Mohon tunggu...
Daan Andraan
Daan Andraan Mohon Tunggu... Pramusaji - Pembaca

Seorang pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanah Kematian, dari Sawah Besar sampai Jalan Pangeran Jayakarta

3 Maret 2019   23:59 Diperbarui: 4 Maret 2019   00:13 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
journals.openedition.org

Di prasasti setinggi kurang lebih 2.5 meter itu tertulis, "Bulan Agustus, Musim Gugur Tahun 1761. Atas dasar rasa tanggung jawab, dari hasil pengumpulan sumbangan secara sukarela, maka dibukalah tanah ini untuk pemakaman, untuk menenangkan arwah-arwah yang menangis, tempat peristirahatan arwah-arwah dan dengan harapan agar dikenang oleh para penerus.. ".

Selanjutnya di bawahnya tertulis nama-nama para penyumbang, yang mana Jia Bai Dan Lin/Kapitan Lin sebagai penyumbang terbesar sebanyak 1000 koin emas dan Wu Zhi Mi Shi dan Hua penyumbang terkecil dengan 10 koin emas.

Prasasti yang terletak di halaman Klenteng Di Cang yuan/Vihara Tri Ratna di Jalan Lautze 64 ini memuat peringatan tentang perluasan pekuburan Gunung Sahari, dan ini merupakan pertanda bahwa di Sawah Besar, Kemayoran dan sekitarnya merupakan kompleks kuburan bagi warga Tionghoa di sekitaran tahun 1761 sebelum dan sesudahnya.

1 kilometer ke arah Utara dari Klenteng Di Cang yuan, di kali Gunung Sahari melintang Jembatan Merah. Toponimi Jembatan Merah diceritakan berasal dari darah hasil pemotongan hewan yang mengalir ke sungai di bawah jembatan ini. Dulu di wilayah ini terdapat rumah pemotongan hewan atau pejagalan yang dalam bahasa Belandanya disebut Abattoir/Slachthuis Gemeente Batavia.

Komplek pejagalan ini terbagi 2, di sebelah Utara dibangun tahun 1905 dan sekarang hanya menyisakan bangunan tua kecil bekas  menara air yang terletak di dalam kompleks Balai Material dan Konstruksi, Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Jalan DR. Suratmo.

Kompleks bangunan yang lebih muda ada di sebelah Selatan Jalan DR. Suratmo, perkiraan pembangunannya di tahun 1933-1936, tapi sekarang tidak menyisakan apa-apa lagi,  di lokasi itu berdiri ruko-ruko dan jalan kecil yang dinamakan Jalan Pejagalan sebagai penanda dulu pernah ada pejagalan atau rumah potong hewan disini.

Berjalan kurang lebih 7 menit menyusuri Jalan Pangeran Jayakarta ke arah Stasiun Jayakarta, ada masjid di sebelah kanan jalan di mana di sisi kiri dinding mesjid ada plakat kecil beraksara hanacaraka.

"Pasarean

Kanjeng Raden Mas Adipati Sasradiningrat I 

Papatih Dalam Nagari Surakarta

1694 - 1707" ini terjemahan bahasa Indonesianya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun