Mohon tunggu...
Christian Wulung
Christian Wulung Mohon Tunggu... -

Seorang pelajar.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sekilas Perjalanan Menuju Gua Pindul

6 November 2014   06:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:30 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1415206360975505207

Saya telah menyiapkan mobil pada hari sebelumnya untuk berangkat ke gua pindul. Maklum, karena tidak ada mobil pribadi yang dapat digunakan, saya dan ketiga teman, Nando, Mario, dan Ronaldo, menyewa mobil untuk 12 jam dipakai. Kami pun membayar mobil sewaan beserta bensinnya secara bersama-sama. Dengan modal mobil Avanza dan bensin premium Rp 100.000, kami pun berangkat bersama-sama.

Pada pukul 11.30, saya pun berangkat untuk menjemput Mario di Jalan Kaliurang, Nando di Ring Road Barat, dan Ronaldo di sekitar Pabrik Gula Madukismo. Padahal rumah saya sendiri berada di dekat Candi Gebang, Ring Road Utara masih ke utara lagi, sehingga harus berputar-putar terlebih dahulu. Tak ada kendala ketika saya menjemput Mario dan Nando. Ketika saya menuju rumah Ronaldo, saya mencoba untuk melewati jalan yang lain, melewati Jalan Godean. Saya menemukan hal-hal baru ketika lewat jalan yang lain tersebut. Saya menemukan Jalan Bugisan dan SMM (Sekolah Menengah Musik) yang sebelumnya saya sangat ingin mengerti dimana tempat tersebut.

Akhirnya kami pun sampai di rumah Ronaldo. Bau bakpia yang semerbak membuat saya semakin lapar karena rumahnya adalah pabrik bakpia. Ternyata Ronaldo belum pulang dan kami pun berbincang-bincang dengan ibu Ronaldo. Lama kami menunggu di rumah itu, hingga akhirnya kami memutuskan untuk lebih dulu pergi karena takut terlalu sore.

Kami pun melanjutkan perjalanan melalui Ring Road Selatan dan Jalan Wonosari. Sangat sepi jalan tersebut waktu itu, sehingga Mario dapat menyetir dengan kencang. Ketika sedang asik berbincang-bincang di dalam mobil, tiba-tiba telepon selular saya berdering. Ternyata Ronaldo diantar oleh ayahnya untuk menyusul kami. Kami pun memintanya untuk mencari kami di Jalan Wonosari karena kami akan berhenti untuk makan. Akhirnya kami makan di Rumah Makan Soto Sedep Bu Kasil, Jalan Wonosari km 7, di sebelah Sop Ayam Pak Min. Ronaldo dengan cepat dapat menyusul dan kami pun dapat makan bersama-sama.

Setelah perut kami diisi oleh soto yang lezat, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju gua pindul. Pada saat perjalanan keberangkatan tersebut, Mario lah yang menjadi driver dan saya yang menjadi navigator. Saya pun dapat menikmati pemandangan karena tidak menyetir. Jalanan sangat halus dan cukup lebar sehingga tidak menimbulkan macet. Hanya saja jika ada truk di depan kami, mobil harus berjalan dengan sangat lambat yang membuat Mario tidak sabar. Keindahan Yogyakarta dapat saya lihat ketika jalanan menanjak dan tidak ada pohon di samping kanan. Sungguh indah Yogyakarta jika dilihat dari atas. Keindahan itu sangat cepat berlalu karena jalanan terus menanjak dan berliku-liku, yang semakin ke atas semakin tidak terlihat lagi Kota Yogyakarta.

Kami pun berhenti sebentar di pom bensin. Di pom bensin tersebut, saya menemui orang yang katanya pemberi informasi ke Gua Pindul. “Mas mau tanya, arah Gua Pindul kemana ya?”. Ketika saya bertanya kepada orang itu, ia langsung menunjukkan kartu identitasnya bahwa ia adalah pengurus Gua Pindul. Ia pun berkata bahwa ia akan naik motor ke Gua Pindul dan kami dapat mengikutinya. Anehnya, ia langsung mencopot spanduk bertuliskan “Informasi Gua Pindul” di pom bensin tersebut. “Wah nanti kalo kita diculik, bakal beda nih ceritanya,” kata Mario. Ya, kami agak takut jika kami dibawa oleh orang itu ke tempat yang tidak seharusnya.

Kami terus mengikuti orang itu. Jalan yang dilalui tidak seperti yang saya lalui ketika ke Gua Pindul sebelumnya. Saya pun agak takut tapi tetap percaya pada orang itu. Ia memang memilihkan jalan yang lebar dan sepi, tidak seperti yang saya lewati dulu, sempit dan sepi. Pukul 16.00, kami pun semakin dekat dengan penyedia layanan Gua Pindul. Kami dibawa ke penyedia pelayanan yang keempat, yang paling dekat dengan Gua Pindul. Memang orang itu ternyata dapat dipercaya. Kami pun memberikan sedikit tip kepadanya karena telah berjasa bagi kami. “hueekk”. Nando kembali muntah di kantong plastik dan aku hanya bisa menyingkir, tapi Nando tetap dapat beraktivitas dengan lancar. Kami berempat pun membeli paket rafting Sungai Oya, dan masuk ke Gua Pindul seharga Rp 80.000.

Dengan pakaian seperti armor tentara, sepatu karet, dan ban pelampung, kami bersama satu pemandu diantar menuju Sungai Oya menggunakan mobil pick up. Jangan kira jalan yang dilalui seperti jalan yang kami lalui menuju Gua Pindul, lebar dan halus. Kami melewati jalan yang sempit, di tengah sawah, dan sangat tidak rata. Tapi kami disuguhkan pesona yang luar biasa oleh alam. Di kanan kiri jalan adalah ladang kayu putih yang sangat indah. Bentuk daun-daunnya kribo dan berwarna hijau. Banyak pepohonan menjulang tinggi di sudut-sudut ladang. “Ternyata di tengah dunia yang rusak ini, masih ada keindahan yang luar biasa di dalamnya,” pikirku. Kami pun turun dari mobil di tengah jalan yang penuh lumpur. Kami harus terus terpeleset untuk menikmati Sungai Oya. Akhirnya kami dapat menikmati Sungai Oya dengan arusnya yang deras dan berwarna kecoklatan. Hal tersebut disebabkan oleh hujan deras yang mengguyur Sungai Oya sebelumnya. Serunya, kami bersama pemandu harus bersama-sama melawan derasnya air terjun di belakang kami dengan berpegangan sekuat tenaga pada batu-batuan di pinggir sungai. setelah selesai menyusurinya, kami diantar kembali oleh mobil pick up menuju Gua Pindul melalui jalan yang tidak seberat menuju Sungai Oya.

Gua Pindul juga tak kalah indahnya. Kami masuk ke Gua Pindul dengan ban pelampung karena jalan di gua itu selalu dipenuhi oleh air dari sungai. Di dalam gua sangat gelap gulita namun sang pemandu memberikan penerangan pada senternya. Gua itu juga dipenuhi stalaknit dan stalagmit yang sangat dekat dengan tubuh kami karena kebetulan air di dalam gua sedang naik disebabkan oleh hujan. Ada beberapa tempat untuk bertapa di dalam gua itu. Yang paling indah adalah di salah satu sisi gua, ada bagian atap gua yang bolong dan berbentuk lingkaran sehingga terlihat seperti cahaya dari surga. Biasanya orang-orang memakai tempat itu untuk lompat ke dalam air atau berfoto-foto, tapi sayangnya kami tak dapat melakukannya karena air yang sudah semakin tinggi.

Setelah menikmati keindahan alam melalui sungai dan gua yang masih sangat asri, kami pun mandi dan bersiap untuk pulang. Pukul 18.00, kami memulai perjalanan untuk pulang. Saya menyetir dengan sedikit kekhawatiran jika Nando kembali muntah karena ia duduk di samping saya. Tapi kekhawatiran itu hilang karena saya sangat mencintai perjalanan. Kami pun kembali melewati jalan yang kami lewati ketika kami berangkat. Jika ketika berangkat kami melihat datangnya cahaya dari sang surya, sekarang kami melihat cahaya yang bermacam-macam bentuknya, ada yang besar, kecil, kotak, oval, lingkaran, dan sebagainya.

Kemudian kami pun berhenti di Bukit Bintang untuk makan dan istirahat sejenak. Sungguh indah Kota Yogyakarta ketika malam hari. Seperti bintang-bintang di angkasa yang bisa memancarkan jutaan cahaya, saya melihatnya dari Bukit Bintang. Saya menikmatinya bersama ketiga teman dan nasi goreng beserta teh hangat. Sungguh tenang hati saya ketika di sana, hingga akhirnya kami kembali melanjutkan perjalanan dan saya mengantarkan Mario, Nando, dan Ronaldo. Akhirnya kami pun dapat sampai di rumah kami masing-masing dengan selamat dan merasakan pengalaman indah dari Gua Pindul.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun