Mohon tunggu...
Conni Aruan
Conni Aruan Mohon Tunggu... Administrasi - Apa ya?

Zombie

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fan Fict] Harry Potter and the Special One

14 April 2013   12:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:12 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_254615" align="aligncenter" width="319" caption="static.wix.com edited by Conni Aruan"][/caption]

No. 04

Sore ini angin berhembus kencang menampar-nampar wajah seorang gadis yang sudah berdiri di persimpangan jalan hampir 30 menit lamanya. Beberapa kali dia merapikan rambut ikalnya yang berantakan oleh angin kemudian melipat tangannya di dada dan memandang ke ujung jalan.Sepi. Ayolah, hari kedua aku menunggu di persimpangan ini. Jangan buat aku kembali lagi ke rumah kosong itu, batin gadis itu. Matanya yang sayu melirik pada sebuah koper berukuran sedang tergeletak begitu saja di sampingnya.

Setangkai Deffodil violet melayang mendekatinya dari sisi kanan jalan. Senyum itu pun merekah sempurna saat Deffodil violet itu persis di hadapannya.

“Terimakasih Harry, kamu gak bisa ya pisah dari jubah pecundang itu?” gadis itu tersenyum nakal saat mengatakan ‘jubahpecundang’. Matanya tak lepas dari krisan ungu yang ditangannya. Mendengar itu pria yang sedari tadi bersembunyi dibalik jubah warisan dari Ayahnya kesal.

“Jubah ini yang akan membawamu ke Hogwarts Violette, ‘Jubah penyelamat’ sebutan yang lebih cocok untuknya” Harry menjawab santai sambil melipat jubah itu di dadanya.

“Kamu mau menyelundupkanku?”

“Tidak kalau kamu menerima surat dari Hogwarts.”

“Ayolah Harry, aku bisa sihir. Aku bisa membuktikan kepada guru-guru di Hogwarts, aku bisa sihir bahkan lebih dari Nona Granger...”

“Ohya?”

“Lebih sedikit maksudnya...” Gadis itu terkekeh dan kemudian mengeluarkan tongkat berukuran 9 inci dari balik jaketnya. Harry terkejut dan merampas tongkat itu dari tangan Violette.

“Kamu punya tongkat? Siapa yang membuatkan? Olivander tak menerima pesanan tongkat dari muggle.” Harry mengamati tongkat itu, warnanya coklat gelap, bergelombang, dan keras.

“Kayu apa? Intinya apa? Apakah tongkat ini bekerja? ” Harry menimbang-nimbang tongkat itu rasa penasaran semakin memuncak saat Violette dengan bangga menjawab, “Tentu saja tongkat itu bekerja.”

Kedua remaja itu berhenti sejenak untuk membayar tiket masuk ke TMII, Violette mengeluarkan uang lima puluh ribuan kepada kasir. Harry terlihat membenamkan wajahnya pada jaket tebalnya setelah memasukkan tongkat itu ke balik saku jaketnya. “Mereka tak akan mengenalimu tahu, santai saja.” Harry nyengir kuda. Setelah melewati petugas berikutnya Harry kembali mengamati tongkat Violette.

“Kamu harus cerita asal tongkat ini Violette... “ Harry tak sabar lagi.

“Kakekku yang membuatkan untukku, kamu tahu kan kalau kakekku tukang kayu? Kakek memesan batangan kayu tiger wood dari temannya yang kebetulan sedang mengerjakan furnitur punya keluarga Wibisono, sebenarnya itu sisanya. Tapi kakek membayar cukup mahal untuk itu. Untuk intinya, Kakek menggunakan sehelai rambut Almarhum Nenek Jasmine Hana. Kakek menyelesaikan tongkat itu dalam dua minggu...”

“Aku ingin bertemu dengan Kakek...” Harry memotong seenaknya.

“Kakek meninggal sehari setelah menyelesaikan tongkat itu dan tongkat itu satu-satunyawarisan Kakek untukku.”

“Maaf...”kata Harry setengah berbisik sambil mengembalikan tongkat itu kepada Violette.

“Tak mengapa, jadi... Portkey? Kamu serius?”Violette kembali kembali pada inti kedatangan Harry ke Indonesia – menjemputnya atas perintah Profesor Dumbledore.

“Tentu saja, jalan itu yang lebih aman.” Harry terlihat yakin. Violette hanya menggangguk di sampingnya. Mereka berjalan mengikuti petunjuk jalan di taman paling kaya di Indonesia itu. Mereka menunggu gelap untuk melakukan portkey dengan cawan perak yang berada di dalam tas Harry.

-

Jam 6 sore Violette dan Harry masih berjalan-jalan. Harry banyak bertanya tentang budaya yang ada di Indonesia. Harry terpesona saat melihat miniatur kepulauan Indonesia, Violette dengan sigap menyebutkan nama pulau-pulau kecil setiap kali telunjuk Harry mengarah pada salah satu pulau buatan tersebut.

‘Tentu saja, di Hogwarts tidak ada pelajaran Ilmu Sosial.’ Violette terkekeh dengan pemikirannya sendiri. Seperti tahu apa yang dipikiran Violette, Harry mendehem, “Ehm, kamu akan menemui banyak hal menakjubkan di Hogwarts.” Violette tertawa ringan menanggapinya.

-

Jam 8 malam Harry dan Violette duduk di bawah pohon mangga di samping bangunan Gereja Katolik. Penjaga baru saja melewati mereka – sudah waktunya mengingatkan pengunjung jam kunjungan akan berakhir. Harry melepas jubah gaibnya, saat keadaan sudah cukup tenang.

Lumos” Cahaya kecil memancar dari ujung tongkat Violette menerangi wajah mereka berdua yang memandang cawan kecil yang akan membawa mereka ke Hogwarts. Harry mendelik ke arah Violette dan kemudian menatap bulan yang bersinar cerah di atas mereka. Harry merasa Violette sedang pamer dengan tongkatnya. Harry sebenarnya tak habis pikir bagaimana bisa seorang muggle membuat tongkat sihir dengan inti yang sangat tidak lazim - rambut almarhum Nenek jasmine Hanna. Hebatnya lagi tongkat itu bekerja. Tapi pemikiran itu ditepis oleh pesan Profesor Dumbledore “She is the special one”. Mau bilang apa lagi.

“Harry? Bolehkah kita memulainya?”Harry tersadar dan memandang wajah Violette. Of course, she is the beutiful one, Harry kembali membatin.

Saat tangan mereka hampir menyentuh cawan itu, keadaan berubah seketika. Awan-awan gelap berarak cepat menutupi bulan yang bercahaya terang. Hawa dingin yang menusuk datang dari berbagai arah. Keran yang meneteskan air di tengah taman Gereje membeku. Lapisan-lapisan kenangan kesedihan menyelimuti mereka. Gigi violette bergemeletuk, nafasnya memburu menahan dingin. Kemeja kotak-kotak yang membalut tubuhnya tak sanggup menghalau dingin yang menerjang. Harry dengan sigap mengeluarkan tongkat dari balik jaketnya. Harry berdiri membelakangi Violette.

“Ada apa ini Harry?” Suara Violette bergetar ketakutan, begitupun dia berusaha menggenggam erat tongkatnya. Harry tidak menjawab, dia fokus atas kemungkinan serangan mematikan dari makhluk-makhluk gelap melayang tanpa muka – Dementor.

“Harry! Ada apa ini?!” Violette setengah berteriak, kesal diacuhkan.

“Dementor!” teriak Harry tertahan.

Tak pernah sebanyak ini Dementor keluar dari Azkaban. Dan sejauh ini??Nyali Harry ciut meragukan kekuatan Patronus Charm yang dia punya. Makhluk-makhluk tanpa muka itu semakin dekat.

Expecto Patronum!” Harry berteriak, saat itu juga sinar putih keperakan melesat keluar dari ujung tongkat menghalau Domentor yang semakin dekat.Tak jauh dari Violette, Domentor kembali semakin mendekat.

“Harry!!!” teriak violette ketakutan, jemarinya masih menggenggam erat tongkat Tiger Wood.Dengan cepat Harry mengarahkan Patronus ke arah Dementor yang mengincar Violette.

“Expecto Patronum!!!” Cahaya putih perak itu kembali melesat dari ujung tongkat Harry setelah cahayanya sempat melemah. Patronus itu diarahkan secara melingkar untuk melindungi keduanya yang kini berpunggungan. Violette terbata-bata merapalkan mantra seperti yang diucapkan Harry.

“Ex-pec-to Patronum...” begitu diulang-ulang. Nihil. Ujung tongkat itu hanya mengeluarkan cahaya sempit dan kemudian padam. Harry terlihat kehabisan tenaga. Patronus charm semakin melemah sementara jumlah Dementor tak juga berkurang.

“Harry!! Harry!” Violette berteriak dibelakang Harry berusaha untuk membuat Harry tetap fokus melancarkan Patronus Charm ke arah Dementor. Energi Harry hampir terkuras habis, cahaya keperakan itu padam, Violette merasakan punggungnya ditimpa beban yang sangat berat.

“Harry!! Tidaakk!!” Domentor kini berjarak tak lebih dari lima meter dari mereka berdua bersiap-siap melancarkan kecupan mautnya. Violette memejamkan matanya, berusaha mengumpulkan kekuatannya dan saat itu juga kenangan-kenangan bersama kakek neneknya teringat jelas.

Expecto Patronum!” teriak Violette airmatanya menetes saat mengucapkan mantra pelindung itu. Sebuah cahaya putih keperakan melesat tipis berbentuk naga, dan kemudian padam. Violette mengulang dan keadaannya masih sama. Saat Violette sudah pasrah, setitik cahaya muncul di ujung jalan diikuti dengan berang-berang dan Jack Terrier Russel menghalau Dementor. Gabungan Patronus itu cukup kuat menghalau Dementor. Gadis berambut pirang dan pria berambut merah itu menghampiri Harry dan Violette. Ron membantu Harry berdiri, Hermione tetap melancarkan Patronus ke arah Dementor. Saat yang begitu genting bagi Violette ternyata masih harus mendapatkan tatapan sinis gadis pintar itu. Entah apa maksudnya, Ron dan Hermione membawa Harry menjauh dari Violette.

“Harry!!” teriak Violette.

“Ron, apa yang kamu lakukan!Bawa Violette bersama kita!” Harry mencengkeram pergelangan tangan Ron.

“Tidak Harry, kau bodoh sekali kali ini. Masa kau tak bisa membedakan Profesor Dumbledore yang asli atau tiruan.”

“Apa?! Apa maksudnya Ron! Hermione, bantu dia!” Harry memohon tapi gadis itu seperti takmendengar. Dia fokus kepada Patronus Charm yang memancar dari tongkatnya.

Beberapa Dementor yang sempat fokus mengecup Harry, berbalik kepada gadis berambut ikal itu. Violette panik, tongkatnya diacungkan kearah Dementor yang mendekat.

“Expecto Patronum! Expecto Patronum! EXPECTO PATRONUM!!!!”

Cahaya putih keperakan berwujud naga melesat dari ujung tongkat Violette menghalau Dementor yang akan mengecupnya. Ron, Hermione dan Harry tak percaya gadis itu bisa mengeluarkan patronus charm sekuat itu dengan wujud yang tak biasa. Sementara untuk mendapatkan Patronus Charm perlu latihan yang keras. Patronusitu tak lama melindungi Violette, cahayanya melemah dan padam. Dementor tak mau kehilangan kesempatan lagi, kecupan maut pun dilancarkan kepada gadis yang baru akan memulai sekolahnyasihirnya.

Rasa bahagia yang selama ini memberi kekuatan kepada Violette dikecup oleh Dementor. Kenangan-kenangan bersama KakekGandewa Contantia dan Jasmine Hana satu persatu dihisap. Harry yang melihat itu mengumpulkan energinya, mengarahkan tongkat itu pada Dementor yang mulai menghisap jiwa Violette. Ron dan Hermione masih tetap dengan tongkat terarah kepada Dementor. Mereka harus saling melindungi. Hermione merasa bersalah tak mengajak Violette bersama mereka.

-

Violette kecil berlari bersama anjing kesayangannya. Kakek dan Nenek duduk di teras rumah mengawasinya bermain. Violette tak pernah mengenal Ayah dan Ibunya. Dan bagi Violette itu tak jadi masalah selama Kakek dan Neneknya ada untuknya. Kenangan saat dia mendapat hadiah sebuah koran lusuh yang gambarnya bisa bergerak – Daily Prophet. Hadiah ulang tahunnya yang ketujuh dari Nenek. Rona pipinya yang merah jambu dicium oleh Nenek. Pancaran kasih sayang dari mata teduh Kakek Gandewa Contantia. Kenangan bahagia itu tak akan sudi kubiarkan dihisap oleh makhluk mengerikan ini, membaginya sedikit saja aku tak sudi.

Tangan Violette bergetar hebat saat mengarahkan tongkatnya ke arah Dementor. Cahaya putih keperakan yang sangat terang melesat dari ujung tongkat. Naga – cahaya itu berwujud naga. Sayapnya mengibas-ngibas sehingga Patronus Charm menyebar ke berbagai arah mengusir penjaga Azkaban itu. Patronus itu semakin kuat hingga puncaknya Patronus itu menyemburkan Patronus yang lebih kuat dan lebih terang hingga TMII mandi cahaya. Harry, Ron, dan Hermione, memandang takjub, satu persatu Dementor itu pulang ke tempat asalnya hingga keadaaan kembali tenang. Violette tergeletak lemas di depan Gereja itu.

-

Violette membuka matanya dan hampir pingsan lagi melihat tiga pasang mata yang melotot ke arahnya. Violette mengerjapkan matanya, memastikan apa yang baru saja terjadi bukan mimpi. Tiga sekawan yang tertawa ceria pada koran bekas , hadiah ulang tahunnya ada bersama dengannya menghadapi Dementor.

“Kita harus segera kembali Harry, Profesor Dumbledore menunggu” Hermione membuka percakapan. Setelah membantu Violette duduk di rumput di depan Gereja Katolik itu. Harry memandang Hermione bingung.

“Dengar Harry, Profesor Dumbledore baru saja kembali dari tugas rahasianya. Dumbledore yang kamu maksud berbicara denganmu tadi pagi adalah salah satu pelahap maut yang meminum ramuan Polijus berisi rambut Profesor Dumbledore.” Hermione menjelaskan dengan geram. Heran bagaimana mungkin Harry tak bisa membedakan Dumbledore yang asli atau tiruan, padahal mereka begitu dekat. Harry kebingungan.

“Jadi? Aku? Violette? Apa maksudnya ini semua?” Harry memandang Violette dengan bingung. Violette hanya mengangkat bahunya, dan kemudian menatap Hermione, berharap untuk penjelasan. Hermione bangkit dari duduknya, menarik Harry menjauh dari Violette. Tinggallah Ron dan Violette berpandang-pandangan. Ron tersenyum kaku pada violette sedangkan gadis itu diam saja. Keningnya berkerut.

“Violette, gadis itu memiliki kekuatan sihir hampir menyamai Profesor Dumbledore dan Voldemort, bahkan bisa lebih kalau dia belajar intensif ...”

“Nah, itu bagus kan Dumbledore merekrut Violette? Jadi pertahanan Hogwarts semakin kuat... Dia itu aset kalau menurutku”

“Dia bisa jadi aset sekaligus mimpi buruk untuk kita Harry, coba bayangkan seorang muggle yang belum pernah belajar sama sekali tentang dunia sihir, bisa menguasai Patronus sebegitu hebatnya dengan wujud yang tak lazim untuk seorang muggle. Tom Ridle, lihat jadi apa dia sekarang dengan kepintarannya itu? Ingin menguasai semuanya kan?”

“Dia akan menjadi apa tergantung pada siapa dia belajar... Kita membawa dia ke Hogwarts sekarang atau Para pelahap maut yang menjemput dia untuk disandingkan dengan Voldemort!”

“Profesor Dumbledore memerintahkan membawamu pulang Harry, hanya kamu... Tentang Violette biar beliau sendiri yang memutuskan. Pokoknya kita harus kembali ke Hogwarts tanpa gadis itu...”

Harry memandang Violette yang duduk diam di samping Ron, gadis itu sama saja seperti mereka. Tapi tidak kalau sudah merapalkan mantra, atau mengacungkan tongat sihirnya. The special one. Violette yang merasa diperhatikan menoleh ke arah Harry, seperti bisa membaca pikiran Harry, tatapan gadis itu seketika melemah dan kosong. Dia tahu, pikir Harry. Dua jam sebelumnya dia begitu bersemangat akan segera berada di Hogwarts. Tiba- tiba tangannya ditarik Hermione kasar.

“Kita harus segera kembali ke Hogwarts! Ron bawa portkey itu kemari, cepat” yang diperintahkan dengan sigap mengambil cawan perak itu. Dan mereka bertiga mengelilingi portkey itu. Harry tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ini sudah menjadi perintah dari Dumbledore.

“Tunggu! Biarkan aku ikut bersama kalian” Violette memohon. Matanya berair.

“Tidak Violette, duniamu di sini.”jawab Hermione tegas.

“Bye” Ron berkata pelan sementara Harry diam saja memandang Violette dengan bendungan yang akan siap jebol. Gadis itu menggenggam erat tongkatnya, tubuhnya bergoncang menahan kekecewaan.

Hermione mengucapkan mantra pelan dan begitu saja mereka menghilang.

-

Dumbledore duduk di meja kerjanya menatap peta silsilah yang menjelaskan siapa gadis bernama lengkap Violette Contantia itu yang tak lain adalah keturunan dari Fortescue kepala sekolah pertama Hogwarts. Violette Contantia dengan patronus berwujud naga, yang akan menjadi pewaris tunggal Hogwarts sekaligus akan menjadi penguasa dunia sihir dengan usia termuda. Naga itu ada di dalam dirinya.

"Draco dormiens nunquam titillandus”

- [caption id="attachment_254618" align="aligncenter" width="300" caption="campus.ie"]

1365915293379989653
1365915293379989653
[/caption]

--------

"Cerita ini hanyalah fiksi, dan murni hasil imajinasi saya belaka"

Terimakasih sudah membaca Untuk membaca karya teman-teman yang lain klik di sini Silahkan bergabung di Grup Pecinta Fiksi, di sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun