Mohon tunggu...
Chintia Milenia
Chintia Milenia Mohon Tunggu... -

Saya adalah muslimah pecinta literasi dan mahasiswi jurusan Farmasi di Poltekkes Kemenkes Palembang. Welcome to my kingdom! Selamat membaca:)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menularkan Energi Baik demi Kehidupan yang Lebih Baik

13 Agustus 2018   17:57 Diperbarui: 13 Agustus 2018   19:20 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap orang di dunia ini pasti pernah mengalami ujian hidup. Namun, ujian hidup setiap orang pasti berbeda-beda. Mulai dari tingkat kesulitan menghadapinya atau darimana datangnya ujian tersebut. Tetapi, bukan itu bagian pentingnya. Bagian pentingnya adalah bagaimana sikap kita menghadapi ujian hidup tersebut. Akankah kita menyelesaikan dan menuntaskan ujian hidup tersebut secara bijak atau berlari dan menghindar karena tidak bertanggung jawab? Pilihan tersebut ada di tangan kita. Dan siapapun berhak memilih jalan hidupnya masing-masing karena hidup ini memang sebuah pilihan dengan pengorbanan.

Beberapa hari lagi, umurku menginjak delapan belas tahun. Umur ini memasuki umur dewasa. Walaupun umur ini belum banyak mengalami ujian dan kepahitan hidup. Hanya sebatas ujian sekolah, mendapat nilai kecil, tidak menang dalam perlombaan, atau bahkan  ujian cinta monyet heehe. Tetapi, ada satu hal yang mengubah cara berfikirku yang masih kekanak-kanakan dulu. Mungkin sebagian orang berpendapat ujian hidupku itu belum seberapa. Namun, hari itu adalah hari dimana aku merasakan sesuatu yang sangat berat sepanjang hidupku selama delapan belas tahun.

Waktu itu adalah hari pengumuman seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur terkenal di Indonesia. Aku sangat berharap hari itu adalah hari bahagia selama aku menjadi seorang pelajar, karena selama ini aku belum merasakan sesuatu yang sangat berharga dan bisa mengubah hidupku beberapa tahun kedepan. Usaha selama tiga tahun di bangku SMA dan kerja keras memahami seluruh pelajaran eksak berharap bisa terbalas dengan perasaan bahagia di hari itu. Beribu doa dan harapan dipanjatkan melalui tangan kecil yang selalu menadahkan kepada sang Maha Kuasa. Aku memohon dengan sangat di sepertiga malam hari itu. Tetapi, kuasa-Nya berkehendak lain. Hari yang kunanti dengan sabar dan berharap penuh keajaiban datang membawa kabar buruk bagi diriku. Satu kalimat berwarna merah di layar laptop telah menunjukkan bahwa salah satu Perguruan Tinggi Negeri menolakku sebagai mahasiswinya. Sedih sekali rasanya. Perjuangan dan doa selama tiga tahun tidak terbalas di hari itu. Aku menangis, mengadu kepada sang Maha Kuasa. Apakah hidupku akan berakhir setelah pengumuman ini? Pantaskah aku menjadi seorang mahasiswi di salah satu PTN terkenal di Indonesia? Aku mengadu, menceritakan semua rasa yang menyesakkan.

Malam itu, malam yang sunyi, malam penutup kesedihanku. Aku memberanikan diri untuk membuka salah satu akun media sosial, membaca pesan-pesan singkat dari teman-temanku. Kabar baik disampaikan melalui grup di media sosial itu. Sebagian dari teman-teman seperjuangan lulus di PTN yang diinginkan. Aku ikut bahagia membaca kabar baik tersebut. Takdir baik menghampiri mereka hari ini. Aku mengucapkan selamat kepada teman-teman yang lulus pada hari itu. Beberapa detik kemudian, teman-temanku menanyakan hasil pengumumanku. Sontak aku terkejut dan terbujur kaku. Aku tidak tahu bagaimana membalas pesan singkat tersebut. Aku ingin malam itu cepat berakhir dan tergantikan dengan hari esok yang lebih baik seiring cerahnya matahari. Aku ingin cepat melupakan kabar buruk hari ini, mengubur impian dalam-dalam ke dasar jurang. Namun mereka datang bertanya dan seolah mengungkitnya kembali. Aku ingin membalas pesan tersebut dengan kalimat-kalimat kesedihan dan keluh kesah atas kekesalan hasil tersebut. Mendeskripsikan keadaan dan kegundahan hatiku malam itu. Namun, aku urungkan niat tersebut, karena aku tahu betul keluh kesahku ini akan menambah beban orang lain dan menularkan energi buruk bagi siapapun yang membacanya. Akhirnya aku hanya membalas pesan singkat tersebut dengan kalimat ‘Belum rezekinya’. Aku yakin sekali setelah pesan singkat itu terkirim, pasti kalimat-kalimat penyemangat menjadi balasannya. Tetapi, dugaanku salah besar. Sebagian teman-temanku membalas pesan singkat itu dengan keluh kesah mereka dan kesedihan serupa karena tidak lulus di PTN yang mereka impikan. Mereka mengabarkan kepadaku bahwa penderitaanya-lah yang paling buruk dibandingkan yang lain. Tak jarang pula ada yang curhat mengenai kegagalan ini. Sebagian juga ada yang menyalahkan pihak tertentu dalam seleksi itu. Aku ikut sedih membaca pesan singkat dari teman-temanku tersebut. Rasanya, aku mengalami kepahitan hidup yang lebih berat dibandingkan orang lain. Aku merasa menjadi orang yang tidak beruntung di dunia ini. Usaha dan doaku sia-sia selama ini. Aku mengutuk diriku sendiri saat itu. Bodoh!

Akhirnya, aku terjerumus di arus yang salah setelah mendapat energi buruk dari teman-temanku. Aku terpengaruh dalam kesedihan karena suatu kegagalan. Menyalahkan diri sendiri dan tidak bangkit dari kegagalan itulah kunci dari energi buruk saat itu. Tetapi, energi buruk itu tidak bertahan lama. Wanita paruh baya nan cantik datang menghampiriku. Ia adalah ibuku yang seperti malaikat dan penyemangat dalam hidupku. Ibuku tersenyum dan duduk disebelahku. Ia menghapus bulir air mata yang masih menetes di pipiku. Ia memulai menunjukkan kasih sayang ibu terhadap anaknya. Aku masih ingat sekali kalimat yang ia ucapkan saat itu. “Anakku, kamu boleh bersedih hati malam ini. Namun, tidak untuk esok, lusa ataupun hari-hari berikutnya. Mungkin pilihanmu kemarin bukan yang terbaik untukmu. Ada rahasia yang begitu indah dan sedang dipersiapkan untukmu nanti. Percayalah! Rencana-Nya itu lebih indah dari rencana siapapun di muka bumi ini. Berjuanglah dan bersiaplah untuk mengungkap rahasia indah itu di hari-hari esok, nak. Kamu pasti tahu alasan di balik kegagalan hari ini suatu saat nanti. Hidup ini bukan hanya tentang kegagalan dan kesedihan. Pasti ada hari baik diantara hari-hari yang lainnya. Bersabarlah! Ibu harap hari esok dan seterusnya adalah hari yang membahagiakan untukmu. Aamiin. La Tahzan! Innallaha Ma’ana.” Sungguh! Kalimat itu membangkitkan jiwa yang telah larut dalam kesedihan ini. Aku bangkit kembali dari keterpurukan. Energi baik dari sang ibu –wanita yang paling mengerti diriku— adalah hadiah terindah dari kegagalan ini. Energi baik itu masuk dari telinga menuju hati dan pikiran melalui sel-sel saraf yang terikat secara batin antara aku dan ibu. Ibu memang sungguh ahli dalam mengetahui isi hati anak-anaknya. Terimakasih untuk malam ini. Ibu membuka pola pikirku yang baru bahwa hidup itu sungguh pilihan, tetapi pilihlah yang terbaik diantara pilihan tersebut. Insyaa Allah hidup akan selalu dimudahkan oleh-Nya jika kita tetap bersyukur dengan pilihan-pilihan baik. Jikalau salah memilih itu bukan berarti hidup telah usai. Namun, itulah tantangan hidup sebenarnya. Sikap-lah yang menentukannya nanti. Akankah kita berlarut-larut di pilihan salah dan menyesalinya atau membanting setir menuju pilihan yang baik dan mencapai kebahagiaan? Sungguh! Kita-lah yang akan membuat pilihan tersebut.

Akhirnya, malam tersebut bukan malam yang begitu buruk bagi diriku. Kegagalan itu mengenalkanku dengan pola pikir baru dari energi baik seorang ibu. Energi buruk dari teman-temanku tadi diruntuhkan dan dikalahkan dari energi baik dari malaikatku. Aku memutuskan untuk berbagi dan menularkan energi baik ini kepada teman-temanku yang telah terkena virus energi buruk. Aku mengikuti cara ibu untuk menularkan energi baik. Merangkul mereka dan memberi nasihat bahwa hidup itu indah jika dijalani dengan rasa syukur dan bangkit dari kegagalan.

Semenjak malam itu, aku tidak membagi lagi cerita buruk seolah hidupku sendiri yang mengalami banyak kegagalan dan kepahitan hidup. Toh, semua orang di dunia ini pasti pernah mengalami berbagai ujian hidup yang mungkin lebih berat dibandingkan ujian hidupku. Intinya, kita hanya perlu membagikan dan menularkan energi baik untuk semua orang. Berbagi kebahagiaan itu lebih menyenangkan daripada mengeluh akan kepahitan hidup ini.

Selamat menjalani rutinitas kehidupan yang indah ini. Dan ayo tularkan energi  baik kepada orang-orang tercinta di sekeliling kita! #EnergiBaik

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun