Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Pejalan sunyi -

penjelajah hari, penjelajah hati

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Senangnya Bisa Mengajar

19 Mei 2015   17:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:49 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah nasib apa yang akhirnya membawa saya dapat mengajar, padahal kalau para mahasiswa saya tahu, tentu mereka akan meragukan apakah saya pantas mengajar mereka. Saya menyelesaikan S1 hampir 8 tahun, pada waktu batas masa kuliah masih 2 kali masa kuliah normal atau 2 kali 9 semester. Jadi sebenarnya sudah hampir memasuki batas waktu itu. Hanya nasib baik yang akhirnya membuat saya dapat lulus juga, gara-gara dosen pembimbing mau pergi ke luar negeri, sehingga saya ngebut mengejar ujian sebelum sang dosen pergi. Alhamdulillah bisa terkejar juga. Jadi sebenarnya, skripsi (juga tesis) sebenarnya tidak memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan, yang penting fokus dan berjalan sesuai arah yang telah diniatkan, Insya Allah cepat selesai.

Karena waktu kuliah yang lama tersebut, saya merasa tidak mungkin bisa menjadi pengajar, apalagi di universitas negeri yang katanya didirikan pertama di Indonesia setelah merdeka ini, pun dikatakan memiliki mahasiswa terbesar, dengan lebih dari 55 ribu mahasiswa berbagai jurusan (lihat ini). Padahal dahulu, saya ingat, ada seorang bulik (tante) yang mengatakan, bahwa masak dari 5 orang anak-anak bapak dan ibu tidak ada yang mengikuti jejak mereka menjadi guru. Dalam hati kecil saya agak ragu, karena meskipun tidak terlalu bodoh, tapi saya terkenal pendiam dan sulit bicara. Masak nanti diam-diam saja di depan kelas, pikirku. Tapi nasib ternyata memang menentukan lain, karena sepertinya saya yang ditugasi untuk meneruskan profesi mulia Bapak dan Ibu tersebut, karena semua saudara bekerja di luar bidang pendidikan.

Ya, kedua orang tua saya adalah guru. Bapak guru SD, yang kemudian memilih pensiun dini untuk merawat sawah kami yang tidak seberapa itu. Sepertinya Bapak memang sudah lelah, karena menurutnya, umurnya pada waktu pembuatan SK PNS sebenarnya dibuat lebih muda, jadi umur sebenarnya jauh lebih tua. Lebih-lebih lagi, beliau juga sepertinya lebih tertarik dengan segala macam hal terkait dengan pertanian dan peternakan. Ya, begitulah akhirnya beliau memilih untuk bertani juga memelihara ternak dan juga unggas, sebagian besar lebih sebagai kesenangan dan hobby. Dan menurut saya itu juga tidak masalah, sebagai sebuah pilihan.

Ibu saya juga seorang pendidik, yang sejak saya lahir malah sudah menjabat sebagai Kepala Sekolah sebuah SMA swasta di Gunungkidul. Belakangan saya tahu beliau ternyata adalah PNS yang diperbantukan pada sekolah tersebut, yaitu SMA Muhammadiyah Ponjong, Gunungkidul. Di sanalah, Bapak yang ketika itu mengajar di sebuah SD dan Ibu bertemu untuk pertama kali dan akhirnya menikah. Tiga dari lima anak-anak bapak dan ibu lahir di Gunungkidul dan selebihnya di Bantul, setelah kami pindah sekitar tahun 1978. Masa-masa singkat itu entah kenapa masih terpaku erat dalam ingatan, meskipun masa itu saya masih terhitung balita. Mungkin karena itu orang tidak boleh menyepelekan masa-masa awal perkembangan anak, karena anak merekam sangat kuat segala peristiwa dalam masa-masa awal menjalani hidup itu.

Ikhwal tempat kelahiran itu juga sempat menjadi protes kakakku yang sulung waktu kecil dulu, mungkin karena diejek teman-teman, dirinya tidak terima dalam Akte Kelahiran ditulis dirinya lahir di Gunungkidul, padahal sebenarnya lahir  di rumah sakit di Yogyakarta. Mengapa tidak ditulis di Yogya, begitu gugatnya. Saya sih enjoy-enjoy saja, bahkan saya merasa bangga. Saya selalu kagum dengan orang-orang yang dapat eksis dari daerah terpencil dan berkekurangan, karena menunjukkan kuatnya tekat dan niat untuk berubah. Dan orang-orang Gunungkidul terkenal sebagai orang yang ulet, karena ditempa oleh kerasnya alam yang kering dan tidak subur. Karena kondisinya itu, banyak warganya yang merantau, dan tidak sedikit yang sukses, mungkin dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Dapat dilihat dari berbagai rumah bagus di perdesaan Gunungkidul, yang akan ramai ketika lebaran tiba.

Kembali pada topik mengajar tadi, akhirnya setelah sekian lama bekerja di sebuah pusat studi, akhirnya datang tawaran untuk mengajar dari seorang profesor sosiologi yang banyak bergaul dengan manajemen kami. Uniknya, beliau ingin melakukan analisis sosiologi dengan pendekatan yang lebih kuantitatif, dengan memanfaatkan data statistik dan Sistem Informasi Geografis (GIS). Saya yang terbiasa menggunakan MS Access untuk mengolah data diminta untuk mengasisteni beliau memberikan materi, pada mahasiswa S2. Lucu sebenarnya, karena saat itu saya juga sedang menempuh pendidikan S2 walaupun dalam bidang ekonomi. Pilihan kuliah S2 ini juga cukup berani karena berbeda dengan pendidikan S1 di Jurusan Teknik Sipil. Sampai-sampai istri dan juga mertua bertanya-tanya dan memiliki jawaban sendiri karena tetap tidak paham dengan penjelasan saya: mungkin tugasnya memang macam-macam, katanya. Saya tertawa saja. Toh, minat dan keinginan dapat mengalahkan keanehan pilihan itu, dan akhirnya saya dapat menyelesaikan kuliah dengan terlambat 1 trimester ;)

Pengalaman mengajar kedua juga atas tawaran profesor sosiologi tadi, yang menjadi ketua pengelola sebuah program yang menggabungkan aspek sosial, ekonomi dan teknik (infrastruktur) dalam sebuah tema infrastruktur dan pembangunan masyarakat. Sebuah program yang cukup komprehensif dan berani, sekaligus berat karena memberikan beragam ilmu pada mahasiswa dalam waktu yang relatif singkat. Sistem pembelajaran yang dilakukan juga agak berbeda, yaitu dengan sistem blok, atau mata kuliah yang sama selama beberapa minggu, disusul mata kuliah berikutnya. Sistem semacam ini mengacu pada beberapa program yang dijalankan di Belanda, sebagai referensi. Saya lagi-lagi didapuk untuk memberi materi pengolahan database sebagai bagian dari mata kuliah yang diajarkan oleh profesor tersebut, dan sekali-kali pernah menggantikan pengajar ekonomi. Cukup deg-degan walau membanggakan.

Tawaran ketiga terjadi dari bos di kantor yang mendapat tugas mengajar di sebuah program magister, fakultas ekonomi dan bisnis. Setelah beberapa waktu membantu beliau, tiba-tiba beliau meninggal dunia, sehingga saya akhirnya menggantikan tugas hingga selesai. Sempat mengajar selama 3 kali periode, dengan salah satunya kelas mahasiswa khusus Papua. Sebuah pengalaman yang menyenangkan juga.

Akhirnya saat ini saya sudah dua periode mengajar di sebuah Universitas Islam Negeri jurusaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, atas tawaran teman kuliah S2 dahulu. Mungkin tahu saya bukan seorang lulusan ekonomi murni, karena tercemar teknik, maka saya mengajar  mata kuliah Statistika dan Ekonometrika, selama 2 periode ini. Sangat menyenangkan mengajar para mahasiswa S1 ini, yang sangat bersemangat dan cepat menangkap berbagai materi yang disampaikan. Selain itu, karakter para mahasiswa yang energik dan 'sangat aktifis' membuat saya sering mendapatkan bocoran berita mengenai demo-demo yang akan dilakukan, terutama pada masa-masa penolakan kenaikan harga BBM yang lalu. Keuntungannya, dapat mengantisipasi kemacetan yang pasti terjadi mengiringi demo tersebut :)

Demikianlah sedikit cerita untuk berbagi. Sebenarnya saya sangat kagum dan iri dengan para pengajar yang mau berjibaku di wilayah terpencil. Pengabdian mereka begitu besar, jauh dibanding apa yang saya berikan ini. Walaupun demikian, saya berharap apa yang saya berikan dapat memberikan manfaat bagi mereka, para mahasiswa yang masa depannya masih panjang itu. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun