Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dongeng, Mengapa Si Sulung Selalu Digambarkan Antagonis?

18 Juni 2017   17:10 Diperbarui: 23 Juni 2017   11:14 1555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. | Dokumentasi dongenganakindonesia.blogspot.com

Sejak anak memasuki usia Taman Kanak-kanak (TK), saya secara rutin mulai mengenalkan dongeng-dongeng Nusantara. Agar cerita yang disampaikan semakin maksimal, secara khusus saya bahkan mulai membiasakan anak memilih dan membeli buku cerita di toku buku (setidaknya satu kali dalam satu bulan).

Mengenalkan beragam dongeng khas Indonesia lumayan seru. Apalagi terkadang ada pertanyaan lanjutan dari anak terkait dongeng tersebut, misalkan di mana letak Gunung Bromo, saat saya menceritakan asal usul gunung yang berada di Jawa Timur tersebut. Atau anak bertanya di mana letak Tangkuban Perahu saat saya menceritakan dongeng Sangkuriang.

Sehingga tanpa sadar, anak mulai belajar geografi saat saya satu persatu menunjuk lokasi --melalui peta-- dari dongeng-dongeng itu. Selain itu juga anak mulai belajar mengenali karakteristik suatu provinsi. Jawa Barat misalkan, memiliki objek wisata Tangkuban Perahu, sementara Sumatera Utara memiliki objek wisata Danau Toba.

Namun setelah membacakan beragam dongeng, ada beberapa dongeng yang sedikit mengganjal. Sebenarnya bukan cerita dongengnya yang kurang baik, tetapi karena akumulasi dari cerita beberapa dongeng Indonesia yang sedikit mengganggu, karena menyudutkan Sang Kakak. Entah apa alasanya, tetapi ada banyak dongeng Nusantara yang menempatkan anak pertama/kedua/ketiga, tetapi berstatus kakak, sebagai tokoh antagonis. Sebaliknya, menempatkan si bungsu sebagai sosok protagonis.

Sebut saja Lutung Kasarung. Dongeng dari Jawa Barat tersebut menempatkan sosok Purbasari si bungsu sebagai tokoh yang sangat baik, sementara Purbararang sang kakak diceritakan sebagai tokoh yang sangat jahat. Ia melakukan beragam kejahatan pada sang adik untuk menguasai tahta warisan dari sang ayah.

Begitu pula dengan Legenda Ular N'Daung, dongeng dari Bengkulu. Sang kakak pertama dan kedua diceritakan sebagai sosok yang kurang terpuji karena enggan mengambil bara api dari gunung untuk kesembuhan ibunda, sementara si adik bungsu diceritakan sebagai sosok yang sangat mengabdi karena bersedia mengorbankan diri mencari obat untuk kesembuhan sang ibu.

Ada juga cerita Ande Ande Lumut yang menceritakan ketiga orang kakanya sebagai sosok yang kurang baik, sementara si bungsu diceritakan sebagai sosok seperti malaikat. Begitupula dengan cerita Keong Mas. Sang kakak Dewi Galuh diceritakan sebagai tokoh jahat, sementara sang adik Candra Kirana digambarkan sebagai sosok yang sangat baik.

Harus Dijelaskan ke Anak dengan Bijak
Sejak kecil saya sebenarnya pecinta dongeng, bahkan bila ada ending dongeng yang kurang sesuai keinginan saya suka mengubah ceritanya. Dulu ada beberapa teman kecil saya yang rutin berkumpul untuk menceritakan dongeng yang sudah kami ubah akhir ceritanya sesuai dengan keinginan masing-masing.

Namun saat itu kami tidak pernah terpikir mengapa banyak dongeng-dongeng Indonesia yang menyudutkan tokoh kakak. Kami memang paham, bawang putih si adik (tiri) itu sosok yang baik, sementara si bawang merah --sang kakak (tiri) itu, sangat jahat. Namun kami tidak pernah terpikir mengapa harus si kakak yang jahat, mengapa tidak si adik saja yang berhati culas?

Saya baru tersadar begitu banyak cerita Indonesia yang menyudutkan tokoh kakak saat membacakan cerita Legenda Ular N'Daung ke anak saya --yang hingga saat ini masih berstatus sebagai anak semata wayang. Saat itu ia bertanya, "Ibu kenapa kakak sulung dan kakak keduanya jahat, kenapa si bungsu sangat baik." Belum sempat saya menjawab, ia kemudian bertanya kembali, "Ibu, kalau Qisti anak sulung apa anak bungsu? Terus kalau Ibu dan Ayah, anak pertama apa anak terakhir?"

Bum! Saya sempat bingung menjelaskan, karena suami dan saya merupakan anak sulung, walaupun saya sendiri tidak punya adik aka anak tunggal, tetapi tetap saja kan saya berstatus sebagai anak pertama. Secara tersirat anak saya sempat bertanya, apakah memang semua anak sulung itu sudah pasti jahat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun