Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Listrik Surya? Mau Pake Sih, tapi...

7 Agustus 2019   14:23 Diperbarui: 7 Agustus 2019   17:36 1740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Instalasi listrik surya atap di sebuah rumah di Depok, Jawa Barat | dokpri

Jakarta memang pantas menyandang status ibukota negara. Bising dan lantang. Peristiwa padam listrik total (blackout) yang melanda sebagian Pulau Jawa pada hari Minggu (4 Agustus) kemarin menjadi perbincangan nasional dan internasional yang belum habis. Ibukota negara "lumpuh", masyarakat kehilangan sumber energi utama, sektor bisnis, usaha rumahan, dan industri merugi. Presiden marah.

Tak bisa dipungkiri, energi (termasuk listrik) telah menjadi kebutuhan mendasar manusia modern. Maka kehilangan sumber energi pun sedemikian drastis dampaknya untuk kita. Apa jadinya kita tanpa energi?

Padam listrik total kali ini memunculkan kembali isu tata kelola ketenagalistrikan dan alternatif sumber energi yang bisa kita gunakan. Listrik surya adalah salah satu alternatif yang dilirik. Meski diketahui memiliki potensi energi surya yang besar, sudah banyak pula diskursus energi terbarukan di Indonesia sejak lama; lalu mengapa kita baru sedikit heboh membicarakannya sekarang?

Potensi Energi Surya (Atap) di Indonesia
Indonesia termasuk negara yang memiliki iradiasi (paparan sinar) matahari yang cukup tinggi. Indikator iradiasi ini menunjukkan seberapa banyak energi surya yang "jatuh" ke lokasi tertentu (dalam satuan kWh, seperti satuan unit keluaran listrik). 

Menurut Solargis, iradiasi Indonesia berkisar antara 3,6 - 6 kWh/m2/hari, di mana lokasi-lokasi tertentu di Indonesia bagian timur memiliki iradiasi yang lebih tinggi dibanding lokasi lainnya. 

Kalau mau dibandingkan dengan negara "panas" lainnya, Indonesia termasuk moderat. Uni Emirat Arab dan India memiliki iradiasi matahari yang lebih besar dibanding Indonesia, maka tak heran juga di sana pengembangan PLTS didorong secara signifikan.

Setara dengan listrik sebanyak apa sih itu? Jadi kalau diukur dengan keluaran daya listrik, kita harus bicara soal panel surya. Kapasitas keluaran daya panel surya biasanya diukur dengan satuan watt-peak (Wp), yaitu keluaran daya maksimal yang bisa dihasilkan oleh panel tersebut dalam kondisi optimum. 

Dengan teknologi panel surya sekitar 5 tahun lalu, keluaran daya listrik surya di Indonesia berkisar di angka 1.170 - 1.530 kWh/kWp (kiloWatt-peak) per tahun atau 3,2 - 4,2 kWh/kWp/hari (setara dengan konsumsi listrik rumah tangga yang tagihan listriknya Rp 140.000 - 180.000/bulan).

Bila menghitung luasan atap yang digunakan untuk memasang panel surya, Indonesia memiliki potensi teknis di kisaran 194 - 655 GWp (Gigawatt-peak). Ini adalah angka teknis untuk seluruh bangunan rumah di 34 provinsi di Indonesia, sedangkan bila mempertimbangkan kemampuan finansial pelanggan rumah tangga, jumlahnya 17,8% dari total potensi tersebut (setara dengan 34,5 - 116,3 GWp). 

Jumlah ini merupakan potensi pasar listrik tenaga surya yang dapat dijangkau dalam beberapa tahun ke depan. Berapa besar itu? Bila diubah ke keluaran daya, jumlahnya adalah 48,6 - 163,6 TWh (TerraWatt-hour). Bandingkan dengan konsumsi energi seluruh Indonesia pada tahun 2018 sebesar 232 TWh.

Potensi listrik surya atap di 34 provinsi di Indonesia (IESR, 2019)
Potensi listrik surya atap di 34 provinsi di Indonesia (IESR, 2019)
Tiga provinsi dengan potensi teknis tertinggi adalah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah; berkorelasi dengan banyaknya bangunan rumah di ketiga provinsi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun