Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

“Brand Mewah” Kasus Fathanah

8 Mei 2013   10:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:55 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kasus korupsi seringkali identik dengan simbol-simbol yang relatif dekat dengan kemewahan. Dari produk/benda hingga hal-hal lain yang bersifat mewakilinya. Terutama terkait dengan barang mewah, karena lazimnya memang mendapat perhatian khusus, misalnya disita oleh KPK sebagai barang bukti dan berulang kali diberitakan media, menjadikan sedikit banyak masyarakat dikenalkan dengan item-item benda yang belum pernah disentuhnya. Jangankan menyentuh atau memiliki. Berangan-angan untuk itu pun kadang terbentur realita. Bahkan, jika mau jujur, banyak yang sebelumnya sama sekali tidak tahu brand-brand istimewa itu.

Yang terbaru kali ini adalah kasus korupsi suap terkait kuota impor sapi yang melibatkan di antaranya mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dan Ahmad Fathanah (AH) yang dikenal sebagai orang dekatnya. Bukan terutama menyoroti materi perkara, namun saya lebih tertarik untuk menjumput tema “brand-brand kemewahan” yang mau tidak mau menjadi seolah diperkenalkan ke publik. “Promosi gratis”, paling tidak inilah efek dari kasus korupsi terhadap keingintahuan pada produk-produk itu sendiri.

Kalau mobil bermerk Honda Jazz, Honda Freed, Mercedes, fortuner, CX9 ataupun Pajero, sepertinya banyak diantara kita yang sudah mengetahui, meskipun belum memiliki. Atau, minimal pernah melihat. Namun dalam hal ini, terus terang, kasus korupsi sapi membuat saya merasa “kuper”. Betapa tidak? Sebelumnya saya tidak tahu kalau ada mobil mewah dengan merk VW Carravelle, NissanNavara, dan Toyota Land Cruiser Prado. Uasemh! Mobil kaya’ apa kuwi?! Apalagi, setelah browsing-browsing, saya mendapat gambaran mobilnya seperti apa dan harganya ternyata,.. “kampret” juga! Prado sekitar 1 M, Navara sekitar 1/2 M, dan Carravelle bisa mencapa 1M. Jelata seperti saya, bukannya menunjukkan sisi putus asa, tapi untuk membayangkan memilikinya pun masih dalam tingkat nyengir kuda.

Ada lagi jam tangan Chopard yang beritanya diberikan oleh Ahmad Fathanah (AF) kepada si montok Vitalia Shesya, harganya sekitar 70 jutaan. Anjrit! jam seharga itu, jangan-jangan di sana satu hari itu 25 jam. Saya tahunya, jam mewah itu ya Rolex. Eh, ternyata ada toh, Chopard.

Simbol kemewahan yang diperkenalkan dari kasus ini sepertinya bukan hanya yang bersifat benda (bergerak) seperti merk-merk produk di atas. Bisa pula tergambar kemewahan lain yang menjadi bagian di sana. Masih ingat kamar hotel tempat AF dan Maharany digerebek? Hotel Le Meridien, lho! Bintang empat kalau tak salah. Tarifnya? Nggak tahu pasti, lah! Tapi saya yakin, mahal! Model bed-nya membuat orang seperti saya susah tidur (home sweet home) dan toiletnya membuat saya tak berselera “beol”, ribet ceboknya.

Pengenalan “simbol” lain dari kasus ini adalah “kemewahan pertemanan” dengan wanita-wanita “mewah” juga. Pertemanan yang “sangat mahal” harganya untuk kelas-kelas seperti kita. Untuk “berteman” dengan Maharany Suciono, Fathanah (AF) merogoh kocek 10 juta dan tentu uang hotel pula. Untuk pertemanan dengan Vitalia Shesya, AF memberikan Honda Jazz dan Jam tangan Copas...eh..Chopard. Persahabatan AF dengan “randa kempling” Ayu Azhari menjadikan 20 juta dan 1.800 dollar AS enteng saja dikucurkan. Dan yang terbaru, untuk berteman dengan seorang wanita bernama Tri Kurnia Rahayu (kalau tak salah penyanyi dangdut, dengan nama tren Nia), Fathanah mengeluarkan “ongkos” berupa gelang bermerek Hermes ( kirain Cuma tas doang yang bermerk Hermes) dan jam tangan Rolex. Harga gelang Hermes tersebut Rp 50 juta hingga Rp 70 juta, sedangkan jam tangan Rolex harganya di atas Rp 10 juta.

Itulah, kemewahan demi kemewahan yang menjadi dikenalkan kepada kita oleh adanya kasus korupsi kuota impor sapi ini. Brand-brand dan simbol “wah” yang sebelumnya kita tak tahu menjadi sedikit banyak tahu. Meskipun belum tentu membayangkannya saja kita mau. Eh, cuma membayangkan, kok! Mau juga nggak papa,..laaah!

Tunggu! Jangan dipikir pengetahuan tentang brand/merk itu sama sekali tidak berguna. Minimal, biar tak kuper-kuper amat. Saya punya teman yang hobi narsisnya lumayan. Berpose di depan mobil Pajero, dia mengupdate status di facebooknya. Kurang lebih ia berbagi tentang “ aku dan Toyota Pajero ”. Respon beberapa teman cukup “meriah” dan wajar karena tak memperhatikan detail. Cieeh..baru nih, ye! Kapan kita coba jalan-jalan? Dan sejenisnya. Tapi, komentar dari si pemilik “asli” itu mobil, membuat aksi narsisnya gagal total.

“ Bro! Aku ikhlas, mobilku kau buat mejeng. Tapi, please, deh...,mobilku bukan Toyota. Itu Mitsubishi!”

“ Naooon?! Lain Toyotaaaa?! Ah,..aing, mah...!”

“ Xixixixixi...”

Sekian dulu, mohon maaf jika ada salah kata. Salam sederhana.

.

.

C.S.

Jam berapa sekarang?

Oh, sama kayak kemarin.

Aish! Copas, ah!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun