jawab sebagai institusi pendidikan yang bersedia menyediakan tempat bagi para difabel dengan dalih tidak adanya sarana prasana yang mampu untuk menunjang kebutuhan para difabel. Padahal kalau kita melihat undang-undang Republik Indonesia no 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (bab 3 pasal 10 bagian a) dijelaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan disemua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus. Bahkan lebih luas lagi dalam pasal 17 nya ditegaskan bahwa setiap penyelenggara pendidikan tinggi wajib memfasilitasi pembentukan Unit Layanan Disabilitas.

Pendidikan Inklusif harus di Laksanakan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun