Mohon tunggu...
Christie Stephanie Kalangie
Christie Stephanie Kalangie Mohon Tunggu... Akuntan - Through write, I speak.

Berdarah Manado-Ambon, Lahir di Kota Makassar, Merantau ke Pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bersyukur Menjadi Perantau

21 Oktober 2019   12:59 Diperbarui: 7 November 2019   15:16 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source :  unprint.id

Melansir dari Wikipedia, merantau adalah perginya seseorang dari tempat asal dimana ia tumbuh besar ke wilayah lain untuk menjalani kehidupan atau mencari pengalaman.

Seringkali saya membaca autobiografi dari orang-orang berhasil yang di balik keberhasilannya ternyata mereka dulu adalah seorang perantau. Seperti Tadashi Yanai, Founder Uniqlo asal Jepang. Tadashi Yanai bahkan telah terbiasa merantau ke banyak negara selagi muda. Begitu pula dengan Zhang Xin, seorang wanita yang berasal dari negara tirai bambu ini dapat mengubah nasib dengan merantau ke Inggris hingga kekayaannya melebihi Donal Trump.

Di Indonesia, tradisi merantau juga sudah tidak asing dijumpai dengan berbagai macam alasan. Mungkin ada yang karena merasa sudah cukup mapan untuk bertumpu pada kaki sendiri, mencoba hidup mandiri dan mencari peruntungan di tanah orang. Mungkin ada yang karena alasan ditempatkan oleh perusahaan ia bekerja sehingga harus merantau dan bekerja di tanah orang. Mungkin ada yang karena hal tak terduga atau bersifat pribadi, dan berbagai macam alasan lainnya mengapa sebagian besar orang memilih untuk hidup merantau.

Merasakan sedihnya merantau apalagi saat menjalani kerasnya kehidupan, berpisah dengan kawan lama, jauh dari kasih sayang dan sentuhan orang tua juga saudara adalah hal lumrah yang pasti dialami para perantau.

Namun saya tidak ingin mengajak untuk berlarut dalam kesedihan tersebut. Karena jika membahas soal kesedihan dan luka yang dialami, tentu tidak akan ada habisnya. Alangkah baiknya kita memfokuskan diri dan pikiran ke arah yang positif sebagai anak rantau, seperti yang sedang saya jalani saat ini.

1. Belajar mengelola keuangan sendiri

Berawal dari kekurangan yang saya rasakan, akhirnya medorong saya untuk belajar, belajar dan belajar, hingga pada akhirnya mampu mengelola keuangan sendiri dengan lebih baik.

Saya banyak belajar dari orang tua, orang-orang terdekat, juga membaca berbagai artikel bagaimana seharusnya milenial mengelola keuangan dengan baik.

Hal ini tentu patut disyukuri, saat sebagian besar orang mungkin masih berfoya-foya, saya memilih mengubah pola pikir saya untuk "lebih baik saving money daripada spend money."

2. Terbiasa mengatur waktu dengan baik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun