Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

[Mudasiana] Jokowi dan Sejarah pada Sepotong Jeans

11 Maret 2017   20:53 Diperbarui: 12 Maret 2017   06:00 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta, menawari Jokowi dan CEO Facebook Mark Zuckerberg celana jins saat blusukan, Senin, 13 Oktober 2014 (foto facebook/ tribunnews.com).

Indonesia dan (mungkin) dunia pernah heboh dengan “aksi 411”. Kehebohan tidak hanya menanggapi aksi ratusan ribu orang yang turun ke jalan-jalan di ibu kota, juga pada apa yang dilakukan Presiden Jokowi beberapa jam kemudian. Jokowi menggelar konferensi pers, hal mana yang juga ditunggu-tunggu publik. Tidak hanya respon dan isi pernyataan Jokowi yang jadi buah bibir, jaket yang dikenakannya pun tak luput dari perhatian. Malah menjadi bahan pembicaraan baru yang ramaih di jejaring sosial.

Jaket jenis apa? Mereka apa? Harganya berapa? Asli atau tiruan?Demikian beberapa rasa ingin tahu yang mengemuka menjadi kehebohan tersendiri. Rasa penasaran terhadap jaket bomber berwarna hijau armyitu sampai-sampai membuat tagar #JaketJokowi bersaing dengan aneka tagar yang lebih relevan dengan “aksi 411” di kolom trending topictwitter.

Kemudian baru diketahui bahwa jaket tersebut seharga kurang lebih Rp 1 juta. Keluaran merek kenamaan asal Spanyol. Meski demikian orang lebih senang menyebutnya Jaket Jokowi.

Dandanan Jokowi memang bukan baru sekali ini jadi pusat perhatian. Bermula dari kemeja kotak-kotak saat kampanye Pilgub DKI Jakarta bersama Ahok sekitar empat tahun lalu. Sampai saat ini kemeja kombinasi merah, biru, hitam dan putih “diwariskan” kepada Ahok dan Djarot Syaifull Hidayat sebagai bekal perjuangan menuju DKI 1 dan 2, sementara Jokowi sudah beranjak ke kemeja putih lengan panjang.

Sebelum itu sepatu dan bahkan topi snap catdengan tulisan “+62” pernah jadi pusat perhatian. Padahal topi tersebut sudah biasa dipakai para pemain bisbol, dan sudah jadi ciri khas penyanyi rapp. Entah mengapa saat Jokowi turun ke sawah saat blusukan ke Kabupaten Karawang, Jawa Barat, September 2015, topi tersebut kembali ramai dibicarakan. Dan bukan tidak mungkin diburu orang sehingga turut menggeliatkan naluri para pedagang untuk menghadirkannya ke pasaran seperti saat ini kemeja kotak-kotak mudah ditemukan di mana-mana.

Jokowi blusukan mengenakan topi snap cat/Kompas.com
Jokowi blusukan mengenakan topi snap cat/Kompas.com
Apa yang terjadi pada Jokowi kurang atau tidak ditemukan pada presiden-presiden sebelumnya. Namun kehebohan seperti itu dalam bentuk berbeda pernah terjadi jauh sebelumnya. Ada sepenggal kisah pada 1977 di era presiden kedua, Soeharto. Suatu ketika, seperti ditulis Ayu Utami dalam “Si Parisit Lajang” (2013:75), sang presiden muncul di halaman pertama Kompas saat menengok sebuah lahan pertanian.

Tidak ada yang istimewa dengan berita tersebut. Bukan hal baru orang nomor satu di negeri ini menjadi headline di media terkemuka. Justru sepatu yang dikenakan Soeharto menarik perhatian luas terutama di kalangan anak-anak muda. Sepatu itu sejenis buts setinggi mata kaki dengan sol bergerigi. Terlepas dari si pemakai, potongan sepatu itu terlihat berbeda untuk mengatakan kerenpada masa itu. Baru beberapa waktu kemudian diproduksi masal dan mudah dijumpai di alun-alun Bandung. Apa yang semula asing dan eksklusif kemudian bisa menjadi milik umum dan menjadi biasa. Ya, sepatu Kickers.

Entah mengapa Jokowi dan Soeharto bisa memantik rasa penasaran banyak orang. Bisa jadi apa yang mereka pakai itu tidak terlihat pas dan cocok dengan potongan tubuh atau usia misalnya.Bagaimana busana yang kurang terlihat pas dan cocok bagi Jokowi dan Soeharto (tentu dari kaca mata kita tentunya) mampu menghipnotis orang-orang dari berbagai latar belakang untuk mencari tahu bahkan memilikinya pula?

Topi bisbol “+62” tentu sempat menggoda banyak orang untuk memilikinya pula. Begitu juga magis kemeja kotak-kotak yang menarik orang untuk merasa dekat atau mengidentifikasi diri dengan tokoh idolanya. Namun euforia topi itu misalnya lantas tenggelam tak lama berselang, kecuali bagi penggemar musik rapp atau yang memiliki rapper idola. Tidak lagi ramai dibicarakan bisa jadi karena sudah menjadi biasa, atau ada sesuatu yang baru yang lebih menarik perhatian.

Bila ketertarikan pada beberapa barang tersebut bisa segera hilang karena ada hal baru yang muncul, tidak demikian dengan busana lintas generasi,lintas situasi dan kondisi: jeans. Ya, jeans menjadi contoh paling nyata bagaimana sebuah lini busana tumbuh, berkembang dan terus bertahan melintasi ruang dan waktu. Hampir tidak ada jenis pakaian yang begitu awet dari generasi ke generasi selain jeans. Predikat The fashion survivor tampaknya tidak berlebihan.

Sejarah, tentu dengan banyak versi, mencatat jeans sudah muncul sejak seabad lalu. Bermula dari ide sederhana membuat celana yang tahan lama dan tidak mudah sobek terutama untuk pekerjaan yang berat. Bermodal kecakapan menjahit, Levi Strauss, yang saat itu baru berusia 17 tahun, berpikir perlu menghadirkan celana yang awet bagi para pekerja tambang. Ia baru saja datang bersama rombongan ke San Fransisco untuk menambang emas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun