Mohon tunggu...
Hilal Ardiansyah Putra
Hilal Ardiansyah Putra Mohon Tunggu... -

Pengiat Literasi Kutub Hijau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buruh Perkebunan nan Bersahaja

23 Agustus 2018   20:12 Diperbarui: 23 Agustus 2018   20:15 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana akrab di salah satu warung Kalijompo | dokpri

Pada tahun 1977, Mochtar Lubis, sang jurnalis dan pengarang ternama Indonesia asal Sumatra Barat menyampaikan pidato budayanya yang berjudul "Manusia Indonesia." Ceramah budaya yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul yang sama tersebut mendeskripsikan enam ciri "Manusia Indonesia."

Ciri pertama menurut Mochtar Lubis, "Manusia Indonesia" adalah manusia dengan sifat hipokrisi, munafik. Kedua, "Manusia Indonesia adalah manusia yang segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. Ketiga, "Manusia Indonesia" berjiwa feodal. Keempat, "Manusia Indonesia" adalah manusia yang suka bertakhayul. 

Atau masih percaya dengan takhayul. Kelima, "Manusia Indonesia" adalah manusia yang menyukai seni, artistik. Dan yang keenam, "Manusia Indonesia" adalah manusia yang tidak hemat, boros, serta senang berpakaian bagus dan berpesta.

Mendeskripsikan ciri-ciri "Manusia Indonesia" adalah sebuah langkah yang berani. Jika tidak mau disebut takabbur. Mengapa demikian? sebab Indonesia adalah negera-bangsa yang begitu besar. Berdasarkan data BPS tahun 2010, Indonesia terdiri dari 1.340 suku, 1.158 bahasa daerah, dan berbagai perbedaan lainnya. Maka sangat tidak mungkin untuk mesimplifikasi watak orang Indonesia hanya menjadi enam saja. Apalagi beberapa ciri terlihat menyerang karena bersifat negatif.

Terlepas dari "Manusia Indoensia" ala Mochtar Lubis, kita sebagai Bangsa Indonesia telah  insaf dan paham bahwa bangsa kita adalah bangsa yang besar. Dengan kebesaran tersebut, tentu kekayaan yang tersimpan --baik kekayaan sosial, budaya, politik, seni, etc- sangat banyak. Begitu juga karakter masyarakatnya. 

Sangat banyak dan beragam. Orang Sunda memiliki wataknya sendiri, Jawa, Bugis, Sasak, Tenger, Betawi, dan semuanya, juga memiliki wataknya sendiri-sendiri. Berbeda-beda, tapi pada dasarnya manusia di mana saja sama. Sebab Tuhan hanya memberikan dua pilihan kepada manusia; berbuat baik atau berbuat buruk. Itu saja.

Baik memiliki banyak ragam. Mempunyai banyak versi. Baik menurut orang Padang belum tentu baik menurut orang Jawa. Begitujuga buruk. Apa yang dipandang orang Sunda kurang tata-krama, belum tentu menurut orang Madura itu adalah perbuatan yang kurang tata-krama. Namun semuanya kembali pada dua kata utama; baik atau buruk.

Bagi orang-orang yang sering melakukan perjalanan, singgah dari satu suku ke suku yang lainnya, tentu akan selalu mendapatkan kesan. Bagi penulis,  meski belum banyak wilayah yang terziarahi, namun dari persinggahan di berbagai wilayah di Pulau Jawa, penulis mendapatkan bahwa karakteristik manusia Jawa adalah baik-baik. Ramah. Suka kepada tamu yang datang. 

Apalagi jika tamu tersebut dirasa memilki status yang terpandang. Bahkan, meski tak berpangkat berpandang, tamu tetap dihormati. Karena falsafah mereka sendiri adalah falsafah yang berdasarkan adat. Dan adat berfalsafahkan agama. Sebagaimana orang Minang mengatakan "adat bersandi syarak, syarak bersandi kitabullah." Yang artinya, masyarakat adalah masyarakat yang beratur beradat. 

Kemudian dari mana mereka membentuk adat? Tak lain adalah dari syarak. Apa yang dinamakan dengan syarak itu? Hukum Tuhan dalam agama yang mereka anut. Lantas darimana hukum Tuhan tersebut diambil? Dari Kitabullah. Dari petunjuk yang diberikan Tuhan melalui para utusannya.

Salah satu perjalanan yang tidak penulis lupakan adalah, ketika penulis berkunjung ke Kecamatan Panti, Kabupaten Jember. Di kecamatan yang terletak di lereng Pegunungan Argopuro tersebut terdapat sebuah perkebunan dengan luas ratusan hektar. Perkebunan ini adalah perkebunan kopi dan karet yang dulu dipunyai oleh seorang pengusaha Belanda namun kemudian dijual kepada seorang pengusaha China.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun